Minggu, 27 Februari 2011

1 Maret - Sir 35: 1-12; Mrk 10:28-31

"Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!"
(Sir 35: 1-12; Mrk 10:28-31)


"Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."(Mrk 10:28-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Hidup terpanggil sebagai imam, bruder atau suster harus meninggalkan segala sesuatu dan kemudian dengan setia mengikuti Yesus, sebagai sahabat Yesus, hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Ada orang yang mengatakan dengan meninggalkan segala sesuatu tersebut akan merasa kesepian, padahal yang terjadi adalah sebaliknya sebagaimana Ia sabdakan, yaitu :"akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan lading, sekalipun harus disertai berbagai penganiayaan". Pengalaman saya pribadi apa yang disabdakan oleh Yesus tersebut sungguh menjadi kenyataan. Penganiayaan yang terjadi adalah tidak boleh memiliki, dan hanya boleh menggunakan sesuai dengan tujuan pelayanan atau kerasulan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan generasi muda dan anak-anak untuk tidak takut menanggapi panggilan menjadi imam, bruder atau suster. Memang juga ada bentuk penganiayaan, yaitu  tidak dapat menikmati apa yang menjadi dambaan banyak orang, yaitu kenikmatan hubungan seksual sebagai suami-isteri. Apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa "yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu" juga menjadi kenyataan, artinya dengan melayani secara rendah hati terhadap semua orang, akhirnya 'dihormati' oleh banyak orang. Kami juga mengingatkan siapapun yang beriman kepada Yesus Kristus, meskipun tidak menjadi imam, bruder atau suster untuk memfungsikan dan menghayati aneka harta benda dan kenikmatan phisik sebagai wahana untuk semakin berbakti kepada Tuhan alias beriman. Dengan kata lain hendaknya menyikapi harta benda dan kenikmatan phisik sebagai sarana bukan tujuan.


•    "Jangan tampil di hadirat Tuhan dengan tangan yang kosong, sebab semuanya wajib menurut perintah. Persembahan orang jujur melemaki mezbah, dan harumnya sampai ke hadapan Yang Mahatinggi. Tuhan berkenan kepada korban orang benar, dan ingatannya tidak akan dilupakan" (Sir 35:4-6).Kapan kita 'tampil di hadirat Tuhan'?  Kita tampil di hadirat Tuhan antara lain ketika kita sedang berdoa atau beribadat serta pada saat dipanggil Tuhan alias menjelang meninggal dunia. "Jangan tampil di hadirat Tuhan dengan tangan kosong" itulah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Dengan kata lain kita diharapkan mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, dan karena  hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki, kuasai serta nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, maka selayaknya sebagai orang beriman kita mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan: hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati. Mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan berarti hidup suci atau benar, sebagaimana pernah kita janjikan ketika dibaptis, yaitu "hanya mengabdi Tuhan saja dan menolak semua godaan setan". Tubuh kita serta segala jenis harta benda atau kekayaan kita pada dasarnya netral, artinya dapat menjadi jalan ke sorga atau jalan ke neraka, dan sebagai orang beriman kita diharapkan menjadikannya jalan ke sorga. Kita berasal dari Tuhan/sorga dan harus kembali kepada Tuhan/sorga. Semoga kita tidak memfungsikan anggota tubuh kita sebagai 'hamba setan' melainkan sebagai 'hamba Tuhan', demikian pula aneka harta benda dan kekayaan. Kita juga diingatkan agar hidup dan bertindak jujur, tidak pernah korupsi atau berbohong. Maka baiklah sekali lagi saya kutipkan apa jujur itu. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17).

"Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!" Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim. "Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu! Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku" (Mzm 50:5-8)


Jakarta, 1 Maret 2011



28 Feb - Sir 17:24-29; Mrk 10:17-27

"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah."

(Sir 17:24-29; Mrk 10:17-27)

 

"Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja. Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!" Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah." (Mrk 10:17-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Masih maraknya tindak korupsi hampir di semua bidang dan kehidupan bersama masa kini menunjukkan bahwa sikap materialistis begitu menjiwai banyak orang. UUD = Ujung-Ujungnya Duit itulah muara setiap permasalahan yang muncul masa kini. Orang bersikap mental materilistis berarti begitu mempercayakan diri pada materi (harta benda atau uang), sehingga kurang atau tidak percaya kepada Tuhan, tidak atau kurang beriman. Mereka kalau tidak menghasilkan harta benda atau uang tidak bertindak apapun. Sebagai orang beriman kita diharapkan mempercayakan diri seutuhnya kepada Allah, dan percayalah bahwa "segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah", artinya dengan mempercayakan diri seutuhnya kepada Allah kita dapat mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan atau dikehendaki oleh Allah. Maka jika mendambakan hidup kekal, mulia dan berbahagia selamanya di sorga setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan, marilah cara hidup dan cara bertindak kita usahakan senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan kata lain marilah kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, meskipun untuk itu harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Percayalah bahwa bersama dan bersatu dengan Allah kita akan mampu mengatasi aneka tantangan dan hambatan.

·   "Untuk orang yang menyesalpun Tuhan membuka jalan kembali, dan orang yang kehilangan ketabahan hati dilipur oleh-Nya. Berpalinglah kepada Tuhan dan lepaskanlah dosa, berdoalah di hadapan-Nya dan berhentilah menghina" (Sir 17:24-25). Kiranya kita semua adalah orang berdosa, namun marilah kita sadari dan hayati bahwa kita juga dipanggil oleh Allah untuk bertobat atau memperbaharui diri. Salah satu bentuk dosa yang kita lakukan adalah 'menghina' atau melecehkan orang lain, antara lain membesar-besarkan kesalahan dan kekurangan orang lain atau menuduh salah orang lain, padahal yang sebenarnya mereka tak bersalah. "Berdoalah di hadapan-Nya dan berhentilah menghina", demikian peringatan yang hendaknya kita indahkan. Berdoa antara lain mengarahkan hati sepenuhnya kepada Tuhan, sehingga perhatian senantiasa terarah kepada Tuhan yang hidup dan berkarya dalam ciptaan-ciptaanNya, antara lain dalam diri manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Maka marilah kita perhatikan karya Allah dalam diri kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Dengan kata lain marilah kita saling bersikap positif satu sama lain, melihat dan mengimani kebaikan yang ada dalam diri kita. Marilah kita hayati bahwa Tuhan mahamurah dan maha kasih, maka hendaknya jangan takut menyesali dosa dan kesalahan di hadapan Tuhan melalui sesama atau saudara-saudari kita. Para orangtua, pendidik/guru atau pemimpin kami harapkan dapat menjadi teladan dalam menyesali dosa dan mengakui kesalahan bagi anak-anaknya, peserta didik atau bawahannya.

 

"Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya. Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak" (Mzm 32: 5-7)

 

Jakarta, 28 Februari 2011


Jumat, 25 Februari 2011

Minggu Biasa VIII - Yes 49:14-15; 1Kor 4:1-5; Mat 6:24-34

"Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?

