Kamis, 30 Juni 2011

1 Juli - HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS: Ul 7:6-11; 1Yoh 4:7-16; Mat 11:25-30

"Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai,  tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil"

HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS: Ul 7:6-11; 1Yoh 4:7-16; Mat 11:25-30


Sebut saja namanya "Netrahartana", nama samara. Ia adalah orang kaya, sarjana yang dikenal cukup bijak dan pandai dalam rangka mengelola perusahaannya, sehingga ia semakin kaya juga. Pada suatu saat ia memiliki hajat untuk menikahkan anaknya, maka ia berusaha agar peristiwa pernikahan ini sungguh mengesan dan mendapat pujian dari siapapun, mengingat dan memperhatikan ia sendiri menjadi orang yang terpandang di masyarakat. Upacara saling menerima Sakramen Perkawinan diselenggarakan di gereja katedral, penuh semarak dan gemerlapan. Mereka yang menghadiri upacara di katedral pun memenuhi gedung gereja itu, dan memang relasi-relasinya adalah orang-orang kaya dan pejabat. Tak kalah semarak dan mengagumkan pesta ramah-tamah juga diselenggarakan besar-besaran dengan menyewa gedung pertemuan yang besar full AC. Juga dihitung secara nominal dalam rupiah, kiranya tidak kurang dari satu milyard rupiah dana yang dialokasikan untuk upacara pernikahan tersebut.  Orang pandai dan bijak memang lebih mengandalkan otaknya daripada hatinya, apalagi mereka juga kaya akan harta benda atau uang, sementara itu hidup beriman atau perihal Kerajaan Allah lebih erat kaitannya pada hati daripada otak. Maka marilah dalam rangka mengenangkan pesta Hati Yesus Yang Mahakudus hari ini kita mawas diri perihal keimanan kita.

"Aku bersyukur kepadaMu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil" (Mat 11:25) 

Mereka yang tergolong atau termasuk kecil, miskin, bodoh dan berkekurangan pada ummnya lebih memiliki krterbukaan dan kerendahan hati daripada yang besar, kaya, pandai dan berlebihan, lebih-lebih ketika mereka didekati atau disapa dengan dan dalam cintakasih. Sebagai contoh adalah anak kecil/bayi atau binatang kecil/yang baru saja lahir  Anak kecil/bayi ketika didekati atau diperlakukan dalam dan oleh kasih siapapun pasti akan menyerahkan diri seutuhnya tanpa takut atau was-was. Demikian juga orang-orang miskin atau rakyat kecil ketika diminta bantuannya pasti dengan siap dan ceria menanggapinya. Orang-orang desa atau pelosok pada umumnya juga hidup dalam persaudaraan sejati, yang antara lain nampak dalam gotong-royong atau bekerja bersama membuat rumah, memperbaiki jalan dst, tanpa dibayar atau diberi imbal jasa.

Saya pribadi memiliki pengalaman yang begitu mengesan dan menyentuh, yaitu ketika ditabiskan menjadi imam. Pastor paroki saya hadir dalam tahbisan saya, dan dalam ramah-tamah ia bertanya kepada saya: "Nanti mau misa pertama di gereja paroki atau di kapel stasi anda?". "Di kapel stasi saja", jawaban saya singkat. "Kapel stasimu sedang dalam perbaikan dan belum selesai", tanggapan pastor paroki. "Tidak apa-apa", reaksi saya. Misa perdana bagi umat paroki saya akan saya laksanakan satu minggu setelah tahbisan. Suatu peristiwa yang mengesan bagi saya: umat lingkungan desa saya begitu tahu bahwa saya akan misa perdana di kapel stasi, maka seluruh umat, tua-muda, besar-kecil, bergotong-royong selama enam hari untuk menyelesaikan perbaikan kapel. Mereka kerja dari pagi sampai sore hingga selesailah perbaikan kapel tersebut. Mereka adalah buruh harian sebagai pekerjaan mereka, yang menjadi sumber nafkah sehari-hari keluarga. Maka ketika enam hari bergotong-royong berarti enam hari tak memperoleh gaji atau pendapatan, melainkan seluruh tenaga mereka persembahkan untuk perbaikan kapel. Kami merasa mereka sungguh meneladan janda miskin, yang menyerahkan seluruh nafkahnya atau pribadinya.

Kami merasa dan mengalami bahwa mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan lebih kaya akan perhatian terhadap sesamanya, dengan kata lain hatinya lebih berperan daripada otaknya. "Marilah datang kepadaKu, mereka yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari padaKu, karena hatiKu lemah lembut dan rendah hati  dan jiwamu akan mendapat ketenangan" (Mat 11: 28-29), demikian sabda Yesus. Marilah sabdaNya ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan lemah lembut dan rendah hati, keutamaan dasar dan utama bagi umat beriman. Ketenangan jiwa dan lemah lembut serta rendah hati bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Orang yang lemah lembut dan rendah hati akan semakin tenang jiwanya, sebaliknya orang yang tenang jiwanya akan semakin lemah lembut dan rendah hati. Marilah belajar pada Hati Yesus yang terluka atau ditusuk oleh tombak serta kemudian dari HatiNya keluar air dan darah segar, lambang  kehidupan dan keceriaan atau kebahagiaan. Bervosi atau berbakti kepada Hati Kudus Yesus berarti dari hati kita keluar apa yang menghidupkan dan menyegarkan, dan secara konkret semua sepak terjang, kesibukan atau pelayanan kita senantiasa menghidupkan dan menyegarkan orang lain. Berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti hidup dengan penuh syukur dan terima kasih.      

"Saudara-saudaraku, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1Yoh 4:7-8)  

Sapaan atau peringatan dari Yohanes ini sungguh baik untuk kita renungkan dan hayati. Masing-masing dari kita diciptakan/diadakan dalam cintakasih, yaitu cinta kasih orangtua kita masing-masing, dan bapak-ibu kitapun juga saling menhayati diri sebagai kasih atau anugerah Allah, demikian juga kita yang telah dikandung dan dilahirkan oleh ibu kita masing-masing adalah buah kasih atau yang terkasih. Ajakan Yohanes di atas ini dengan mudah dapat kita hayati atau laksanakan jika masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai yang terkasih atau buah kasih.

Kasih kiranya berpusat dalam hati kita masing-masing, maka saling mengasihi berarti saling memperhatikan atau saling mempersembahkan isi hati masing-masing, yang secara konkret berani mencurahkan atau memboroskan waktu dan tenaga bagi yang kita kasihi. Bukankah ketika hati terluka orang menjadi lemah lesu, loyo dan frustrasi, sebaiknya ketika lukanya tertusuk oleh cintakasih, maka yang bersangkutan berbunga-bunga, ceria, bergairah, sebagai tanda bahwa Allah hidup dan berkarya dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua atau bapak itu untuk tidak pelit saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya, dan kemudian bersama-sama memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak yang telah dianugerahkan oleh Allah.    

Kami berharap juga kepada siapapun yang berpengaruh di dalam kehidupan bersama untuk dapat menjadi telah saling mengasihi, memboroskan waktu dan tenaga bagi saudara-saudarinya atau mereka yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilayani. Ingat dan sadari bahwa melayani memang harus memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dilayani. Secara khusus bagi berharap kepada rekan-rekan imam, bruder dan suster, yang telah berserah-setia kepada Allah, dapat menjadi teladan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi umat yang dilayani maupun beban pekerjaan yang diberikan oleh atasan kepada anda semua. "Allah adalah kasih", demikian peringatan Yohanes, maka sebagai orang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dipanggil untuk saling mengasihi, karena Allah mengusai dan merajai diri kita yang lemah dan rapuh ini. Hati adalah symbol kasih, maka berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti saling mengasihi, sehingga dari cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa berbuah apa yang menghidupkan dan menggairahkan orang lain.

"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah namaNya yang kudus, hai batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah melupakan segala kebaikanNya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat" (Mzm 103:1-4)

Ign 1 Juli 2011


Rabu, 29 Juni 2011

30 Juni - Kej 22:1-19; Mat 9:1-8)

"Mengapa kamu memikirkan hal jahat di dalam hatimu?"

