Minggu, 28 Februari 2010

1 Mar - Dan 9:4b-10; Luk 6:36-38

"Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati."

(Dan 9:4b-10; Luk 6:36-38)

 

"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Luk 6:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Murah hati berarti hatinya dijual murah kepada siapapun yang berminat meminta atau membelinya alias memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Kita semua telah menerima kemurahan hati alias diperhatikan terus menerus oleh Tuhan melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, yang mengasihi kita, dst ..antara lain orangtua, kakak-adik, guru/pendidik, sahahat dst… , sehingga diri kita masing-masing dalam keadaan seperti sekarang ini. Maka marilah kita tanggapi sabda atau perintah Yesus: "Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati". Saling bermurah hati alias memperhatikan ini hendaknya pertama-tama dan terutama dihayati di dalam keluarga, di antara semua anggota keluarga. Apa yang diterima dan dialami di dalam dan melalui keluarga akan menjadi kekuatan dan modal yang handal untuk terus dikembangkan dan diperdalam di dalam kehidupan bersama yang lebih luas, seperti di dalam tempat kerja/ tugas atau di masyarakat. Ingatlah dan hayatilah bahwa 'hati' diberikan kepada orang lain alias memberi perhatian, hati kita tidak akan berkurang melainkan justru semakin bertambah, yaitu kita juga semakin diperhatikan oleh lebih banyak orang daripada kita tidak memperhatikan orang lain. Semakin kita memperhatikan orang lain, kita sendiri juga semakin diperhatikan orang lain. Baiklah motto "to be man or woman with/for others"  kita hayati dan sebarluaskan bersama-sama, sehingga kita semua tumbuh berkembang dalam hal keutamaan sosial atau solidaritas maupun keberpihakan pada yang miskin dan berkekurangan.

·   "Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya" (Dan 9:8-10). Doa atau keluh kesah ini kiranya juga baik menjadi doa dan keluh kesah kita, mengingat dan memperhatikan bahwa kita semua telah dan sering berbuat dosa, tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah menyadari kelemahan, dosa dan berbagai pelanggaran yang telah kita lakukan serta kemudian dengan rendah hati mohon kasih pengampunan Tuhan. Mungkin baik pada masa Prapaskah atau Tobat ini kita kenangkan dan ingat siapa-siapa saja yang telah kita sakiti atau lukai, dan kemudian dengan rendah hati mohon kasih pengampunan dari orang yang bersangkutan; sekiranya tidak mungkin langsung mohon pengampunan pada orang yang bersangkutan, baiklah kita mohon kasih pengampunan Tuhan melalui pengakuan dosa pribadi di hadapan imam. Serentak saat kita menyadari dan mengakui dosa dan pelanggaran kita, saat itu juga hendaknya segera memperbaharui diri atau bertobat, antara lain ketika ada orang yang menyakiti atau melukai kita dalam bentuk apapun hendaknya diampuni dan dikasihi.  Hidup saling mengasihi dan mengampuni itulah panggilan dan tugas kita sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Mariilah kita hayati juga bagian dari doa Bapa Kami, doa harian, yang sering kita doakan "Ampunilah kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami". Kasih pengampunan merupakan dasar dan sumber hidup damai sejahtera sejati, kiranya kita semua mendambakan hidup damai sejahtera sejati, maka marilah saling mengasihi dan mengampuni dimanapun dan kapanpun.

 

"Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh!" (Mzm 79:8-9.11)

                      

Jakarta, 1 Maret 2010


Sabtu, 27 Februari 2010

28 Feb - Kej 15:5-12.17-18; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28b-26

Mg Prapaskah II : Kej 15:5-12.17-18; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28b-26

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini."