Mg Biasa VIII: Yes 49:14-15; 1Kor 4:1-5; Mat 6:24-34


Beberapa tahun lalu Indonesia pernah diberitakan akan mengalami krisis pangan. Maka tidak sedikit orang kaya atau berduit tergoda untuk memborong aneka bahan makanan dan minum di supermarket-supermarket atau di mall-mall. Waktu itu kebetulan saya menjadi Pater Unit, salah satu komunitas para frater SJ, yang sedang tugas belajar di STF Driyarkara – Jakarta. Beberpa frater mengusulkan sesuatu kepada saya, yaitu mohon izin dan dukungan untuk berbelanja bahan mentah makanan yang dapat disimpan cukup lama untuk jangka waktu tiga atau empat bulan, entah itu beras, gula, mie instant dst… Mereka khawatir kalau sungguh terjadi krisis pangan dan tidak dapat makan selayaknya seperti biasa. Mendengarkan usulan tersebut dengan tegas saya tolak: "Kalau anda menumpuk makanan, maka kasihan mereka yang miskin dan berkekurangan". Memang orang-orang kaya atau berduit pada umumnya memiliki kecenderungan untuk menumpuk atau mengumpulkan kekayaan untuk 'tujuh turunan', sehingga cukup banyak orang menderita kekurangan. Begitulah sikap hidup materialistis yang masih menjiwai cara hidup dan cara bertindak banyak orang. Maka baiklah kita renungkan sabda Yesus hari ini.

 

"Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?"(Mat 6:25)

 

Hidup memang butuh makanan secukupnya dan memadai, yang kami maksudkan adalah makanan yang sehat dan bergizi sesuai dengan kebutuhan hidup. Namun dalam kenyataan sering orang begitu menekankan makanan enak, yang sebenarnya tidak atau kurang sehat, sehingga mengganggu hidup. Agar kita dapat hidup sehat, segar bugar dan tak pernah jatuh sakit dibutuhkan selain makanan bergizi yang memadai juga butuh olahraga dan istirahat atau rekreasi secukupnya. Hendaknya anak-anak sedini mungkin dibiasakan makan sesuai dengan pedoman 'empat sehat lima sempurna' serta berolahraga. Olahraga yang baik adalah 'jogging' yaitu: berjalan cepat, lari atau renang. Yang murah meriah dan dapat dilakukan siapa saja hemat saya adalah berjalan cepat atau lari. Kami berharap anda semua menikmati makanan yang sehat dan bergizi, makan dan minum berpedoman pada sehat dan tidak sehat, bukan enak dan tidak enak.

 

Yang mungkin menarik juga untuk kita bicarakan adalah relasi antara tubuh dan pakaian. Kita diingatkan bahwa tubuh lebih penting daripada pakaian. Fungsi utama pakaian adalah melindungi tubuh agar tetap sehat wal'afiat dan tahan atau tabah terhadap aneka ancaman penyakit atau virus. Namun jika dicermati apa yang terjadi masa kini adalah bahwa pakaian berfungsi untuk pamer kekayaan atau gengsi. Maaf, pada umumnya yang suka akan pamer pakaian, assesori atau perhiasan berlebihan adalah rekan-rekan perempuan, termasuk juga jenis parfum yang menusuk hidung, dst.. Baiklah kami ingatkan pada kita semua: marilah kita berpakaian dengan sederhana saja, yang penting sehat bagi tubuh dan jauhkan cara berpakaian atau menggunakan aneka perhiasan yang merangsang orang lain untuk berbuat dosa, entah tergerak untuk mencopet, menodong atau merampok dan 'ngrasani' yang pada umumnya berbicara yang jelek dan kurang sopan.

 

Hidup kita masing-masing adalah anugerah Tuhan, maka kita tidak dapat hidup seenaknya melainkan harus sesuai dengan kehendak atau perintah Tuhan. Karena hidup adalah anugerah Tuhan, maka segala sesuatu yang menyertai kita, yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, yang kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita. Dengan demikian selayaknya kita hidup penuh syukur dan terima kasih, dan kemudian memfungsikan syukur dan terima kasih tersebut dengan berbuat baik kepada saudara-saudari atau sesama kita dimanapun dan kapanpun. Marilah kita fungsikan semua anggota tubuh kita sesuai kita diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, sehingga gerak dan derap langkah anggota-anggota tubuh kita mendorong orang lain untuk semakin berbakti kepada Allah, semakin beriman. Maka baiklah kita renungkan ajakan atau kesaksian Paulus di bawah ini. 

 

"Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai." (1Kor 4:1-2).   

 

Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita kiranya boleh disebut 'sebagai hamba-hamba Kristus'. Seorang hamba yang baik senantiasa setia dan taat kepada 'tuan'nya, ia melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh tuannya, ia dapat dipercaya oleh tuannya. Maka sebagai hamba Kristus berarti dengan rendah hati dan bantuan rahmat Allah kita senantiasa berusaha untuk melaksanakan kehendak atau ajaran Yesus Kristus. Seluruh ajaran atau kehendak Yesus Kristus hemat saya dapat diringkas atau dipadatkan dalam kehendak atau perintah untuk 'saling mengasihi' sebagaimana Allah telah mengasihi. Kita dipanggil untuk mengasihi Allah dan sesama manusia dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tenaga.

 

Saling mengasihi yang demikian itu kiranya pernah dialami atau dihayati oleh suami dan isteri yang saling mengasihi, yang antara lain ditandai dengan hubungan seks, yang memungkinkan berbuahkan kasih, yaitu anak manusia. Bukankah anda sebagai suami isteri ketika melakukan hubungan seks merupakan perwujudan saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh/kekuatan? Maka kami berharap anda bersama-sama dapat menjadi teladan sebagai 'hamba-hamba Kristus', dan dengan demikian juga layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus Kristus.

 

Menjadi orang yang dapat dipercaya dan saling percaya satu sama lain pada masa kini kiranya sungguh merupakan tantangan atau masalah.  Ada gejala yang sungguh menarik: ketika belum ada HP kiranya anda jarang menghubungi/menilpon suami, isteri, anak, sahabat atau rekan anda, namun ketika masing-masing memiliki HP mungkin begitu sering berkomunikasi atau menilpon, yang antara lain menanyakan keberadaan masing-masing. Suatu pertanyaan: kalau saya sering menilpon suami, isteri atau anak saya itu merupakan tanda kasih atau curiga? Jika jujur menjawab pertanyaan ini kiranya kebanyakan dari kita akan menjawab bahwa karena curiga alias kurang percaya. Dengan kata lain hemat saya HP dapat merongrong atau mengurangi saling percaya antar kita. Jika kita mudah curiga dan kurang percaya kepada saudara-saudari atau sahabat-sahabat kita, kiranya kita juga kurang percaya kepada Allah dan kita sendiri sebenarnya juga sulit untuk dipercaya. Maka baiklah saya mengingatkan kita semua: hendaknya memfungsikan HP untuk lebih saling memperdalam kepercayaan antar kita, dengan kata lain ketika anda merasa curiga pada suami, isrteri atau anak anda, hendaknya segera berdoa saja: persembahkan suami, isteri atau anak anda kepada Allah.

 

"Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah. Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita."(Mzm 62:6-9)

 

Jakarta, 27 Februari 2011


Kamis, 24 Februari 2011

26 Feb - Sir 17:1-15; Mrk 10:13-16

"Orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah."

(Sir 17:1-15; Mrk 10:13-16)

 

"Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka."(Mrk 10:13-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Anak-anak atau generasi muda hemat saya lebih suci daripada orangtua atau generasi tua. Mengapa? Karena tambah usia dan pengalaman pada umumnya juga bertambah dosa-dosanya, dengan kata lain semakin tua semakin banyak dosanya. Maka marilah kita renungkan sabda Yesus :"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya". Anak-anak kecil pada umumnya bersifat polos, jujur dan terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang terus menerus alias berubah terus menerus menuju ke kedewasaan. Maka marilah kita senantiasa hidup dengan jujur dan terbuka. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang ,berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur- Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Orang jujur akan hancur untuk sementara tetapi akan mulia dan mujur untuk selamanya. Hidup jujur pasti akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, maka baiklah melengkapi hidup jujur kita terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan. Marilah siap sedia dan terbuka terhadap aneka macam bantuan dan dukungan dari orang lain dalam menghadapi aneka macam masalah, tantangan dan hambatan. Hidup jujur serta menjadi pejuang dan pembela kebenaran harus berani membuka diri terhadap aneka macam sapaan dan sentuhan dari orang lain, entah yang bersifat melawan maupun mendukung.