(Kej 22:1-19; Mat 9:1-8)

" Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri.  Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni."  Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah."  Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia." (Mat 9:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Irihati memang dapat berbuahkan pikiran jahat dalam hati, itulah yang terjadi dalam diri ahli-ahli Taurat ketika Yesus menyembuhkan orang lumpuh dengan mengampuni dosanya. Para ahli Taurat kiranya tak mampu melakukan hal itu, maka dalam hati mereka menuduh Yesus 'menghujat Allah', karena mereka juga tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Baiklah kami mengajak kita semua untuk mawas diri apakah kita juga sering berpikiran jahat ketika ada orang melakukan apa yang baik, sementara kita sendiri malas melakukannya. Yesus datang ke dunia untuk mengampuni dosa manusia, maka marilah kita, yang beriman kepadaNya, meneladanNya. Jika masing-masing dari kita dengan jujur mawas diri kiranya akan mengetahui dan menyadari bahwa kita adalah pendosa yang telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan dan mengasihi kita, terutama orangtua kita masing-masing. Ketika kita bersalah dibiarkan saja alias diampuni, maka selayaknya kita kemudian memuliakan Allah sebagaimana dilakukan orang banyak setelah melihat si lumpuh dapat berjalan karena kasih pengampunan Allah. Kasih pengampunan memang dapat membuat mereka yang lumpuh dapat berjalan normal. Marilah lumpuh ini tidak hanya kita fahami sacara phisik melulu, tetapi juga secara social, emosional maupun spiritual,  misalnya mereka yang lesu, loyo, frustrasi, takut, ragu-ragu dst..  Hemat saya mereka menjadi demikian itu karena kurang kasih pengampunan, maka marilah kita salurkan kasih pengampunan Allah kepada mereka itu. Ingatlah dan sadari bahwa tanaman atau binatang dapat hidup, tumbuh dan berkembang karena perawatan atau pemeliharaan yang dijiwai oleh kasih pengampunan, maka selayaknya kita saling merawat dan memelihara dengan kasih pengampunan juga agar kita semua dapat berjalan normal, artinya fungsional dan optimal dalam lingkungan hidup sesuai dengan kemampuan, keterampilan, kesempatan dan kemungkinan yang ada.

·   "Jangan kau bunuh anak itu, dan jangan apa-apakan dia,  sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal kepadaKu" (Kej 22:12), demikian kata malaikat, utusan Allah, kepada Abraham, bapa umat beriman Anak adalah anugerah Allah, maka selayaknya kemudian dipersembahkan kembali kepada Allah, sesuai dengan kehendak Allah, itulah iman Abraham. Marilah kita meneladan bapa Abraham. Mungkin kita tidak akan menerima perintah Allah sebagaimana diperintahkan kepada Abraham, maka baiklah saya mengajak anda semua, khususnya para bapak-ibu atau orangtua, untuk 'mempersembahkan anak yang dianugerahkan Allah kepada Allah'. Secara konkret hal itu antara lain berarti hendaknya anak-anak dibina dan dididik agar tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, berbudi pekerti luhur, unggul dalam kehidupan moral. Akan menjadi apakah anak nanti ketika dewasa terserah kepada kehendak Allah atau panggilan Allah, dan sekiranya mereka terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya dengan rela dan tulus hati mendukungnya sebagaimana dilakukan oleh Abraham. Sekiranya ia mau hidup berkeluarga, dukunglah agar menjadi suami-isteri yang senantiasa berbakti kepada Allah. Ingatlah dan hayati bahwa anak diciptakan atau diadakan dalam dan oleh kasih serta kebebasan, maka hendaknya anak dididik dan didampingi terus menerus dalam kasih dan kebebasan, maka kami berharap para orangtua tidak dengan mudah memproyeksikan diri begitu saja kepada anak-anaknya, artinya orangtua sebagai pedagang atau pengusaha, maka anak-anak kelak juga harus menjadi pedagang atau pengusaha, dst..  Yang penting dan utama anak-anak kita didik dan bina sebaik mungkin, akan menjadi apakah mereka nanti terserah kepada kehendak Allah.

"Allah kita di sorga, Ia melakukan apa yang dikehendakiNya. Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia" (Mzm 115:3-4)

Ign 30 Juni 2011


29 Juni - HR ST PETRUS DAN ST PAULUS: Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19


"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk"

HR ST PETRUS DAN ST PAULUS: Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19

Kalau tinggal di rumah/komunitas terus menerus alias jarang bepergian dianggap tidak punya pekerjaan, sebaliknya kalau jarang di rumah alias senantiasa bepergian dianggap tidak krasan, itulah anggapan atau penilaian sementara orang terhadap yang jarang pergi dan selalu bepergian. Hari ini kita kenangkan dua tokoh Gereja Purba, Petrus dan Paulus, yang berbeda satu sama lain dalam hal kepribadian, tugas pelayanan/kesibukan. Petrus sebagai wakil Kristus, pemimpin Gereja Kristus, tinggal dan bertahta di Roma, sementara itu Paulus bepergian terus menerus, berkeliling dunia. Didalam Gereja kita kenal apa yang disebut hirarki dan karisma, yaitu mereka yang bertugas dalam kepemimpinan Gereja dan mereka yang terpanggil secara khusus untuk mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia, yang secara konkret adalah Paus/Uskup/Pastor Paroki dan Anggota Lembaga Hidup Bakti, yang memiliki karisma tertentu. Berbeda fungsi tetapi satu tugas perutusan, itulah yang terjadi, dan diharapkan perbedaan ini tidak menjadi hambatan melainkan merupakan kekuatan untuk bersama-sama mengemban tugas pengutusan dari Yesus dalam mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan St.Petrus dan Paulus ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri dalam hal bekerjasama menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan.

"Ikatlah pinggangmu dan kenakanlah sepatumu…Kenakanlah jubahmu dan ikutilah aku" (Kis 12:8)   

Kutipan di atas ini adalah kata malaikat kepada Petrus, yang di dalam penjara karena kesetiaan imannya, dan merupakan panggilan untuk membebaskan diri dari penjara. Kata-kata tersebut secara inklusif mengindikasikan bahwa itulah jati diri seorang pemimpin Gereja, yaitu: mengikat pinggang, mengenakan sepatu, mengenakan jubah dan mengikuti kehendak Allah. Perintah malaikat ini kiranya boleh menjadi petunjuk tugas panggilan segenap jajaran hirarki dari Paus sampai dengan Pastor Paroki beserta para pembantunya.  Maka baiklah saya akan merefleksikan secara sederhana apa yang diperintahkan oleh malaikat tersebut, dan mungkin berguna bagi para gembala umat:

1). Salah satu fungsi ikat pinggang adalah untuk memperindah penampilan tubuh, sehingga menarik dan mempesona bagi orang lain, maka diharapkan sepak terjang dan kehadiran para gembala dimanapun dan kapanpun senantiasa menarik dan mempesona orang lain, sehingga mereka juga tergerak untuk mendekat dan mengasihinya. Tentu saja yang diharapkan menarik dan mempesona dari para gembala bukan tubuh, melainkan cara hidup dan cara bertindak yang baik dan berbudi pekerti luhur, dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak para gembala diharapkan dapat menjadi teladan bagi umat Allah khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga umat Allah dan masyarakat tergerak semakin beriman, semakin suci.

2). Para gembala, khususnya paus dan para uskup pada umumnya kemana-mana bersepatu. Sepatu antara lain berfungsi untuk melindungi telapak kaki,  anggota tubuh yang paling bawah, agar tetap bersih dan aman serta sehat. Bolehlah kiranya kalau hal ini kita refleksikan sebagai opsi para gembala, yaitu senantiasa berpihak pada dan bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan maupun pernyataan para gembala yang menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina. Maka kami berharap kepada mereka yang berfungsi dalam kepemimpinan atau pelayanan umat Allah, di tingkat apapun, untuk senantiasa berpihak pada atau bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan, agar mereka terangkat dari kemiskinan dan berkekurangannya serta kemudian hidup damai sejahtera baik lahir maupun batin.