 

Para pencinta olah raga mendaki gunung pada umumnya tidak banyak, hanya mereka yang memiliki kesehatan fisik prima dan berminat yang berhasil mendaki gunung. Dalam mendaki gunung pada umumnya diusahakan pagi hari, ketika matahari terbit, sudah sampai di puncak gunung, maka keberangkatan atau waktu mulai mendaki tergantung berapa lama waktu dibutuhkan untuk mendaki sampai puncak, dan pada umumnya dimulai setelah tengah malam, dalam kegelapan, dimana bagi banyak orang sedang dalam tidur nyenyak. Dalam perjalanan mendaki gunung memang orang harus kerja berat, sungguh melelahkan, namun ketika sampai di puncak gunung semua kelelahan sirna dan yang tinggal kebahagiaan luar biasa. Berada di puncak gunung akan merasa diri begitu kecil dalam kemegahan dan keindahan alam ciptaan Tuhan. Pengalaman berada di puncak gunung kiranya mirip sebagaimana dialami oleh tiga rasul yang diajak oleh Yesus mendaki bukit untuk berdoa, dimana Petrus dengan terharu mengungkapkan kegembiraannya: "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." (Luk 9:33). Kata-kata yang keluar dari mulut, yang mungkin tidak diketahui dampaknya atau maksudnya. Kata-kata senada macam itu sering keluar dari mulut para pendaki gunung ketika mereka berada di puncak gunung. Kita berada dalam perjalanan mengarungi masa Tobat, masa Prapaskah, dan kiranya dalam berbagai kesempatan beribadat atau pendalaman iman, kita juga akan tergerak untuk berkata-kata seperti Petrus tersebut, karena mengalami apa yang disebut hiburan rohani yang mempesona.

 

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." (Luk 9:33)

 

Di dalam psikologi agama dikenal adanya pengalaman religius yang disebut pengalaman termendum atau fascinosum, pengalaman yang menghentak atau mempesona, kesepian rohani atau hiburan rohani. Selama berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masa Prapaskah, entah yang bersifat liturgis atau sosial, kiranya kita mengalami pengalaman religius yang mempesona atau hiburan rohani. Hiburan rohani antara lain berarti bertambahnya iman, harapan dan cinta, sehingga orang yang bersangkutan tergerak hati dan jiwanya untuk semakin berbakti kepada Tuhan, lebih memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan. Ketika orang sedang mengalami hiburan rohani pada umumnya memang tergerak untuk melakukan sesuatu yang mulia, luhur dan baik serta baru. Kiranya dalam perjalanan refleksi di masa Prapaskah ini anda juga tergerak untuk membuat niat yang baik, mulia dan luhur. Mungkin kita juga menerima bisikan atau suara Tuhan sebagaimana diterima oleh para rasul "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.". Marilah kita tanggapi sabda ini serentak dengan gerakan Aksi Puasa Pembangunan (APP).

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun ini adalah "Melawan Kemiskinan", maka kami berharap niat-niat anda yang muncul dalam perjalanan refleksi hendaknya diintegrasikan dalam gerakan "melawan kemiskinan", entah kemiskinan rohani maupun jasmani atau phisik. Miskin secara rohani antara lain kurang beriman, berharap dan saling mengasihi, maka kepada mereka ini kita bantu untuk semakin beriman, berharap dan saling mengasihi, sehingga mereka dapat hidup dengan bergairah dan dinamis, meskipun harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan. Sedangkan miskin secara phisik berarti `lapar, haus, telanjang, tidak punya rumah, sakit, dst..'. Marilah kita sisihkan sebagian dari karya kekayaan atau uang kita untuk membantu mereka yang miskin dan berkekurangan . Kita dapat berseru seperti Pertus dan segera menghayatinya: "Marilah kita dirikan rumah sederhana bagi mereka yang tidak memiliki rumah, marilah kita beri pakaian yang layak kepada mereka yang telanjang, marilah kita beri makanan dan minuman bagi mereka yang lapar dan haus, marilah kita kunjungi dan obati mereka yang sedang menderita sakit…dst". Kami juga berseru dan berharap kepada para pengusaha atau yang memiliki kemungkinan mempekerjakan orang lain untuk memberi pekerjaan kepada mereka yang menganggur, dan sekiranya mereka kurang atau tidak memiliki keterampilan yang diharapkan hendaknya diberi kemungkinan dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan tersebut.