·   "Langkah laku manusia selalu terbentang di hadapan Tuhan, dan tak tersembunyi bagi mata-Nya" (Sir 17:15). Kutipan ini kiranya merupakan dukungan bagi hidup jujur dan terbuka, sebaliknya merupakan tantangan dan peringatan  bagi para penipu, pembohong dan koruptor. Kutipan di atas ini kiranya senada dengan peribahasa  "Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga". Maka kami mengingatkan para penipu, pembohong dan koruptor untuk bertobat. Lebih baik mengakui kesalahan saat ini daripada nanti harus diadili di muka umum karena kejahatan anda. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaharui atau bertobat. Ingatlah hai para penipu dan pembohong, karena sekali menipu dan berbohong ada kemungkinan anda akan tergerak untuk lebih menipu dan berbohong. Ketika ada tuduhan atas penipuan dan kebohongan anda, kiranya anda akan semakin menipu dan berbohong dalam menanggapi tuduhan tersebut. Akhirnya semakin menipu dan berbohong akan segera ketahuan juga kebejatan moral anda. Maka dengan ini kami berseru kepada mereka yang terlibat dalam kasus korupsi dalam 'kasus Bank Century maupun kasus Gayus' untuk jujur dan terbuka dengan segera. Cukup menarik jika mencermati pemberitaan dalam aneka media massa, misalnya TV. Kami melihat kasus ketegangan agama dibuat-buat dan dibesar-besarkan dengan harapan masyarakat terkuras perhatiannya pada masalah kerukunan hidup beragama dan mengesampingkan masalah korupsi. Ingatlah hai para penipu, pembohong dan koruptor bahwa masyarakat masa kini cukup terdidik dan kritis terhadap aneka bentuk penyelewengan. "Mata-mata Tuhan" ada dimana-mana, karena Tuhan berkarya kapan saja dan dimana saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Kejahatan para penipu, pembohong dan koruptor telah menjadi bahan pembicaraan di masyarakat kita, bagaikan 'proses pengadilan' yang pada waktunya dapat meledak dalam bentuk revolusi sebagaimana baru saja terjadi di Tunisia dan Mesir, yang kemudian menggema di negara-negara wilayah Timur Tengah. Sarana komunikasi memang membantu hidup jujur dan terbuka.

 

"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu" (Mzm 103:13-17)

 

Jakarta, 26 Februari 2011


25 Feb - Sir 6:5-17; Mrk 10:1-12

"Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?"

(Sir 6:5-17; Mrk 10:1-12)

 

"Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situ pun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula. Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?" Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah." (Mrk 10:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Jumlah perceraian di Indonesia telah mencapai angka yang sangat fantastis. Tercatat, pada tahun 2007, sedikitnya 200 ribu pasangan melakukan pisah ranjang alias cerai. Meski angka perceraian di negara ini tidak setinggi di Amerika Serikat dan Inggris (mencapai 66,6% dan 50% dari jumlah total perkawinan), namun angka perceraian di Indonesia ini sudah menjadi rekor tertinggi di kawasan Asia Pasifik." (http://arifjulianto.wordpress.com). Godaan untuk bercerai pada umumnya ada pada kaum lelaki, yang dengan mudah menyeleweng atau berselingkuh. Hal ini kiranya juga terjadi pada zaman Yesus, maka ada pertanyaan kepadaNya "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?". Maka baiklah dengan ini kami mengingatkan dan mengajak rekan laki-laki untuk tidak menyeleweng dan berselingkuh, secara khusus kami berpesan pada rekan pemuda atau jejaka untuk tidak dengan mudah tergoda dan melakukan hubungan seksual dengan pacarnya atau lawan jenisnya. Kita semua dipanggil untuk setia pada panggilan dan jati diri kita masing-masing. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Ingat bahwa anda yang menjadi suami-isteri telah berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untuk maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. Kami berharap para suami-isteri dapat menjadi saksi saling mengasihi sampai mati.


·   "Sahabat setiawan merupakan perlindungan yang kokoh, barangsiapa menemukan orang serupa itu sungguh mendapat harta. Sahabat setiawan tiada ternilai, dan harganya tidak ada tertimbang. Sahabat setiawan adalah obat kehidupan, orang yang takut akan Tuhan memperolehnya. Orang yang takut akan Tuhan memelihara persahabatan dengan lurus hati, sebab seperti ia sendiri demikianpun temannya."(Sir 6:14-17). Sahabat dalam bahasa Latin adalah socius, yang dapat berarti bersama-sama, bersatu, terikat. Persahabatan sejati diikat oleh cintakasih, yang bersifat bebas, tak terbatas. Tidak terbatas tersebut dalam ikatan suami-isteri disimbolkan dengan saling mengenakan cincin yang bulat, tiada ujung dan pangkalnya alias tak terbatas.Cincin dikenakan pada jari manis dengan harapan dalam saling mengasihi senantiasa dalam keadaan manis dan lurus hati. Manis sejati memang muncul atau lahir dari hati yang lurus atau suci. Tanda orang saling bersahabat dan mengasihi antara lain mereka semakin mirip satu sama lain, dan bagi suami-isteri semakin nampak bagaikan manusia kembar, meskipun berbeda satu sama lain. Sekali lagi kami mengingatkan:  hendaklah aneka perbedaan antar kita dijadikan daya tarik untuk saling mendekat, mengenal dan bersahabat, sebagaimana laki-laki dan perempuan berbeda satu sama lain tergerak untuk saling mendekat dan mengenal. Persahabatan sejati senantiasa saling menjunjung tinggi harkat martabat manusia, saling menghormati dan melayani, saling membahagiakan dan menyelamatkan. Kami juga berharap kepada segenap anggota keluarga dan komunitas, sebagai komunitas basis, dapat menjadi teladan dalam hidup bersahabat satu sama lain; hendaknya sering diselenggarakan curhat antar anggota keluarga, berdoa dan bercakap-cakap bersama.

 

"Terpujilah Engkau, ya TUHAN; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan. Lakukanlah kebajikan kepada hamba-Mu ini, supaya aku hidup, dan aku hendak berpegang pada firman-Mu."(Mzm 119:12.16-17)

         

Jakarta, 25 Februari 2011 


24 Feb - Sir 5:1-8; Mrk 9:41-50

"Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu"

(Sir 5:1-8; Mrk 9:41-50)

 

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya."  "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.  Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;  [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.]  Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka;  [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.]  Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka,  di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam. Karena setiap orang akan digarami dengan api.  Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain." (Mrk 9:41-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Warta Gembira hari ini sarat atau penuh dengan nasihat atau ajaran, dan semuanya itu kiranya dapat diringkas dalam sabda Yesus: "Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain". Garam berfungsi melezatkan makanan, sehingga orang yang menikmati makanan gembira dan bahagia, berdamai dengan semua orang. Dalam Warta Gembira hari ini kita diingatkan untuk memperhatikan anak-anak kecil dan memfungikan anggota-anggota tubuh kita untuk berbuat baik, tidak menyakiti orang lain. Pertama-tama kami mengajak dan mengingatkan pentingnya memperhatikan anak-anak, maka baiklah kita berani memboroskan waktu dan tenaga untuk mendampingi, mendidik dan membina anak-anak agar mereka tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman. Tidak memperhatikan anak-anak dengan baik berarti membunuh masa depan kita sendiri. Memfungsikan anggota-anggota tubuh untuk berbuat baik kepada orang lain kiranya harus menjadi cara hidup dan cara bertindak kita. Dalam hal berkata-kata hendaknya sopan, penuh hormat dan tidak keras dan marah-marah; semoga kata-kata kita tidak menusuk hati orang lain sehingga mereka sakit hati. Marilah kita fungsikan mata, kaki dan tangan kita untuk berbuat baik bagi orang lain dimanapun dan kapanpun. Misalnya tangan untuk membelai-belai, mata untuk melihat apa-apa yang baik, mulia dan luhur, dst.. Maka ketika anda merasa bahwa apa yang akan dikatakan atau dilakukan akan menyakiti hati orang lain, hendaknya mengendalikan diri alias 'diam saja'.