3). Jubah adalah lambang kebesaran atau pakaian resmi dan pada umumnya pasti dipakai ketika sedang memimpin ibadat. Dengan kata lain hemat saya salah satu tugas gembala umat adalah pribadi yang  begitu penuh devosi kepada ibadat khususnya Perayaan Ekaristi, sebagai puncak ibadat Gereja Katolik. Perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan wafat dan kembangkitan Yesus, maka setiap kali merayakan atau berpartipasi dalam Perayaan Ekaristi berarti sekaligus memperbaharui janji baptis, yaitu 'hanya mengabdi Tuhan saja, serta menolak semua godaan setan'

4). "Hanya mengabdi Tuhan saja" kiranya identik dengan perintah untuk "mengikuti kehendak Tuhan".  Maka para gembala diharapkan sungguh taat dan setia pada kehendak Tuhan serta menjadi teladan bagi yang digembalakannya. Kehendak Tuhan antara lain menjadi nyata dalam kehendak baik umat atau sesama manusia, maka selayaknya para gembala melayani umat atau sesama manusia agar mereka hidup bahagia dan damai sejahtera. Untuk itu para gembala diharapkan senantiasa siap sedia mendengarkan suka-duka umat dengan rendah hati, serta kemudian menanggapinya dengan sepenuh hati.

"Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya" (2Tim 4:17)     

Kutipan di atas ini kiranya merupakan kesaksian iman Paulus sebagai rasul agung yang berkeliling ke seluruh dunia, maka selayaknya menjadi permenungan atau refleksi bagi segenap anggota lembaga hidup bakti khususnya dan umat Allah pada umumnya, yang memiliki charisma untuk 'memberitakan Injil/kabar baik' kepada manusia seluruh dunia atau warga masyarakat sekitarnya. Maka perkenankan pertama-tama saya mengajak berrefleksi pada segenap anggota lembaga hidup bakti atau religius dan kemudian segenap umat Allah,  yang beriman kepada Yesus Kristus:

1). "Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat" (KHK kan 673). Dibaktikan berarti dipersembahkan atau disisihkan sepenuhnya kepada Tuhan, sehingga para religius layak disebut sebagai sahabat-sahabat Tuhan. Cara hidup dan cara bertindaknya secara pribadi maupun hidup bersama dalam komunitas pada dirinya sendiri bersifat misioner, maka kami berharap komunitas-komunitas hidup bakti/membiara hendaknya sungguh mempesona, menarik dan memikat sehingga siapapun tergerak untuk mendekat dan mendatangi. Dengan kata lain komunitas biara hendaknya bercirikhas 'welcome'/selamat datang keapda siapapun. Agar jati diri dan panggilan ini terpelihara baik, maka hendaknya tidak melupakan hidup doa dan tobat. Dalam hal berdoa kami percaya komunitas bruder dan suster rajin dalam Ibadat Harian, maka kami berharap isi doa Ibadat Harian, mazmur maupun bacaan-bacaan singkat, sungguh diresapkan dalam hati, dicecap dalam-dalam. Bertobat berarti memperbaharui diri terus-menerus, maka kami berharap segenap religius senantiasa terbuka untuk mendengarkan aneka saran, kritik, nasihat, pujian dst.. dari siapapun sebagai wahana untuk memperbaharui diri terus menerus.

2). Kesaksian iman merupakan cara utama dan pertama dalam melaksanakan tugas missioner, dan hemat kami hal ini lebih kena untuk direfleksikan segenap rekan awam, yang setiap hari berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi guna menghidupi kebutuhan hidup pribadi maupun keluarganya. Anda, rekan-rekan awam yang demikian itu, menurut hemat saya merupakan ujung tombak karya missioner, pewartaan kabar baik. Maka kami berharap, entah dalam hidup di dalam keluarga, masyarakat maupun tempat kerja, anda dapat hidup dan bekerja sebaik mungkin, antara lain pada masa kini tidak melakukan korupsi sedikitpun, mengingat dan memperhatikan korupsi masih marak di sana-sini. Kesaksian dalam pengelolaan harta benda atau uang merupakan cara yang mendesak dan up to date untuk dihayati pada masa kini. Semoga anda , rekan-rekan awam dapat menjadi pioneer dalam pewartaan kabar baik bagi segenap warga masyarakat.

"Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu, puji-pujian kepadaNya tetap dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah, biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarkannya dan bersuka-cita' (Mzm 34: 2-3)

Ign 29 Juni 2011


Senin, 27 Juni 2011

28Juni - Kej 19:15-29; Mat 8:23-27

"Mengapa kamu takut?"
(Kej 19:15-29; Mat 8:23-27)

" Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya.  Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.  Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa."  Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.  Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"(Mat 8:23-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Irenius, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Penakut memang dapat mendua: menutup/mengurung diri atau membuka diri dengan rendah hati. Secara jujur kiranya kita semua memiliki ketakutan-ketakutan tertentu, misalnya takut tidak naik kelas/tingkat, tidak lulus ujian, takut gagal, takut berbuat baik, takut maju, tumbuh dan berkembang alias berubah lebih baik dst. .. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa jika kita merasa takut hendaknya membuka diri dengan rendah hati terhadap aneka bantuan dari orang lain maupun Tuhan. Jika tidak ada orang lain yang siap membantu atau meringankan ketakutan kita, marilah meneladan para murid, yang berseeru "Tuhan, tolonglah, kita binasa". Tumbuh berkembang sebagai pribadi beriman, sebagai yang terpanggil sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster memang tak akan terlepas dari aneka masalah, tantangan dan hambatan yang dapat membuat kita takut tumbuh, berkembang dan maju. Jika kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, ketika merasa takut hendaknya dengan rendah hati segera menghadap Tuhan alias berdoa untuk mohon rahmat dan bantuanNya seraya mengamini bahwa Tuhan yang mengutus, Dia pula yang akan menyelesaikan-nya pula. Bersama dan bersatu dengan Tuhan alias hidup baik, jujur dan berbudi pekerti luhur kita pasti mampu mengatasi ketakutan dan semakin terampil setiap menghadapi aneka tantangan, hambatan maupun masalah. Maka baiklah sebagai orang beriman atau beragama kita tidak melupakan hidup doa, marilah kita awali hidup kita hari ini serta setiap kali akan melaksanakan tugas atau kewajiban dengan doa singkat, sehingga hidup dan kerja ini bagaikan sedang beribadat, lingkungan hidup dan kerja bagaikan lingkungan ibadat, rekan hidup dan kerja bagaikan rekan beribadat, sarana-prasarana hidup dan kerja bagaikan sarana-prasarana beriadat, dengan kata lain marilah kita  hayati  bahwa Allah ada di dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Allah. Marilah kita hayati rahmat kemartiran kita dengan meneladan St.Irenius yang kita kenangkan hari ini.

•    "Baiklah, dalam hal inipun permintaanmu akan akan kuterima dengan baik, yakni kota yang telah kau sebut itu tidak akan kutunggangbalikkan. Cepatlah, larilah ke sana, sebab aku tidak dapat berbuat apa-apa, sebelum engkau sampai ke sana" (Kej 19:21-22), demikian kata malaikat kepada Lot, yang dengan rendah hati mohon keselamatannya. Dari pengalaman dan pengamatan kita sering tak mampu menghadapi aneka tantangan, hambatan atau masalah, karena keterbatasan kita, kemungkinan maupun kesempatan. Maka baiklah dengan rendah hati hendaknya kita rela dan besar hati berani mengakui kelemahan dan kerapuhan kita, maka baiklah ketika kita merasa tak berdaya menghadapi tantangan, hambatan atau masalah untuk sementara menyingkir. Pengalaman ini kiranya tidak hanya terjadi di dalam diri Lot, tetapi juga pernah terjadi dalam Keluarga Kudus Nazaret ketika mereka menerima ancaman dari Herodes yang bengis dan serakah. Dengan kata lain hendaknya kita membuka diri terhadap bantuan `orang asing', yang belum kita kenal sebelumnya dengan mempercayai mereka bahwa mereka pasti akan membantu kita dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan; kita dipanggil untuk tidak membatasi diri dengan apa yang telah kita kenal dan nikmati saja, melainkan berani membuka diri terhadap kemungkinan atau kesempatan yang belum kit bayangkan. Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa Tuhan hidup dan berkarya dimana-mana, tiada batas ruang dan waktu, bangsa dan negara, atau SARA. Hendaknya tidak takut terhadap lingkungan, orang-orang atau tugas pekerjaan baru, yang belum kita kenal dan ketahui sebelumaya. Takut berarti tidak beriman atau  tidak percaya pada Penyelenggaraan Ilahi.