 

"Saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!"(Flp 4:1)

 

Seruan Paulus kepada umat di Filipi ini kiranya baik menjadi permenungan, refleksi dan pedoman hidup dan cara bertindak kita. Kiranya cukup banyak orang yang tidak berdiri teguh dalam Tuhan, atau mungkin kita sendiri juga tidak berdiri teguh dalam Tuhan. Berdiri teguh dalam Tuhan hemat saya berarti hidup sehat, segar bugar, suci dan cerdas beriman. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita semua belum atau kurang berdiri teguh dalam Tuhan, maka marilah kita bekerjasama saling meneguhkan satu sama lain sebagai saudara. Kita hendaknya satu sama lain saling menyapa dan memperlakukan seperti kata Paulus kepada umat di Filipi :"saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacita dan mahkotaku".

 

Jika kita saling mengasihi dan merindukan, maka apa yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abram (Abraham) "Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat" (Kej 15:18), juga berlaku bagi kita semua. Sebagai warganegara Indonesia kiranya kita semua mendambakan sila kelima dari Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh bangsa" segera menjadi nyata alias terwujud. Perwujudan keadilan sosial bagi seluruh bangsa kiranya identik dengan tiada kemiskinan lagi di negeri ini; maka tema APP tahun ini "Melawan Kemiskinan" sungguh sesuai dengan seruan Paulus kepada Filipi di atas maupun janji Tuhan kepada Abram.

 

Kita semua mendambakan tinggal di dalam keluarga, tempat kerja dan masyarakat dalam damai, tenteram serta gembira, dan kemudian dapat berkata seperti Petrus:"Betapa bahagianya kami berada di tempat ini". Dengan kata lain dimanapun kita berada mendambakan pengalaman mempesona, memikat dan menarik. Pengalaman macam itu pada umumnya terjadi di tempat-tempat ibadat, entah gereja/kapel, masjid/surau, kuil, tempat ziarah dst.., maka baiklah kita tidak memisahkan pengalaman beribadat dan kesibukan kerja sehari-hari. Untuk itu kami mengajak kita semua: marilah ketika kita sedang berada di rumah, di tempat kerja, di perjalanan dst.. bagaikan berada di tempat ibadat, maka aneka macam sarana- prasarana kita sikapi dan perlakukan sebagaimana menyikapi dan memperlakukan sarana-prasarana ibadat, suasana rumah dan tempat kerja bagaikan suasana ibadat, teman kerja bagaikan teman beribadat, dst.. Secara spiritual kita dipanggil untuk `menemukan atau menjumpai Tuhan dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Tuhan'. Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama dimanapun dapat menjadi teladan dalam menghayati dan mengusahakan suasana mempesona, memikat dan menarik, serta kemudian mengajak dan memberdayakan yang lain untuk bersama-sama mengusahakan suasana yang mempesona, menarik dan memikat.

 

"Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku"

(Mzm 27:7-9)

 

Jakarta, 28 Februari 2010

Jumat, 26 Februari 2010

27Feb - Ul 26:16-19; Mat 5:43-48

"Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu"

(Ul 26:16-19; Mat 5:43-48)

 