·   "Baik belas kasihan maupun kemurkaan ada pada Tuhan, dan geram-Nya turun atas orang jahat. Jangan menunda-nunda berbalik kepada Tuhan, jangan kautangguhkan dari hari ke hari. Sebab tiba-tiba meletuslah kemurkaan Tuhan, dan pada saat hukuman engkau dihancurkan.Jangan percaya pada harta benda yang diperoleh dengan tidak adil, sebab tidak berguna sedikitpun pada hari sial" (Sir 5:6-8). Dari kutipan ini kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan adalah "Jangan percaya pada harta benda yang diperoleh dengan tidak adil". Aneka macam bentuk korupsi masih marak di negeri kita dalam berbagai tingkat atau bidang kehidupan bersama di masyarakat, sehingga ada kemungkinan sulit bagi kita untuk mengetahui mana harta yang diperoleh tidak adil. Namun kiranya kita dapat mengetahui, misalnya gaji para pejabat Negara maupun pegawai negeri dapat diketahui dalam peraturan gaji. Maka jika memperhatikan dan mencermati peraturan gaji kiranya cukup banyak harta benda yang dimiliki atau dinikmati para pejabat dan pegawai diperoleh dengan tidak adil alias dari korupsi. Jika para pejabat dan pegawai negeri melakukan korupsi, maka tidak mustahil rakyat ikut-ikutan. Baiklah kami mengajak kita semua untuk memberantas aneka bentuk korupsi, dan tentu saja kita sendiri harus dapat menjadi contoh sebagai orang yang tidak korupsi sedikitpun. Harta benda atau uang dapat menjadi 'jalan ke sorga' atau 'jalan ke neraka', dan kita semua dipanggil untuk memfungsikan harta benda atau uang sebagai 'jalan ke sorga' alias untuk berbuat baik kepada saudara-saudari kita. Harta benda atau uang pada dasarnya bersifat social, maka semakin memiliki banyak harta benda atau uang hendaknya juga semakin social.

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mzm 1:1-4)

 

Jakarta, 24 Februari 2011


Selasa, 22 Februari 2011

23 Feb - Sir 4:11-19; Mrk 9:38-40

"Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita."

(Sir 4:11-19; Mrk 9:38-40)

 

"Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."  Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." (Mrk 9:38-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Polikarpus, uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Salah satu fungsi uskup atau pemimpin adalah pemersatu dan pendamai. Fungsi ini kiranya pada masa kini sungguh mendesak dan up to date, mengingat dan memperhatikan masih maraknya permusuhan dan tawuran di sana-sini dalam hampir berbagai hidup bersama di tengah masyarakat maupun hidup beragama. Belum lama ini ada gerakan bersama lintas agama mengangkat masalah kebohongan pemerintah yang menunjukkan kebersamaan dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Namun tak lama kemudian terjadi kasus yang sungguh memprihatihkan terjadi di Pandeglang dan Temanggung: pembunuhan umat beragama, perusakan dan pembakaran tempat ibahat. Konon kasus ini ada issue dibuat oleh kelompok tertentu atau pejabat tertentu untuk mengalihkan perhatian rakyat pada masalah korupsi atau usaha menghancurkan kerukunan umat beragama. "Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita", demikian sabda Yesus, yang hendaknya kita hayati bersama. Mereka yang menjadi korban kerusuhan dan perusakan adalah kelompok minoritas, yang tidak pernah melawan atau menyakiti kelompok mayoritas. Atau ada oknum minoritas sedikit menyakiti kelompok mayoritas dan balas dendam dari kelompok mayoritas sungguh mengerikan. Kami percaya dari kedalaman hati kita masing-masing tidak ada minat dan niat untuk melawan atau menyakiti orang lain, dan yang sering terjadi adalah ketidaktahuan atau keterbatasan pribadi atau kelompok. Maka baiklah ketika kita merasa disakiti tidak segera balas dendam, melainkan segera mawas diri: adakah sesuatu dari cara hidup atau cara bertindak kita yang tidak baik atau tidak pada tempatnya, sehingga mengganggu orang lain atau melihat dengan rendah hati apakah mereka yang menyakiti kita sungguh bermaksud jahat atau tidak tahu atas apa yang mereka lakukan. Dengan kata lain marilah kita sebagai umat beriman senantiasa hidup dan bertindak sebagai pemersatu dan pendamai.

·   "Barangsiapa melayani kebijaksanaan bergilir bakti kepada Yang Kudus, dan siapa mencintainya dicintai oleh Tuhan.Siapa mendengarkannya akan memutuskan yang adil, dan aman sentosalah kediaman orang yang mengindahkannya" (Sir 4:14-15). Kutipan ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita bersama. "Barangsiapa melayani kebijaksanaan bergilir bakti kepada Yang Kudus", inilah yang sebaiknya kita renungkan atau refleksikan. Cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun diharapkan bijak, artinya menyelamatkan jiwa kita pribadi maupun jiwa mereka yang kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita. Hemat saya apa yang disebut bijak senantiasa menyelamatkan jiwa. Dengan kata lain marilah keselamatan jiwa maupun senantiasa menjadi pedoman dan acuan cara hidup dan cara bertindak kita. Memang alangkah indahnya jika tubuh atau phisik juga selamat, tidak hanya jiwa saja. Hal ini jika kita terapkan dalam pelayanan pendidikan, entah pendidikan formal maupun informal, berarti pendidikan berpegang teguh pada pedoman "pembangunan manusia seutuhnya": hati, jiwa, akal budi maupun tubuh atau phisik. Untuk itu anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina demi pembangunan manusia seutuhnya. Antara lain anak-anak dalam hal makan dan minum berpedoman pada 'empat sehat lima sempurna' dan selama masih bayi disusui oleh ibunya secara memadai. Anak-anak dilatih dalam hidup doa dan berolaraga secukupnya. Itu semua kiranya perlu teladan konkret dari para orangtua atau bapak-ibu. Kita juga diingatkan perihal tindakan adil. Keadilan paling mendasar hemat saya adalah hormat dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, sebagai ciptaan Allah terluhur di dunia ini, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Adil dan bijaksana bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan.