"Ujilah aku ya Tuhan, dan cobalah aku, selidikilah hatiku dan batinku. Sebab mataku tertuju pada kasih setiaMu, dan aku hidup dalam kebenaranMu" (Mzm 26:2-3)
Ign 28 Juni 2011


Minggu, 26 Juni 2011

27 Juni - Kej 18:16-33; Mat 8:18-22


"Aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi"

(Kej 18:16-33; Mat 8:18-22)

"Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang.  Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi."  Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."  Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka."(Mat 8:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Cukup banyak orang dengan mudah mengumbar janji, bangga ketika diangkat menjadi pemimpin atau fungsi/jabatan tertentu seraya berjanji akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan setia dan sepenuh hati. Hal senada juga terjadi dalam hidup terpanggil, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster: ketika mengawali hidup baru begitu menjanjikan hal-hal yang indah, mulia dan luhur. Namun dalam perjalanan waktu karena aneka tantangan, hambatan dan masalah apa yang mereka janjikan semakin kabur dan bahkan ada yang hancur tak berbekas sedikitpun. Seluruh angggota tubuh kita terus berubah, namun apakah hati, jiwa dan akal budi kita juga berubah sesuai dengan tuntutan zaman, fungsi/jabatan atau tugas pengutusan kiranya menjadi tanda tanya besar. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa siap berubah, tentu saja berubah ke arah yang lebih baik, mulia dan luhur, dan hal itu berhubungan dengan 'budaya', yaitu: cara melihat, cara berpikir, cara merasa, cara bersikap dan cara bertindak. Jika kita senantiasa siap berubah, maka ketika harus menghadapi tantangan, masalah dan hambatan kita tidak akan berkata "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku". Marilah kita saling bekerjasama dan membantu dalam menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan kita masing-masing, sehingga sebagai suami-isteri layak disebut sebagai suami-isteri, sebagai imam, bruder atau suster layak disebut sebagai imam, bruder atau suster. Dengan kata lain marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan charisma, visi dan misi hidup dan kerja bersama, dimana kita berada di dalamnya. Semoga sebagai pengikut atau murid-murid Yesus kita layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus atau 'alter Christi'.

·   "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu" (Kej 18:33), demikian firman atau tanggapan Tuhan kepada Abraham, yang dengan susah payah dan kerja keras berusaha menyelamatkan warga Sodom dan Gomora, yang telah rusak cara hidup dan cara bertindaknya. Karena sepuluh orang baik maka ribuan warga Sodom dan Gomora tak jadi dimusnahkan, itulah yang terjadi. Jika kita membaca dan mendengarkan aneka pemberitaan via media masa, entah cetak atau elektronik, pada masa kini kiranya kita tahu bahwa negara kita Indonesia tercinta ini dalam bahaya kehancuran, karena permisifnya tindakan korupsi serta mahalnya kejujuran. Kasus  di sebuah SD Negeri di wilayah Kodya Surabaya perihal ujian nasional yang baru lalu sungguh menarik, dimana masyarakat begitu membenci kejujuran atau bahkan mengusir kejujuran. Bukankah hal itu kurang lebih senada dengan Sodom dan Gomora? Maka marilah kita tetap tegar dan bergairah untuk memperjuangkan dan menghayati kejujuran, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Percayalah kejujuran pasti akan menang, dapat mengalahkan kebohongan dan korupsi. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Marilah meneladan bapa Abraham yang bekerja keras menemukan orang-orang baik dan jujur, percayalah bahwa di antara saudara-saudari kita pasti ada yang baik dan jujur, maka marilah kita lihat, cari dan ajak bekerjasama untuk menyelamatkan bangsa kita yang dalam bahaya kehancuran ini. Kepada orang baik dan jujur kami ajak untuk bangkit dengan rendah hati: hidup jujur dan memperjuangkan kejujuran di lingkungan hidup dan kerja masing-masing. Jangan takut terhadap aneka macam intimidasi atau tekanan masa yang tidak jujur.

"Pujilah Tuhan hai jiwaku, pujilah namaNya yang kudus hai segenap batinku! Pujilah Tuhan hai jiwaku, dan jangalan lupakan segala kebaikanNya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu; Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih  setia dan rahmat" (Mzm 103:1-4)

Ign 27 Juni 2011


Jumat, 24 Juni 2011

26 Juni - HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS: Ul 8:2-3.14b-16a; 1Kor 10: 16-17; Yoh 6:51-58

"Akulah roti hidup yang turun dari sorga"

HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS: Ul 8:2-3.14b-16a; 1Kor 10: 16-17; Yoh 6:51-58

Pada masa kini di pasaran dijual aneka macam jenis roti, entah roti basah atau roti kering, dengan harga murah atau mahal dst.. Dan cukup banyak orang yang memiliki simpanan roti kering dalam kaleng atau kemasan dalam rangka persiapan menjamu tamu atau bekal dalam perjalanan agar tidak kelaparan. Bahkan juga ada jenis makanan dalam bentuk tablet yang dapat berfungsi sebagai pengganti makanan biasa, demi kepraktisan atau effisiensi.  Aneka macam jenis makanan kemasan atau minuman yang tidak sehat seperti roti, minuman berwarna, dll melanda rakyat miskin di desa-desa atau anak-anak sekolah desa/miskin. Karena begitu dominan mengkonsumsi jenis makanan kemasan yang tak sehat tersebut, maka tidak mengherankan bahwa kesehatan warga masyarakat rendah atau menurun, dan lebih memprihatinkan lagi ada kemalasan bergerak atau olahraga. Dengan kata lain boleh dikatakan ada aneka jenis makanan atau minuman dalam kemasan yang mematikan bukan menghidupkan. Memang untuk mengkosumsi makanan atau minuman sehat lebih butuh waktu dan tenaga alias harus sabar dan kerja keras, sehingga hanya sedikit orang yang menempuhnya. Makanan dan minuman sehat dibutuhkan oleh tubuh kita agar kita hidup sehat, bergairah, dinamis, tidak bermalas-malas, dst… Hari ini kita kenangkan "Tubuh dan Darah Kristus", jenis makanan khusus yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, yang dapat kita terima selama berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi. Apa arti atau maknanya setiap kali kita menerima Tubuh Kristus? Marilah kita renungkan sabda Yesus pada hari ini.

"Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu adalah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia"(Yoh 6:51)      

Kita semua mendambakan hidup berbahagia, damai sejahtera selama di dunia ini serta hidup selama-lamanya di sorga setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus kiranya kita percaya kepada sabda Yesus di atas ini, yaitu dengan menerima 'Tubuh Kristus' berarti kita akan hidup mulia selama-lamanya di sorga setelah meninggal dunia maupun hidup berbahagia dan damai sejahtera selama di dunia ini. Baiklah kepercayaan tersebut tidak hanya manis di mulut, tetapi juga menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Dengan kata lain setiap kali kita menerima Tubuh Kristus berarti kita diingatkan bahwa kita hidup dijiwai oleh semangat hidupNya, bertindak dengan meneladan cara bertindakNya.

Semangat dan cara bertindak Yesus kiranya dapat kita lihat dan fahami melalui atau dalam Kitab Suci, maka hendaknya rajin membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci untuk lebih atau semakin mengenal semangat dan cara bertindak Yesus. Semangat dan cara bertindak Yesus antara lain: kepada anak-anak Ia menciumi dan memangkunya, kepada yang lapar diberi makan, kepada yang haus diberi minum, kepada yang berdosa diampuni, yang berbuat jangan atau melanggar tata tertib ditegor keras, yang munafik dikritik pedas, yang lemah dikuatkan, yang letih lesu didampingi dan dibombong, yang frustrasi dan putus asa digairahka, yang tidak selamat diselamatkan, dst.. Tentu saja agar kita dapat meneladan semangat dan cara bertindak Yesus tersebut kita sendiri sungguh telah menjadi sahabat-sahabatNya, artinya kita sendiri dalam keadaan selamat, bahagia dan damai sejahtera, sehat wal'afiat lahir maupun batin, jasmani maupun rohani. Apakah kita yang sering menerima TubuhNya sungguh dalam keadaan demikian ini?