 

"Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka. Aku berpegang pada titah-titah-Mu dan peringatan-peringatan-Mu, sebab seluruh hidupku terbuka di hadapan-Mu. Biarlah bibirku mengucapkan puji-pujian, sebab Engkau mengajarkan ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Biarlah lidahku menyanyikan janji-Mu, sebab segala perintah-Mu benar"(Mzm 119:165.168.171.172)

 

Jakarta, 23 Februari 2011


22 Feb - 1Pet 5:1-4; Mat 16:13-19

"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga"

(1Pet 5:1-4; Mat 16:13-19)

 

"Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Tahta St.Petrus hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Servus servorum" = Hamba dari para hamba, demikian motto Paus atau Bapa Suci dalam rangka mengemban tugas kepemimpinan Gereja Katolik. Maka baiklah kami mengajak siapapun yang menjadi pemimpin di tingkat apapun dan dimanapun untuk menghayati kepemimpinan dengan motto tersebut. Penghayatan motto tersebut antara lain dengan hidup dan bertindak dengan rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kerendahan hati ini sungguh perlu bagi seorang pemimpin, karena ia berfungsi menentukan hidup dan kerja bersama serta apa yang dibijaki senantiasa ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan-bawahannya. Secara khusus kami berharap pada mereka yang beriman pada Yesus Kristus dapat menjadi teladan dalam penghayatan kerendahan hati ini dalam tugas atau pekerjaan serta fungsi apapun. Ingat dan hayati bahwa fungsi, tugas atau pekerjaan yang kita terima merupakan 'anugerah Allah' yang kita terima melalui pemimpin atau atasan kita. Maka hendaknya melaksanakan aneka tugas atau menghayati aneka fungsi sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Perintah atau kehendak Allah antara lain semua manusia selamat dan sehat wal'afiat serta damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Hendaknya diusahakan semua orang yang dipimpin sungguh bahagia dan bergairah dalam rangka menjalankan fungsi-fungsinya dalam hidup dan kerja bersama.

·   "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu" (1Pet 5:2-3), demikian nasihat Petrus kepada para pemimpin. Pemimpin adalah gembala, maka menghayati kepemimpinan dengan semangat gembala. Semangat gembala ini kiranya kurang lebih sama dengan motto Ki Hajar Dewantoro, yaitu "ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani" = keteladanan, pemberdayaan dan motivasi. Yang cukup mendesak dan up to date masa kini dan juga dinasihatkan oleh Petrus adalah keteladanan. Krisis keteladanan merupakan salah satu bentuk krisis yang masih memprihatinkan sampai masa kini, mengingat dan memperhatikan aneka berita dan peristiwa yang sering terjadi. Para pemimpin atau atasan melakukan korupsi dan kebohongan, sehingga rakyat ikut-ikutan dalam aneka bentuk. Para pemimpin kurang atau tidak tegas mendorong rakyat hidup bebas seenaknya tanpa aturan dan tata tertib. Para pemimpin bersikap dan bertindak mencari keuntungan diri sendiri, maka rakyat mau tak mau bersikap mental materialistis. Ingatlah dan sadari hai para pemimpin bahwa apa yang anda lakukan dan katakan dilihat dan didengar banyak orang serta mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak banyak orang. Maka hendaknya para pemimpin dapat menjadi teladan kerendahan hati. Ingat dan sadari bahwa keberhasilan karya dan pelayanan anda sebagai pemimpin adalah kebaikan umum, artinya semua orang yang dipimpin hidup bahagia dan damai sejahtera semuanya.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa."

 (Mzm 23)

Jakarta, 22 Februari 2011


Minggu, 20 Februari 2011

21 Feb - Sir 1:1-10; Mrk 9:14-29

"Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

(Sir 1:1-10; Mrk 9:14-29)

 

"Maka kata Yesus kepada mereka: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!"  Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa. Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya.  Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami."  Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"  Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"  Ketika Yesus melihat orang banyak makin datang berkerumun, Ia menegor roh jahat itu dengan keras, kata-Nya: "Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!"  Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya  seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: "Ia sudah mati."  Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri. Ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?" Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa." (Mrk 9:19-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Percaya dan tidak percaya atau beriman atau tidak beriman erat kaitannya dengan suskses atau tidak sukses dalam melaksanakan tugas pengutusan, Motivator, Bapak Andrie Wongso antara lain mengatakan "Selama kita memiliki kemauan, keuletan dan keteguhan hati, besi batangan pun bila digosok terus-menerus pasti akan menjadi sebatang jarum …Milikilah keteguhan hati"(Andrie Wongso: 15 Widom Success, PT Elex Media Komputindo, Kelompk Gramedia – Jakarta 2005, hal 5). Apa yang menjadi motto dari Bapak Andrie Wongso ini kiranya dekat atau senada dengan apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya". Maka kami mengajak dan mengingatkan kita semua, baik yang sedang bertugas untuk belajar maupun bekerja untuk dengan kemauan, keuletan dan keteguhan hati alias dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau kekuatan dalam melaksanakan aneka macam tugas pengutusan atau pekerjaan, jika mendambakan kesuksesan. Kami berharap hal ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah dengan teladan konkret dari para orangtua dan guru/pendidik. Memang keteguhan hati perlu disertai dengan doa-doa, permohonan rahmat dan kekuatan dari Tuhan.


·   "Segala kebijaksanaan dari Tuhan asalnya, dan ada pada-Nya selama-lamanya."(Sir 1:1), demikian kata penulis Kitab Sirach. Marilah kutipan ini kita jadikan pedoman dan haluan cara hidup dan cara bertindak kita kapanpun dan dimanapun. Dari kita manusia yang lemah dan rapuh ini kiranya hanya sampai dengan kebijakan dan belum sampai pada kebijaksanaan, dan itupun mungkin sering bijak sana dan bijik sini alias asal-asalan saja selama masih berkuasa atau berwenang. Kebijaksanaan bagi kita mungkin dapat diusahakan dalam kebersamaan atau gotong-royong, maka marilah kita saling membantu dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun. Untuk itu hendaknya kita saling komunikatif dan curhat untuk berbagai anugerah atau rahmat Tuhan yang kita terima karena kemurahan HatiNya. Untuk itu kita juga harus saling mendengarkan dengan rendah hati. Secara khusus kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam hidup atau kerja bersama, para pemimpin atau petinggi untuk menghayati kepemimpinan partisipatif, tidak diktator atau sewenang-sewenang seenaknya sendiri. Hendaknya para pemimpin atau petinggi secara rutin 'turun kebawah'/turba untuk mendengarkan harapan dan dambaan, suka-duka dari mereka yang harus kita pimpin atau layani. Pemimpin atau petinggi selanjutnya menanggapi harapan, dambaan dan suka-cita mereka setelah mempertimbangkan semuanya dengan para pembantu atau penasihatnya. Para pemimpin atau petinggi kami harapkan sungguh beriman dan berdoa untuk mohon kebijaksanaan dari Tuhan. Dengan kata lain pemimpin atau petinggi hendaknya juga menjadi teladan dalam hidup beriman.

 

"TUHAN adalah Raja, Ia berpakaian kemegahan, TUHAN berpakaian, berikat pinggang kekuatan. Sungguh, telah tegak dunia, tidak bergoyang; Peraturan-Mu sangat teguh; bait-Mu layak kudus, ya TUHAN, untuk sepanjang masa" (Mzm 93:1.5)

 

Jakarta, 21 Februari 2011


Sabtu, 19 Februari 2011

Minggu Biasa VII - Mg Biasa VII : Im 19:1-2.17-18; 1Kor 3:16-23; Mat 5:38-48

"Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu".
Mg Biasa VII : Im 19:1-2.17-18; 1Kor 3:16-23; Mat 5:38-48

Ketika Paus Yohanes Paulus II telah sembuh dari sakit karena ditembak oleh seseorang, maka Yang Mulia segera mendatangi si penembak di penjara untuk mengampuni kesalahan dan dosa-dosanya. Apa yang dilakukan oleh Paus ini kiranya sesuai dengan sabda Yesus: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Memang untuk menghayati sabda Yesus ini pada masa kini sungguh merupakan tantangan dan berat, namun demikian marilah kita yang beriman kepadaNya dengan rendah hati dan bekerjasama berusaha untuk saling mendoakan dan mengampuni terhadap siapapun dan dimanapun.