Menjadi sahabat-sahabat Yesus antara lain senantiasa hidup dan bertindak melayani sesamanya dengan rendah hati, penuh dengan kasih pengampunan. Melayani berarti senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan yang dilayani, dan seorang pelayan sejati yang baik senantiasa tidak marah atau mengeluh dan menggerutu, meskipun harus bekerja berat serta menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Secara khusus kami berharap kepada para gembala umat/pastor beserta para pembantunya dapat menjadi teladan dalam semangat dan sikap hidup melayani dengan rendah hati; kami berharap kepada para gembala/pastor beserta para pembantunya tidak pernah marah, menggerutu atau mengeluh dalam melayani umat, meskipun harus menghadapi tantangan, masalah dan hambatan. Selanjutnya marilah kita renungkan atau refleksikan sapaan atau peringatan Paulus kepada umat di Korintus di bawah ini.

"Karena roti itu adalah satu, maka kita, sekalipun banyak adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dari roti yang satu itu" (1Kor 10:17)

Makan bersama memang sungguh menyatukan dan masing-masing merasa dalam persaatuan atau persahabatan sejati. Makan bersama sering juga menjadi tanda kasih untuk semakin memperdalam dan memperkuat persahabatan atau persaudaraan sejati. Di dalam berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, dimana kita diberi kesempatan untuk menerima dan menyantap Tubuh Kristus, kiranya kita juga merasakan kebersamaan atau persahabatan sebagai umat Allah, paguyuban umat yang beriman kepada Yesus Kristus. Maka baiklah kita rasa kebersamaan atau persaudaraan tersebut terus kita perdalam dan perkuat dalam hidup sehari-hari, tidak hanya selama dalam ibadat atau Perayaan Ekaristi saja.

"Sekalipun banyak kita adalah satu tubuh", inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Paulus menggambarkan kebersamaan atau persaudaraan kita bagaikan aneka macam anggota yang ada dalam tubuh kita. Ada aneka macam anggota tubuh kita, dan sungguh saling bekerjasama dan bergotong-royong dalam menjalankan fungsinya; tidak ada iri hati, tidak ada sabotase, tidak saling memojokkan, dan masing-masing bangga dalam fungsinya. Ambil contoh: tugas makan -> mata melihat makanan, hidung mencium makanan, tangan mengambil makanan lalu memasukkannya ke mulut, mulut mengunyah makanan seperlunya dan segera diteruskan ke perut melalui leher dan perut/usus pun langsung bekerja untuk memilah dan memilih sari makanan yang berguna bagi kesehatan dan kesematan seluruh tubuh. Jika dicermati kinerja antar anggota tubuh tersebut sungguh cepat, cekatan, akurat, saling memperhatikan dan taat, dst..

Kebersamaan hidup dan kerja kita setiap hari diharapkan bagaikan kebersamaan anggota tubuh kita tersebut. Maka marilah kita mawas diri perihal kebersamaan atau persaudaraan kita. Pertama-tama kami berharap bapak-ibu atau  orangtua dapat menjadi teladan dalam hal persaudaraan atau persahabatan sejati, dimana anda pernah mengalami persahabatan sejati dalam saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, yang antara lain ditandai dengan hubungan seksual, saling memberi dan menerima dengan gembira dan gairah.  Masing-masing dari kita adalah korban kebersamaan atau persaudaraan sejati, korban kasih, diadakan dalam dan oleh kasih, dan dalam kebersamaan bapak-ibu juga kita dididik dan dikembangkan dengan bantuan rahmat Tuhan. Dengan kata lain dalam diri kita masing-masing ada benih-benih atau modal hidup persaudaraan atau persahabatan sejati, maka hendaknya benih tersebut terus menerus diperhatikan dan dipupuk, sehingga terus tumbuh berkembang menjadi persaudaraan sejati dalam hidup sehari-hari.

Pada masa kini hanya orang yang siap sedia dan rela bekerja sama dalam kasih dan pengorbanan dapat survival. Tidak bekerjasama dengan yang lain hemat kami berarti ingkar jati diri alias tidak setia pada jati diri kita masing-masing sebagai buah kerjasama. Kepada mereka yang egois dan sombong kami harapkan bertobat dan memperbaharui diri jika anda mendambakan sehat wal'afiat, damai sejahtera dan selamat. Marilah kita fungsikan aneka macam jenis sarana komunikasi yang canggih saat ini sebagai sarana untuk mengembangkan, memperkuat dan memperdalam hidup persaudaraan sejati antar kita.

"Megahkanlah Tuhan, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu. Ia memberi kesejaheraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum terbaik. Ia menyampaikan perintahNya ke bumi, dengan segera firmanNya berlari" (Mzm 147: 12-15)

Ign 26 Juni 2011


25 Juni - Kej 18:1-15; Mat 8:5-17

"Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya"

(Kej 18:1-15; Mat 8:5-17)

" Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:  "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita."  Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya."  Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.  Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."  Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.  Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga,  sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."  Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya. . Setibanya di rumah Petrus, Yesuspun melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. Maka dipegang-Nya tangan perempuan itu, lalu lenyaplah demamnya. Iapun bangunlah dan melayani Dia. Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita." (Mat 8:5-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Beriman atau percaya dengan sepenuh hati kepada Tuhan dan sesamanya pada masa kini kiranya sungguh berat, sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan, sehingga dengan mudah orang ragu-ragu terhadap Penyelenggaraan Ilahi maupu terhadap sesamanya. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri perihal keimanan atau kepercayaan kita kepada Tuhan maupun sesama kita, dengan cermin seorang perwira yang dengan rendah hati menghadap Yesus untuk mohon belas kasih dan rahmatNya. Kita tahu seorang prajurit, tentara atau perwira militer pada umumnya begitu mengandalkan pada kekuatan pribadinya secara phisik daripada Tuhan atau Penyelenggaraan Ilahi, namun perwira sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira ini sungguh lain atau berbeda dari pada umumnya. Imannya kepada Tuhan telah menyembuhkan penyakit hambanya yang cukup parah. Sembuh dari penyakit, sehat atau sakit memang erat kaitannya dengan beriman atau tidak beriman. Jika kita mendambakan hidup sehat wal'afiat dan segar bugar baik secara jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual, marilah kita setia menghayati iman kita dalam situasi dan kondisi macam apapun, dimanapun dan kapanpun. Beriman berarti setia pada kehendak Tuhan atau melaksanakan janji dan tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita sehari-hari. "Pulanglah", demikian sabda Yesus kepada sang perwira, yang bagi kita berarti "setialah pada panggilan, tugas pengutusan dan kewajiban anda"  Dengan kata lain tidak pernah melakukan kejahatan sedikitpun dan senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudari atau sesama kita.

·   "Mengapakah Sara tertawa dan berkaa: Sungguhkah aku akan melahirkan seorang anak, sedangkan aku sudah tua? Adakah sesuatupun yang mustahil untuk Tuhan? Pada waktu yang ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan mendapatkan engkau , pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki" (Kej 18:13-14), demikian firman Tuhan melalui malaikat, utusanNya, kepada Abram. Keragu-raguan itulah yang terjadi pada Sara. Manusia boleh saja ragu-ragu, namun Tuhan tetap setia, itulah kebenaran yang ada. Ada kemungkinan di dalam perjalanan hidup dan panggilan kita setiap hari kita sering ragu-ragu juga, karena harus menghadapi keterbatasan, tantangan, hambatan dan masalah, namun demikian marilah kita tetap percaya bahwa Tuhan setia pada janjiNya. Memang dari pihak kita dituntut kesabaran. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Pada masa kini memang sarat dengan rangsangan yang dapat membuat kita tidak sabar, misalnya rangsangan seksual di kalangan muda-mudi, rangsangan untuk cepat kaya atau pandai, rangsangan untuk hidup seenaknya dst.. Apa yang merangsang memang sungguh menarik dan memikat, maka barangsiapa tidak sabar pasti terjerat. Ingatlah juga bahwa ada pepatah "Orang sabar disayangi Tuhan", maka jika kita sungguh ber-Tuhan, marilah kita sabar dalam menghadapi aneka rangsangan dan masalah.