"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Mat 5:43-44). Pada umumnya orang dengan mudah membalas dendam terhadap orang yang telah menyakitinya, dan balas dendamnya juga lebih berat dan hebat, sebagai contoh apa yang terjadi dengan kerusuhan yang dilakukan oleh kelompok tertentu di negeri ini, antara lain sampai membunuh orang, membakar dan merusak fasilitas ibadat agama lain, dst.. Bahkan ada orang dirasani sedikit dengan mudah menjadi marah-marah dan geram berusaha mencari orang yang 'ngrasani', dan jika bertemu pasti akan dibalas dengan tindakan phisik yang menyakitkan. Saya melihat dan memperhatikan bahwa balas dendam ini sampai kini masih terjadi di tingkat akar rumput sampai dengan tingkat tinggi, di antara rakyat biasa sampai dengan pejabat tinggi/Negara.

Kita semua kiranya memiliki 'musuh', dan bohong jika mengatakan tidak memiliki 'musuh'. Apa yang saya maksudkan dengan 'musuh' di sini adalah apa-apa saja yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau tak berkenan di hati, entah itu orang, makanan atau minuman, binatang, tanaman, situasi, dst.. Bahkan juga ada orang yang memusuhi sinar matahari atau air hujan, antara lain selalu melindungi diri dari sinar matahari dengan aneka cara dan mengubah tanah resapan air hujan atau penampungan air hujan menjadi bangunan beton yang kokoh, tak tembus air. Dampak dari memusuhi ini adalah penderitaan umat manusia. Sebagai murid atau pengikut Yesus kita dipanggil untuk mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang membenci atau menyakiti kita, maka marilah kita lihat dan kenangkan apa dan siapa saja yang memusuhi dan membenci kita, kemudian kita kasihi dan doakan.


Sebagai contoh  sederhana dan umum adalah makanan dan cuaca. Hendaknya dalam hal makan berpedoman pada sehat dan tidak sehat, bukan enak dan tidak enak; dengan kata lain jika makanan sehat hendaknya disantap saja, meskipun tidak enak, kalau perlu langsung telan saja karena Tuhan telah menganugerahkan mesin pengolah makanan yang hebat dalam tubuh kita. Demikian juga dalam hal cuaca, hendaknya nikmati saja cuaca dingin atau panas untuk melatih kekebalan dan memperkembang-kan serta mengkokohkan anti-body dalam tubuh kita. Ingat dan sadari ketika ada wabah penyakit, kita sering menerima vaksin, yang tidak lain adalah ke dalam tubuh kita disuntikkan virus untuk memancing kekebalan tubuh. Memang virus-virus bertebaran di udara bebas, sehingga mereka yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang memadai pasti akan jatuh sakit, sebaliknya pada orang yang memiliki kekeban tubuh pasti tak akan jatuh sakit. Maka bina dan perdalam kekebalan tubuh antara lain dengan menikmati cuaca apa adanya. Hemat saya ketika orang tidak menghadapi masalah dalam hal makan dan cuaca, maka dengan mudah ia menghayati sabda Yesus "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu", sebaliknya jika ada orang bermasalah dalam hal makanan dan cuaca, maka orang yang bersangkutan dengan mudah juga 'membenci musuh'.  Maka baiklah kita renungkan sapaan Paulus kepada umat di Korintus di bawah ini. 

"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu" (1Kor 3:16-17).

Masing-masing dari kita adalah bait Allah dan "Roh Allah diam di dalam dir kita masing-masing'.  Karena Roh Allah ada di dalam diri kita masing-masing, maka dari cara hidup dan cara bertindak kita akan berbuahkan keutamaan-keutamaan seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri."(Gal 5:22-23). Keutamaan-keutamaan ini hendaknya menjadi senjata dalam rangka menghadapi musuh atau mereka yang menganiaya kita dalam bentuk apapun, dimanapun dan kapanpun. Mungkin baik kita renungkan perihal 'penguasaan diri', yang menurut hemat saya mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan dalam kehidupan bersama kita masa kini.


Jika kita dapat menguasai diri dengan baik, maka sikap kita terhadap orang lain pasti akan lemah lembut dan melayani, sebaliknya jika kita tak dapat menguasai diri, maka sikap terhadap orang lain pasti akan kasar, keras dan menindas. Untuk melatih penguasaan diri antara lain bertapa, matiraga atau lakutapa. Ada nasihat dari orangtua perihal 'topo ing rame' (= bertapa/lekutapa/matiraga dalam keramaian atau hiruk pikuk). Maksud nasihat ini antara lain berkonsentrasi dalam melaksanakan tugas pengutusan tertentu alias mempersembahkan diri seutuhnya kepada tugas yang harus dikerjakan, sehingga tidak tergoda untuk menyeleweng atau 'selingkuh'. Misalnya sebagai pelajar sungguh belajar dan sebagai pekerja sungguh bekerja. Marilah penguasaan diri ini kita biasakan pada anak-anak kita di dalam keluarga dan kemudian diperdalam di sekolah-sekolah.

Kita juga diingatkan bahwa jika kita membinasakan manusia sebagai bait Allah berarti membenci Allah dan dengan demikian kita dengan sendirinya terhukum. Para pembunuh amatiran, bayaran maupun spontanitas kiranya  dirinya merasa takut dan terancam terus menerus, tidak bebas merdeka bergaul dengan siapapun. Sebagai manusia, ciptaan Allah, gambar dan citra Allah, kita semua dipanggil untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi dalam keadaan apapun dan dimanapun. Bagi kita di Indonesia, marilah kita hayati sila kedua dari Pancasila, yaitu "Perikemanusiaan yang adil dan beradab".  Adil dan beradab bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan dan tak dapat dipisahkan. Orang beradab pasti bertindak adil, dan orang adil pada umumnya beradab. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah 'hormat pada atau menjunjung tinggi harkat martabat manusia'., dengan kata lain manusiawi. Jika kita hidup secara manusiawi kiranya akan berkembang dan bergerak ke ilahi atau spiritual, dan dengan demikian kita menghayati diri sebagai 'bait Allah' dan 'Roh Kudus diam dalam diri kita'. Marilah kita hayati nasihat ini ;"Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN"( Im 19:17-18).               

"Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat" (Mzm 103:1-4)



Jakarta, 20 Februari 2011
     





Jumat, 18 Februari 2011

19 Feb - Ibr 11:1-7; Mrk 9:2-13

"Betapa bahagianya kami berada di tempat ini"
(Ibr 11:1-7; Mrk 9:2-13)

"Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka,  dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu.  Maka nampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.  Kata Petrus kepada Yesus: "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."  Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.  Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia."  Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus  seorang diri.  Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati."(Mrk 9:2-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Di dalam psikologi agama dikenal adanya pengalaman mempesona ('fascinosum') dan menghentak ('tremendum'). Entah pengalaman mempesona atau menghentak pada umumnya akan mempengaruhi hidup orang yang mengalami, bahkan yang mengalami sering kemudian menyatakan niat atau kehendak tertentu. Tiga rasul: Petrus, Yakobus dan Yohanes mengalami hiburan rohani yang mendalam atau pengalaman 'fascinosum' di sebuah gunung dan kemudian mereka akan membuat sesuatu. Dalam perjalanan turun gunung Yesus berpesan kepada mereka agar mereka tidak menceriterakan pengalaman tersebut 'sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati'. Dari peristiwa di gunung ini sampai bangkit dari antara orang mati Yesus harus menghadapi aneka penderitaan dan tantangan, dan para murid belum siap sepenuhnya diajak menghadapi penferitaan dan tantangan tersebut. Kita semua kiranya pernah memiliki pengalaman mempesona dalam perjalanan hidup kita, misalnya saat melakukan latihan rohani atau retret, saat saling menerimakan sakramen perkawinan, ditahbiskan menjadi imam atau kaul kekal/akhir, dst.. Kami percaya pada saat-saat macam itu dari kedalaman lubuk hati kita muncul niat atau cita-cita mulia dan indah, meskipun belum tahu persis bagaimana mewujudkan niat atau cita-cita tersebut. Namun demikian baiklah kami mengingatkan kita semua: ketika kita berada dalam keadaan lesu, frustrasi dan takut dalam menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan, marilah kita kenangkan atau hadirkan kembali pengalaman mempesona tersebut, agar kita tetap bergariah, ceria dan dinamis dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan.


•    "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."(Ibr 11:1). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita sebagai umat beriman. Sebagai umat beriman kita diharapkan dalam dan dengan semangat iman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan dengan demikian hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Tuhan. Salah satu perintah Tuhan bagi kita adalah 'saling mengasihi satu sama lain', maka marilah kita hidup saling mengasihi dengan siapapun dan dimanapun, karena kita semua mengakui diri sebagai orang beriman. Kita juga diingatkan bahwa iman adalah 'bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat'.  Kami percaya kita semua memiliki pengalaman ini, misalnya ketika sedang menikmati makanan enak. Bukankah kita tidak pernah mau tahu atau melihat jenis dan macam apa saja bumbu-bumbu  masak  yang dicampur dalam makanan tersebut , melainkan kita percaya sepenuhnya serta langsung menyantap saja. Maka dengan rendah hati kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah pengalaman iman/percaya dalam hal makanan tersebut juga kita hayati dalam bidang kehidupan lainnya setiap hari. Marilah kita tingkatkan saling percaya kita satu sama lain. Kami merasa pada masa kini sungguh terjadi 'krisis kepercayaan antar kita', karena kebanyakan dari kita tidak dapat dipercaya lagi. Maka untuk meningkatkan saling percaya satu sama lain, antara lain saya pribadi harus berusaha keras untuk menjadi orang yang dapat dipercaya.  Menjadi orang dapat dipercaya berarti bermoral dan berbudi pekerti luhur, tidak pernah korupsi, berbohong, menyakiti orang lain dst…


"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.
Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan" (Mzm 145:2-5)





Rabu, 16 Februari 2011

18 Feb - Kej 11:1-9; Mrk 8:34-9:1

"Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."

(Kej 11:1-9; Mrk 8:34-9:1)

 

"Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus. Kata-Nya lagi kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa." (Mrk 8:34-9:1), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sebagai orang  beriman kita tidak dapat berbuat seenaknya hanya mengikuti selera pribadi, demi enaknya sendiri. Kita dipanggil untuk 'menyangkal diri atau menyerahkan nyawa'. Nyawa adalah gairah, semangat atau cita-cita, maka marilah kita persembahkan gairah, semangat atau cita-cita kita kepada Tuhan, secara konkret berarti hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan setiap hari dengan mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Cukup banyak tata tertib, entah itu berupa undang-undang, peraturan, kebijakan dst.. yang harus kita taati dan laksanakan. Rasanya orang-orang Indonesia masih cukup sulit untuk mentaati dan melaksanakan tata tertib, antara lain hal itu nampak di jalanan, dimana para pengendara mobil atau motor maupun pejalan kaki sering melanggar rambu-rambu lalu lintas seenaknya. Apa yang terjadi di jalanan merupakan cermin kwalitas kepribadian warga masyarakat atau bangsa.  Maka juga tidak mengherankan para penegak hukum melaksanakan tugasnya tidak jujur atau tidak sesuai dengan kebenaran karena tergiur oleh uang. Sabda hari ini mengajak kita semua untuk setia pada tugas pengutusan atau panggilan kita masing-masing setiap hari, masing-masing dari kita berfungsi secara optimal dalam fungsi atau peran kita dalam hidup atau bekerja bersama, sebagaimana terjadi dalam anggota tubuh kita. Kebiasaan untuk 'menyangkal diri dan memikul salibnya sendiri' hendaknya sedini mungkin dididikkan pada anak-anak dengan teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu.

·   "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apa pun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing."(Kej 11:6-7), demikian firman Tuhan. Hukuman dari Tuhan ini terjadi karena manusia hidup dan bertindak seenaknya sendiri atau sesuai selera pribadi, sehingga tidak ada kebersamaan. Masing-masing merasa dan menghayati dirinya yang benar secara mutlak dan yang lain salah. Semangat egois secara pribadi maupun kelompok atau golongan/partai hemat saya juga masih terjadi di Indonesia masa kini, antara lain nampak dalam kasus Bank Century maupun Gayus. Entah di DPR maupun dip roses pengadilan terjadi kekacauan karena masing-masing hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. 'Menyelesaikan kasus atau masalah dengan melahirkan kasus atau masalah baru' itulah yang terjadi, sehingga hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kacau balau, krisis kepercayaan, entah percaya diri maupun percaya terhadap orang lain terjadi dan sungguh memprihatinkan. Karena tidak percaya kepada orang lain maka mereka yang tak bermoral dan terdidik main hakim sendiri, dan dengan demikian kekacauan semakin membesar. Marilah kita memakai bahasa yang sama, bukan bahasa masing-masing, yaitu 'bahasa cinta'. Cinta pertama-tama bukan untuk diomongkan atau dijadikan bahan diskusi, melainkan dilaksanakan atau dihayati; cinta lebih berarti dalam tindakan atau perilaku. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'buah cinta' atau 'yang tercinta', maka selayaknya bertemu dengan orang lain atau sesama manusia secara otomatis saling mencintai. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka macam bentuk penyakit dan penderitaan terjadi karena dosa dan kesalahan manusia.

 

"TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri! TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi"

(Mzm 33:10-14)

Jakarta, 18 Februari 2011


17 Feb - Kej 9:1-13; Mrk 8:27-33

"Engkau adalah Mesias!"

(Kej 9:1-13; Mrk 8:27-33)


"Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia. Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."(Mrk 8:27-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Konsekwen atau setia pada apa yang dikatakan atau dijanjikan rasanya tidak mudah. Cukup banyak orang dengan mudah mengatakan atau menjanjikan sesuatu, namun tidak ada pelaksanaannya sedikitpun, sebagaiimana dijanjikan oleh para pemimpin bangsa atau tokoh-tokoh politik dalam kampanye atau kunjungan resmi: mereka menjanjikan hal-hal yang baik, indah dan menghibur, namun tak ada pelaksanaan sedikitpun. Kebohongan itulah yang sering terjadi. Dialog antara Yesus dengan para murid sebagaimana diwartakan hari ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi kita. Atas nama para murid Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, namun Yesus tahu bahwa pengakuan tersebut hanya di bibir saja, belum merasuk ke dalam hati dan tubuh. Ketika Yesus menceriterakan bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan "Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia". Petrus hanya memikirkan apa yang dipikir manusia, bukan yang dipikirkan oleh Allah. Kiranya kita tidak terlalu jauh dengan Petrus, yang hanya memikirkan apa yang dipikirkan manusia saja, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita lebih dijiwai oleh kenikmatan manusiawi belaka, belum sampai ke spiritual atau rohani, demi keselamatan tubuh melulu belum sampai ke keselamatan jiwa. Sebagai orang beriman kita diharapkan senantiasa hidup dan bertindak demi keselamatan jiwa, dan dengan demikian ada kemungkinan kita harus mengalami banyak penderitaan, penderitaan phisik atau tubuh. Setia pada janji baptis, janji perkawinan, janji imamat atau kaul akan berbuahkan keselamatan jiwa, maka marilah kita setia atau konsekwen dengan apa yang pernah kita janjikan atau katakan dengan penuh bangga dan gembira tersebut.