"Jiwaku memuliakan Tuhan,  dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,  sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus." (Luk 1:46-49)

 Ign. 25 Juni 2011


Rabu, 22 Juni 2011

23 Juni - Kej 16:1-12.15-16; Mat 7:21-29

 "Enyahlah dari padaKu kamu sekalian pembuat kejahatan"

(Kej 16:1-12.15-16; Mat 7:21-29)

"Bukan setiap yang berseru kepadaku : Tuhan, Tugan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang disorga. Pada hari  terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu kamu sekalian pembuat kejahatan!" . "Setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang bijaksanam yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah  hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu tidak roboh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukakannya , ia sama dengan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itum sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya. Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan itu, tajublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, sebab ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa,  tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka" (Mat 7: 21-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·      Ada orang dengan sombong menceriterikan kemana-mana bahwa dirinya adalah anggota dewan paroki, aktivis aneka organisasi gerejani seperti Karismatik, rajin menghadiri novena serta berziarah ke tempat peziarahan Bunda Maria dan tak pernah melupakan doa Rosario setiap hari dst.. Suatu saat orang yang bersangkutan meninggal dunia dan dirinya dengan penuh keyakinan pasti naik ke sorga, hidup mulia selamanya bersama Tuhan. Ternyata ia tidak langsung naik ke sorga, maka ia protes terhadap Tuhan, katanya: " Tuhan mengapa saya tidak langsung diperkenankan masuk sorga, karena saya adalah anggota dewan paroki, aktivis organisasi gerejani, doa Rosario setiap hari, dst..". Mendengar protes tersebut, Tuhan menjawab: "Enyahlah dari padaKu kamu pembuat kejahatan! Kamu hanya manis di mulut, pandai bermain sandiwara kehidupan, banyak omong tetapi tak pernah melakukan apa yang diomongkan. Kamu tidak pernah memperhatikan anak-anak dan isterimu, kamu koruptor di kantor…dst.". Begitulah nasib orang yang bersikap mental formalistis dan liturgis. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua sebagai orang beriman atau beragama untuk lebih mengutamakan perilaku atau tindakan daripada wacana atau omongan. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk menjadi unggul dan handal dalam hal pelaksanaan aneka tata tertib, ajaran, nasihat, perintah dst.., sehingga tidak mudah jatuh karena aneka godaan atau rayuan, serta tetap tenang dan setia pada tugas, panggilan dan kewajiban dalam situasi atau kondisi sesulit dan rumit berbelit-belit apapun.

·      "Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau."(Kej 16:5), demikian kata Sarai kepada Abram, suaminya, yang telah menghamili Hagar, pembantunya. Abram mungkin merasa bahwa Tuhan tidak setia kepadanya, karena isterinya sudah lanjut usia belum dianugerahi anak, padahal Tuhan menjanjikan kepadaNya akan menjadi bapa bangsa yang besar. Sarai pun merasa terhina, apalagi ia dipandang rendah oleh pembantunya yang hamil karena Abram. Sarai kiranya boleh dikatakan setia kepada janji Tuhan. Hal ini kiranya juga menjadi cermin bagi kaum laki-laki/para suami yang sering mudah tidak setia pada janji perkawinan dengan berselingkuh. Dan memang laki-laki berselingkuh sakali mungkin sulit diketahui, tetapi perempuan berselingkuh sekali akan lebih mudah diketahui, apalagi ketika perselingkuhannya berbuah dengan kehamilan dirinya. Maka baiklah kami berharap kepada rekan-rekan perempuan atau para ibu/isteri untuk meneladan Sarai yang setia pada janji Tuhan, tidak mudah menyeleweng atau bersilingkuh. Namun  ketika mengetahui suami atau pasasangan hidupnya berselingkuh, hendaknya segera diingatkan atau ditegor atau didoakan agar bertobat. Kmai berharap kepada kita semua untuk senantiasa setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan, entah janji baptis, janji perkawinan, kaul, janji pegawai, sumpah jabatan dst..

"Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik. Bahwasanya kasih setiaNya untuk selama-lamanya. Siapakah yang tidak memberitakan keperkasaan Tuhan, memperdengarkan segala pujian kepadaNya? Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hokum, yang melakukan keadilan di segala waktu" (Mzm 106:1-3)

Ign 23 Juni 2011     



Selasa, 21 Juni 2011

22 Juni - Kej 15:1-12. 17-18; Mat 7:15-20

"Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka"

(Kej 15:1-12. 17-18; Mat 7:15-20)

 "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.  Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?  Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.  Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka." (Mat 7:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Kacang mongso tinggalo lanjaran", demikian peribahasa bahasa Jawa yang maksudnya tidak lain adalah anak-anak pasti mewarisinya sikap hidup dan cara bertindak orangtuanya, dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak orangtua dapat dikenali melalui anak-anaknya, cara hidup pemimpin atau atasan dapat dikenali melalui anggota atau bawahannya dst.. Kita semua kiranya berkehendak untuk mewariskan apa yang baik, indah, luhur dan mulia kepada anak-cucu kita, generasi penerus atau muda-mudi kita, rakyat atau bangsa kita, dst.. Maka kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga mempengaruhi mereka yang kena pengaruhnya. Sabda Yesus hari ini juga mengingatkan kita semua agar kita bertindak sebaik mungkin sesuai dengan kehendak Tuhan. Keunggulan keutamaan hidup beriman terletak pada tindakan bukan omongan, perilaku bukan wacana. Apa yang akan kita lakukan atau perbuat sangat tergantung pada apa yang kita pikirkan atau cita-citakan, maka marilah kita senantiasa berpikir baik, mencita-citakan apa yang baik dan berbudi pekerti luhur. Hal ini kiranya dapat kita latih atau biasakan setiap hari ketika bangun tidur di pagi hari: hendaknya begitu bangun langsung berdoa dan bersyukur kepada Tuhan bahwa masih dianugerahi kehidupan seraya mohon agar hari ini dapat hidup baik sesuai dengan kehendakNya, menghayati panggilan sebaik mungkin, melaksanakan tugas pekerjaan dan kewajiban seoptimal mungkin. Mungkin baik juga di pagi hari langsung berkata dengan mantap "Success in my life", sebagaimana dicanangkan oleh Andrie Wongso, promotor Indonesia. Kita semua juga dipanggil untuk cermat dalam memilah dan memilih aneka tawaran yang disampaikan kepada kita, dan hendaknya memilih apa-apa yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan jiwa manusia.    

·    "Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat" (Kej 15:18), demikian firman Allah kepada Abram. Yang harus menjadi tugas dan kewajiban berat dan mulia adalah Abram, namun yang menikmati hasilnya adalah keturunannya, itulah isi firman Allah kepada Abram. Firman ini kiranya baik menjadi bahan permenungan bagi  para pemimpin, orangtua, guru atau pendamping. Marilah kita laksanakan panggilan, tugas pengutusan atau kewajiban kita dengan sungguh-sungguh, pengorbanan dan kerja keras; mungkin kita tidak akan langsung menikmati hasilnya, melainkan mereka yang kita layanilah yang akan menikmati hasilnya. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk dengan sungguh-sungguh, dengan pengorbanan dan kerja keras mewariskan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan bagi anak-anaknya alias hendaknya dalam mendidik atau mendampingi anak-anak yang menjadi tujuan utama dan pertama-tama adalah agar anak tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, dan hal ini hendaknya juga diteruskan dan diperdalam di sekolah-sekolah. Mendidik atau mendampingi anak-anak atau peserta didik untuk menjadi pribadi baik memang lebih sulit daripada menjadi pribadi pintar; mendidik agar anak cerdas secara spiritual lebih sulit dan berat daripada agar anak cerdas secara intelektual. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika orangtua atau guru/pendidik lebih mengutamakan atau mengedepankan pentingnya pendidik nilai atau budi pekerti, maka anak-anak atau peserta didik dalam perjalanan  tugas belajar berikutnya akan sukses, melebihi apa yang telah dicapai sebelumnya. Anak-anak atau peserta didik hendaknya dibekali sikap mental 'climber' (pemanjat), yang berarti terus menerus meningkatkan dan memperdalam kemampuan, kepribadian dan keterampilannya sampai mati atau dipanggil Tuhan.