·   "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi"(Kej 9:12-13). Busur sungguh tajam, maka siapapun yang kena busur pasti akan menderita sakit. Allah membuat perjanjian dengan bumi seisinya dengan perantaraan awan. Awan berada di tengah-tengah di antara bumi dan Allah yang berada di atas bumi. Dari awan dapat turun hujan/ air yang mengairi atau merasuki bumi. Maka karena busur Allah berada di awan dengan demikian di dalam air hujan yang merasuki bumi ada 'busur Allah'. Yang dimasudkan dengan busur Allah antara lain adalah keselamatan jiwa, maka dengan turunnya air hujan diharapkan terjadi keselamatan jiwa manusia di bumi, tentu saja ketika air hujan sungguh merasuki bumi. Namun apa yang terjadi masa kini adalah air hujan dihalang-halangi merasuki bumi dengan pembetonan tanah serta pembangunan rumah, hotel, losmen, villa dst.. yang tak mengindahkan keseimbangan lingkungan hidup. Akibatnya air hujan merusak dan menghancurkan bumi seisinya, termasuk manusia. Air hujan yang  bersih yang merasuki bumi menjadi komersial dan tidak sosial lagi. Bukankah semuanya itu menunjukkan bahwa tiada kesetiaan manusia di bumi terhadap perjanjian. Kepada nabi Nuh Allah memberi perintah untuk beranak-cucu, bukan merusak dan menghancurkan bumi. Maka meskipun jumlah manusia di bumi semakin banyak, ketika setiap manusia hidup sederhana, hemat saya tidak pernah ada yang kekurangan pangan atau makanan dan minuman. Gara-gara ada manusia yang berusaha menumpuk harta benda untuk tujuh turunan, maka banyak orang menderita, dan pada gilirannya keselamatan jiwa diabaikan.

 

"Bangsa-bangsa menjadi takut akan nama TUHAN, dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu, bila TUHAN sudah membangun Sion, sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya, sudah berpaling mendengarkan doa orang-orang yang bulus, dan tidak memandang hina doa mereka. Biarlah hal ini dituliskan bagi angkatan yang kemudian, dan bangsa yang diciptakan nanti akan memuji-muji TUHAN, sebab Ia telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, TUHAN memandang dari sorga ke bumi untuk mendengar keluhan orang tahanan, untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan mati dibunuh" (Mzm 102:16-21)

Jakarta, 17 Februari 2011


16 Feb - Kej 8:6-11.20-22; Mrk 8:22-26

"Sudahkah kaulihat sesuatu?"

(Kej 8:6-11.20-22; Mrk 8:22-26)

 

"Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida. Di situ orang membawa kepada Yesus seorang buta dan mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menjamah dia. Yesus memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Lalu Ia meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya, dan bertanya: "Sudahkah kaulihat sesuatu?" Orang itu memandang ke depan, lalu berkata: "Aku melihat orang, sebab melihat mereka berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon." Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat dan telah sembuh, sehingga ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Sesudah itu Yesus menyuruh dia pulang ke rumahnya dan berkata: "Jangan masuk ke kampung!" (Mrk 8:22-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Dapat melihat segala sesuatu dengan jelas" kiranya menjadi dambaan atau kerinduan semuanya orang dan tentu saja tidak hanya secara phisik tetapi juga spiritual. Agar kita dapat melihat dengan baik dan jelas kiranya butuh bantuan atau pertolongan orang lain dalam aneka kesempatan dan kemungkinan. Dalam kenyataan kita semua telah menerima bantuan orang lain, misalnya orangtua kita masing-masing, para guru, pastor/pendeta, dst.. yang mendidik dan mendampingi perjalanan hidup kita masing-masing. Dengan kata lain agar kita dapat melihat dengan jelas dan baik hemat saya perlu memiliki semangat belajar terus menerus atau membuka diri terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan atau sentuhan dan sapaan orang lain sebagai kepanjangan sentuhan Tuhan. Ketika kita dapat melihat segala sesuatu dengan jelas kemudian kita dipanggil untuk 'pulang ke rumah kita masing-masing', artinya melaksanakan tugas pengutusan maupun menghayati panggilan seoptimal dan sebaik mungkin dengan pembekalan yang telah kita terima. Dalam cara hidup dan kerja kita diharapkan kita melihat dan mengimani karya Roh Kudus alias apa-apa yang baik, mulia, luhur dan indah dalam lingkungan hidup kita masing-masing. Jika masing-masing dari kita setia melaksanakan tugas pengutusan  atau menghayati panggilan kiranya kebersamaan hidup kita sungguh enak, mempesona dan menarik bagi orang lain. Kami berharap kepada para pelajar atau mahasiswa sungguh belajar dengan baik sehingga kelak kemudian hari dapat melihat segala sesuatu dengan jelas dan baik. Perdalam dan kuatkan semangat belajar anda: belajar dari apa yang diajarkan di sekolah/perguruan tinggi, belajar dari buku-buku yang baik, belajar dari aneka pengalaman pergaulan dst..

·   "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam." (Kej 8:21-22), demikian firman Tuhan setelah menyaksikan kesetiaan iman Nuh dan keluarganya, setelah pemusnahan bumi dengan air  bah yang menenggelamkan seluruh muka bumi. Kita semua kiranya masih dapat menikmati apa yang disabdakan Tuhan tersebut, seperti  mengalami atau menikmati "menabur dan  menuai, dingin dan  panas, kemarau dan hujan, siang dan malam". Marilah kita nikmati semuanya itu, karena semuanya adalah anugerah Tuhan. Sebagai contoh: marilah kita nikmati kemarau dengan sinar mataharinya dan hujan dengan airnya yang segar. Menikmati air hujan antara lain membiarkan air hujan  meresap di tanah, sejak di pegunungan sampai dataran rendah, sehingga tidak terjadi banjir bandang di sana-sini. Maka baiklah di rumah atau tempat tinggal kita masing-masing diusahakan adanya resapan air hujan, sebagaimana pernah dilakukan dengan 'bio pori'. Sinar matahari hendaknya juga dinikmati dengan baik, antara lain membiarkan sinar matahari menerangi seluruh ciptaan di  bumi, entah manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Kami berharap kita tidak menjadi manja seperti panas sedikit saja lalu pakai payung, demikian juga gerimis sedikit saja pakai payung. Orang yang dengan mudah melindungi diri dengan 'payung' ini hemat saya akan mudah jatuh sakit. Nikmatilah air hujan dan sinar matahari jika anda mendambakan hidup sehat dan segar bugar baik secara phisik maupun spiritual.  Mudah menolak sinar matahari maupun air hujan berarti dengan mudah juga menolak sentuhan kasih Tuhan melalui saudara-saudari atau lingkungan hidup kita.

 

"Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya. Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya"

(Mzm 116:12-15).

                     

Jakarta, 16 Februari 2011