"Bersyukurlah kepada Tuhan, serukanlah namaNya, perkenalkanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa. Bernyanyilah bagiNya, bermazmurlah bagiNya, percakapkanlah segala perbuatanNya yang ajaib" (Mzm 105:1-2)

Ign 22 Juni 2011


Senin, 20 Juni 2011

21 Juni - Kej 13;2.5-18; Mat 7:6.12-14

"Masuklah melalui pintu yang sesak itu"

(Kej 13;2.5-18; Mat 7:6.12-14)

 "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."(Mat 7:6.12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Aloysius Gonzaga, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pada masa yang ditandai dengan kecepatan perkembangan dan pertumbuhan teknologi saat ini ada kecenderungan orang untuk melakukan segala sesuatu secepat mungkin, karena ada motto ' siapa cepat dapat, siapa terlambat tersesat'. Memang kalau hal itu dikenakan dalam mengikuti perkembangan teknologi benar adanya, tetapi jika dikenakan dalam kehidupan lainnya malapetaka buahnya, misalnya ada muda-mudi yang ingin cepat-cepat menikmati gairah seksual dengan hubungan seksual, ada pelajar atau mahasiswa  ingin cepat-cepat lulus dan untuk itu 'membeli nilai', ada orang ingin cepat  kaya dengan korupsi, dst…Mereka berusaha menempuh jalan bebas hambatan, menuju ke kenikmatan sesaat, yang berakhir dengan malapetaka atau celaka. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak mengikuti proses yang benar, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan.  "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya", demikian sabda Yesus. Sabda Yesus ini kiranya menjiwai motto UNESCO dalam memasuki Millenium Ketiga, yaitu "learning to learn, learning to be, learning to do, learning to live together". Semangat belajar terus-menerus melalui proses benar dan baik, itulah yang harus kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Secara khusus kami berharap kepada rekan muda-mudi, siswa-siswi/pelajar maupun mahasiswa-mahasiswi untuk dengan semangat belajar mengkuti proses kehidupan. Para siswa-siswi/pelajar dan mahasiswa-mahasiswi hendaknya dalam belajar lebih mengutamakan agar terampil belajar. Rekan muda-mudi kami harapkan dalam bergaul lebih diutamakan agar terampil bergaul. Jauhkan semangat atau budaya instant alias cepat-cepat atau tergesa-gesa. Ikuti dan telusuri proses kehidupan dengan sabar, tekun, matiaraga, pengorbanan dan perjuangan, sesuai dengan kehendak Tuhan. Santo Aloysius Gonzaga yang kita kenangkan hari ini kiranya dapat menjadi teladan bagi generasi muda dalam mengkuti proses pembelajaran kehidupan.

·   "Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu."(Kej 13:7), demikian firman Tuhan kepada Abram.  Baiklah firman Tuhan kepada Abram ini kita jadikan bahan permenungan atau refleksi kita bersama sebagai umat beriman. Kita semua memiliki cita-cita, dambaan atau harapan untuk hidup bahagia, damai sejahtera, sehat wal'afiat lahir maupun batin; maka baiklah kita jalani dengan baik, benar dan tekun segala sesuatu yang harus kita lalui agar kita dapat hidup bahagia, damai sejahtera, sehat wal'afiat. Di dalam kehidupan dan kerja bersama ada aneka tata tertib yang harus kita lakukan atau hayati, ada petunjuk atau arahan praktis yang sering disampaikan kepada kita, maka hendaknya semuanya itu kita hayati secara utuh. Semangat yang menjiwai semua tata tertib hemat kami adalah cintakasih, dengan harapan atau sasaran agar siapapun yang menghayati tata tertib tersebut kemudian dapat hidup saling mengasihi. Kasih sungguh panjang, lebar, dalam dan luas alias tak terbatas, dan kita semua dipanggil untuk saling mengasihi sampai mati. Karena begitu panjang, lebar, dalam dan luas cintakasih, maka kiranya tidak ada orang di dunia ini yang secara sempurna dalam saling mengasihi, kita semua serba terbatas. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk saling mengasihi dengan rendah hati, yang secara konkret pada masa kini kiranya perlu diperdalam dan ditingkatkan sikap hidup yang senantiasa siap sedia untuk dikasihi. Dikasihi berarti antara dituntun, dibimbing, dibina, dididik, dst.. termasuk juga ditegor, dikritik, dimarahi, dilecehkan dst.. Siap sedia dikasihi itulah yang hendaknya kita hayati dan sebarluaskan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.

"Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya"

 (Mzm 15:1-3)

Ign 21 Juni 2011


Minggu, 19 Juni 2011

20 Juni - Kej 12:1-9; Mat 7:1-5

"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu?"

(Kej 12:1-9; Mat 7:1-5)

 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.  Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?  Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat 7:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan di bawah ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Saling menuduh dan mencari atau mengangkat kekurangan dan kesalahan orang lain itulah yang terjadi di dalam proses pengadilan, yang sungguh melelahkan serta memboroskan waktu dan tenaga cukup banyak. Untuk menjaga dan meneguhkan wibawa pribadi, pemimpin, atasan, guru atau orangtua juga lebih senang melihat kelemahan dan kekurangan anggota, bawahan, peserta didik atau anak-anaknya. Itulah sikap hidup dan cara bertindak orang munafik. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk tidak saling menuduh dan menyalahkan, melainkan saling menyadari dan menghayati kesalahan dan kekurangan diri sendiri seraya menyadari dan menghayati kelebihan dan kekuatan orang lain. Dengan kata lain kita dipanggil untuk senantiasa berpikiran positif terhadap orang lain, 'positive thinking', yang berarti hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus. Kami percaya dalam diri kita dan sesama kita lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, kekuatan daripada kelemahan, kelebihan daripada kekurangan, maka marilah kita saling melihat dan menghayati kebaikan, kekuatan dan kelebihan kita masing-masing, agar hidup bersama kita sungguh dalam damai sejahtera, dalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Hendaknya hidup bersama jangan seperti proses pengadilan yang melelahkan dan memboroskan waktu serta tenaga tiada guna. Kami berharap juga di dalam pengadilan mereka yang bersalah segera atau secepat mungkin dengan jujur dan terbuka mengakui kesalahan dan kekurangannya, sehingga proses pengadilan berlangsung cepat dan membahagiakan. Sungguh melelahkan dan memuakkan bahwa di kalangan wakil rakyat pun juga terjadi saling menyalahkan dan menjegal demi keuntungan organisasi atau kelompoknya serta kurang atau tidak pernah memikirkan dan memperjuangkan rakyat yang diwakilinya. Sebagai wakil rakyat hendaknya mendengarkan dambaan, kerinduan dan harapan rakyat, yang tidak lain adalah 'ketua' anda.

·   "Pergilah dari negerimu dan sanak-saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu mashyur, dan engkau akan menjadi berkat" (Kej 12:1-2), demikian firman Allah kepada Abram. Abram pun mentaati dan melaksanakan firman Allah tersebut dengan jiwa besar dan hati rela berkorban. Firman Allah kepada Abram tersebut bagi kita semua masa kini kiranya dapat kita hayati dengan meninggalkan atau mengesampingkan kepentingan pribadi dan lebih mengutamakan atau mengedepankan kepentingan orang lain atau umum atau bersama. Dengan kata lain kita diajak untuk hidup social, tidak egois. Hendaknya kita tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan atau kepentingan pribadi, melainkan marilah kita taati dan laksanakan aneka tata tertib hidup bersama demi kebahagiaan dan keselamatan bersama. Dengan kata lain marilah kita setia pada panggilan, tugas pengutusan dan kewajiban kita masing-masing. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat"  ( Prof Dr Edy Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).  Orang yang setia pada panggilan, tugas dan kewajiban pasti akan menjadi berkat bagi orang lain atau sesamanya, dimanapun berada atau kemanapun pergi. Hidup dalam kesetiaan memang harus disertai pengharapan, yang menjadi nyata dalam kegairahan dan semangat hidup meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Sebagai orang beriman kita adalah keturunan Abram, maka marilah meneladan Abram yang taat dan setia kepada perintah Allah.

"Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah Tuhan, suku bangsa yang dipilihNya menjadi milikNya sendiri. Tuhan memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia. Sesungguhnya, mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya, untuk melepaskan mereka dari maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan"

 (Mzm 33:12-13.18-19)

Ign 20 Juni 2011


HR TRITUNGGAL MAHAKUDUS: Kel 34:4b-6.8-9; 2Kor 12:11-13; Yoh 3:16-18

"Setiap orang yang percaya kepadaNya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup kekal"

HR TRITUNGGAL MAHAKUDUS: Kel 34:4b-6.8-9; 2Kor 12:11-13; Yoh 3:16-18

"Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu", itulah peribahasa untuk menggambarkan bagaimana panjang, lebar, dalam dan luasnya hati orang yang sedang saling mengasihi satu sama lain. Orang yang sungguh saling mengasihi berarti sehati dan sebudi, dan kiranya kata-kata tak akan mampu menjelaskan pengalaman indah, mesra dan nikmat dalam saling mengasihi, karena kasih memang bebas alias tak terbatas, tak mungkin terfahami oleh otak atau pikiran kita yang terbatas ini. Kasih sejati adalah Allah dan Allah adalah kasih; sebagai ciptaan Allah kita semua tak akan mampu memahami secara akal sehat siapa itu Allah, namun dalam pengalaman iman, harapan dan kasih kita dapat menikmatiNya, menghayati dan menikmati kasih Allah yang melimpah ruah. Hari ini adalah Hari Raya Tritunggal MahaKudus, hari untuk mengenangkan iman kita akan  Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Penjelasan perihal Tritunggal kita terima dari Yesus, dan apa yang disabdakan atau disampaikan mungkin sulit atau tak mungkin kita fahami dengan akal sehat, dan hanya dapat difahami dalam iman, harapan dan kasih; maka marilah dalam iman, harapan dan kasih kita renungkan sabdaNya pada hari ini, sebagaimana dikatakan oleh penginjil Yohanes.

"Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia menganugerahkan AnakNya yang tunggal, supaya orang yang percaya kepadaNya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup kekal" (Yoh 3:6)

Sebut saja namanya 'Anton', yang tergerak atau berminat untuk menjadi imam alias setelah menyelesaikan SMP ia ingin masuk ke Seminari Menengah. Namun karena ia adalah anak tunggal, maka dengan keras kedua orangtuanya melarang; ia adalah satu-satunya anak yang terkasih, maka kalau menjadi imam dengan demikian putuslah keturunan orangtuanya. Mempersembahkan anak tunggal kepada Allah untuk menjadi imam, yang diharapkan membaktikan diri seutuhnya demi keselamatan jiwa sesamanya, sungguh berat, dan memang butuh pengorbanan.  Kiranya jika Anton sungguh menjadi imam pasti cukup banyak orang yang kenal dia maupun orangtuanya akan merasa tak mampu memahami lubuk hati terdalam Anton.

Allah Tritunggal Mahakudus yang adalah 'Kasih' kiranya juga sulit difahami oleh banyak orang dengan akal sehat saja, namun bagi mereka yang percaya kepadaNya pasti akan faham dan menikmatinya. Allah adalah maha segalanya, maka hanya iman kepercayaan sepenuhnya kepadaNya akan memahami. Memang orang yang tidak percaya tak akan mampu memahami, bahkan sering mengejek atau mencemoohkan orang-orang Kristen dan Katolik, antara lain dengan kata-kata "Katanya percaya kepada Tuhan Allah yang Maha Esa, sebagaimana dinyatakan di dalam Pancasila, tetapi gimana itu ada Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus? Berarti Allah orang-orang Kristen dan Katolik ada tiga". Mendengar kata-kata macam itu jawab saja:"Allah adalah maha segalanya, maka Ia mau apa saja terserah, dan kita tak akan mampu memahami". Saya sendiri ketika masih belajar di Sekolah Rakyat(SR), yang sekarang disebut Sekolah Dasar (SD), sering dalam perjalanan ke sekolah juga mendapat ejekan dari murid-murid sekolah Muhamadiyah/Islam, yang secara kebetulan sering berpapasan karena sekolah kami berdekatan. Ejekan yang pernah saya terima, maaf dalam Bahasa Jawa, adalah "Konjuk is asmo Dalem Hyang Romo, Hyang Putra, Hyang Suci, yang-yangan, yangmu dhewe". Karena saya sendirian saja, maka ya diam saja, seraya berdoa dalam hati dengan harapan mereka tidak menyakiti secara phisik. Diejek dengan kata-kata tak ada yang berkurang sedikitpun pada diriku, justru ejekan tersebut merupakan penggemblengan imanku.

Maka dengan ini kami mengajak rekan-rekan umat Kristen dan Katolik atau yang percaya kepada Allah Tritunggal Mahakudus untuk menjadi saksi iman dengan hidup dalam persaudaraan atau persahabatan sejati, saling mengasihi, sebagai tanda atau bukti bahwa kita beriman kepada Allah Tritunggal Mahakudus. Hari Minggu yang lalu kita baru saja mengenangkan anugerah Roh Kudus dalam Hari Raya Pentekosta, maka baiklah tidak kita sia-siakan anugerah tersebut, artinya marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan dorongan atau bisikan Roh Kudus, yang tidak lain adalah Roh Allah  Bapa dan Putra/Anak. Dengan kata lain beriman kepada Allah Tritunggal Mahakudus berarti hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita berbuahkan keutamaan-keutamaan seperti " kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Maka ketika kita menghadapi ejekan atau cemoohan perihal iman kita kepada Allah Tritunggal Mahakudus, marilah kita sikapi atau tanggapi dengan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus di atas. Dengan menghayati anugerah-anugerah Roh Kudus tersebut, percayalah bahwa dengan demikian kita akan menikmati hidup kekal selamanya di sorga setelah meninggal dunia nanti.

"Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera, maka Allah, sumber damai dan sejahtera, akan menyertai kamu. Berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium yang kudus" (2Kor 13:11-12)

"Sehati sepikir dalam saling ciuman yang kudus" itulah ajakan bagi kita semua dari Paulus. Kiranya para suami-istreri atau bapak-ibu memiliki pengalaman mendalam dalam hal ini, sebagai pasangan hidup yang saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. Maka kami berharap para bapak-ibu dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam menahayati 'sehati sepikir dalam saling ciuman yang kudus' ini. Ciuman yang kudus merupakan tanda atau bukti saling mengasihi, saling mempersembahkan diri seutuhnya demi kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Saling mencium juga berarti merupakan tanda hidup dalam damai sejahtera. Hidup dalam damai sejahtera berarti hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, sumber damai dan sejahtera.

Setiap kali bertemu dengan orang lain kita juga saling memberi salam, misalnya "selamat datang, selamat pagi, selamat berjumpa, berkat Tuhan (berkah Dalem), asalamualikum, dst..". Memang ada kemungkinan pemberian salam tersebut hanya sopan santun atau formalitas belaka atau sungguh keluar dari lubuk hati yang terdalam sebagai tanda saling mengasihi. Tentu saja kami berharap saling memberi salam tersebut merupakan luapan hati yang saling mengasihi, sehingga sungguh saling meneruskan damai sejahtera yang dianugerahkan Allah kepada kita yang lemah dan rapuh ini. Dalam saling memberi salam sering  juga disertai dengan ciuman atau pelukan yang mesra dan nikmat, sehingga masing-masing merasa digairahkan hidupnya.

Hidup dalam damai sejahtera sejati, saling bersaudara dan mengasihi pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan mempertimbangkan bahwa ada gejala saling menyandra dan menjatuhkan antar kelompok atau organisasi maupun pribadi di negeri tercinta ini.  Kami berharap kepada para tokoh hidup bersama di negeri kita tercinta ini sungguh dapat menjadi teladan dalam hidup damai sejahtera sejati, saling bersaudara dan saling mengasihi, sebagai bukti pengahayatan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, dasar negara Republik Indonesia tercinta.

"Terpujilah Engkau, Tuhan, Allah nenek moyang kami, yang patut dihormati dan ditinggikan selama-lamanya, terpujilah namaMu yang mulia dan kudus, yang patur dihormati dan ditinggikan selama-lamanya. Terpujilah Engkau dalam BaitMu yang mulia dan kudus, Engkau patut dinyanyikan dan dimuliakan selama-lamanya" (Dan 3:52-53)

 Ign  19 Juni 2011