"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Mat 5:43-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Musuh adalah apa saja atau siapa saja yang tidak saya senangi, yang mengganggu kita, yang tidak sesuai dengan selera pribadi kita, dan pada umumnya dengan mudah kita akan membencinya. Ajaran Yesus sebagaimana diwartakan hari ini memang berat dan mulia:"Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar". Ia sendiri telah menghayati yang Ia ajarkan, yaitu ketika tergantung di kayu salib Ia mendoakan mereka yang memusuhi atau mengejeknya. Sebagai orang yang percaya kepadaNya kita dipanggil untuk menghayati sabdaNya serta meneladan cara bertindakNya, antara lain mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita. Marilah kita hadirkan atau kenangkan apa atau siapa saja yang menjadi musuh-musuh kita untuk kita kasihi atau mereka yang mempersulit hidup kita untuk kita doakan. Mungkin yang paling mudah adalah makanan atau minuman, maka marilah kita nikmati aneka makanan dan minuman yang sehat meskipun tidak enak/tidak nikmat di lidah. Enak dan tidak enak, nikmat dan tidak nikmat dalam hal makanan hitungannya kiranya tidak lebih dari satu menit dan hanya beberapa detik saja, yaitu di lidah. Kami berharap dalam hal makan dan minum kita tidak hanya mengikuti selera pribadi melainkan sesuai dengan aturan atau norma kesehatan. Jika dalam hal makan dan minum tidak ada masalah atau yang dimusuhi, hemat kami dengan mudah kita mengasihi musuh maupun mendoakan mereka yang telah menganiaya kita.

·   "Pada hari ini TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Engkau telah menerima janji dari pada TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkau pun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya" (Ul 26:16-17). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita, dimana kita diingatkan dan diajak untuk 'melakukan atau melaksanakan aneka macam ketetapan dan peraturan' yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Secara jujur kiranya banyak diantara kita harus mengakui bahwa kita memusuhi atau tidak suka terhadap beberapa ketetapan atau peraturan, entah itu di tempat kerja, masyarakat pada umumnya atau di jalanan. Yang mungkin paling sulit kiranya mengatur diri sendiri dalam rangka melakukan ketetapan atau peraturan. Jika kita tidak dapat mengatur diri sendiri, kamar kerja atau kamar tidur kita sendiri, almari pakaian kita sendiri, dst.. maka kita juga akan menemui kesulitan alias malas untuk melakukan aneka ketetaban dan peraturan, maka baiklah pertama-tama dan terutama marilah mengatur diri kita sendiri, mendisiplinkan diri kita dalam rangka mengusahakan hidup sehat, segar bugar. Serentak mengatur diri kita perhatikan juga aneka peraturan yang berlaku di tempat kerja atau tempat belajar kita masing-masing, dimana kita cukup memboroskan waktu dan tenaga kita. Sikapilah aneka peraturan dalam dan dengan kasih, karena peraturan dibuat dan diberlakukan atas dasar dan demi kasih, dijiwai oleh cintakasih dan agar mereka yang melakukan peraturan semakin terampil dalam mengasihi. Orang beriman sejati akhirnya berada 'diatas peraturan', bukan berarti melanggar peraturan tetapi peraturan dihayati sebagai sarana atau wahana hidup baik, mulia dan bahagia, dimana orang tidak merasa berat melakukan peraturan tetapi melakukan peraturan dengan gairah dan gembira.

 

"Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati, Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu, supaya dipegang dengan sungguh-sungguh. Sekiranya hidupku tentu untuk berpegang pada ketetapan-Mu!"(Mzm  119:1-2.4-5)

Jakarta, 27 Februari 2010    


Rabu, 24 Februari 2010

26 Feb - Yeh 18:21-28; Mat 5:20-26

"Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum"

(Yeh 18:21-28; Mat 5:20-26)

 

"Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."(Mat 5:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Konon orang marah membutuhkan enerji dua kali lipat dari enerji yang dibutuhkan tidak marah, dan untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum marah membutuhkan enerji sama sama untuk marah. Dengan kata lain marah berarti membuang atau memboroskan banyak enerji tanpa arti, dan marah berarti juga menghendaki yang yang lain, yang dimarahi, agar tidak ada alias mati, maka dengan demikian yang bersangkutan berkurang relasi atau sahabatnya. Yesus bersabda: "Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala".  Hemat saya orang marah tanpa dihukum sudah terhukum dengan sendirinya, maka marilah kita jauhkan aneka macam bentuk kemarahan yang sungguh merugikan hidup kita sendiri, dan tentu saja juga orang lain yang kena dampak kemarahan kita. Tingkatan menghendaki yang lain tidak ada ini, mulai dari yang paling lembut s/d paling kasar, antara lain: mengeluh ->menggerutu -> ngrumpi/'ngrasani'-> marah/berkata kasar dan menyakitkan -> melukai yang lain secara phisik -> membunuh. Kita semua mendambakan hidup damai sejati, maka marilah kita renungkan pesan Paus Yohanes Paulus II dalam pesan perdamaian memasuki millennium ketiga, yaitu: "There is no peace without justice, there no justice without forgiveness" ( = Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan). Kita dipanggil untuk saling mengampuni dan mengasihi, serta memberantas aneka macam bentuk kemarahan, entah dalam diri kita sendiri maupun orang lain.

·   "Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya"(Yeh 18:26-27). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa jika kita dalam keadaan benar dan baik hendaknya mempertahankan dan memperdalamnya, sebaliknya jika kita berada dalam kefasikan dipanggil untuk bertobat, dan serentak 'melakukan keadilan dan kebenaran'. Rasanya kita semua perlu bertobat, maka marilah kita saling membantu dalam pertobatan seraya saling berbuat adil dan benar. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah atau berpartisipasi dalam "Pro Life Movement" (=Gerakan Sayang Kehidupan). Pesan Hari Perdamaian Sedunia, mengawali tahun 2010 ini, Paus Benediktus XVI mengajak kita semua untuk 'melindungi ciptaaan': gerakan untuk mengasihi, merawat dan melindungi seluruh ciptaan di dunia ini. Memang hidup manusia tak akan pernah lepas dari lingkungan hidupnya, ketika lingkungan hidup baik maka hidup manusia juga akan baik, sebaliknya ketika lingkungan rusak maka manusia cenderung untuk saling menyalahkan dan melecehkan. Marilah kita kasihi dan lindungi ciptaan-ciptaan Allah di dunia ini, entah itu manusia, binatang atau tanaman, itulah suatu bentuk konkret 'melakukan keadilan dan kebenaran'. Jauhkan aneka bentuk keserakahan dalam mengkonsumsi atau menggunakan ciptaan-ciptaan Allah seperti binatang dan tanaman.

 

"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang." (Mzm 130:1-4)

Jakarta, 26 Februari 2010


25 Feb - Est 4:10a.10s-12.17-19; Mat 7:7-12

"Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya."

(Est 4:10a.10s-12.17-19; Mat 7:7-12)

 

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat 7:7-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Selama masa Prapaskah atau Tobat kita diharapkan untuk mawas diri perihal hidup doa kita atau cara kita berdoa. Kebanyakan dari kita pada umumnya ketika berdoa berarti mengajukan permohonan-permohonan kepada Tuhan; memang ada permohonan yang bersifat egois sehingga tak dikabulkan dan orang yang bersangkutan kemudian putus asa tidak berdoa lagi. Dalam Warta Gembira hari ini kita diingatkan bahwa ketika kita mengajukan permohonan dalam doa kepada Tuhan hendaknya mohon apa yang baik, dan apa yang baik senantiasa berlaku secara universal atau umumnya, dimana saja dan kapan saja serta bagi siapapun juga. Apa yang baik antara lain adalah keselamatan jiwa atau hidup beriman sesuai dengan kehendak Tuhan alias setia dan taat melaksanakan perintah-perintah atau kehendak Tuhan, antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Ketika kita mengajukan pada umumnya juga disertai kesiap-sediaan untuk menerima apa yang dimohon, maka mohon setia dan taat pada kehendak Tuhan berarti serentak siap-sedia untuk melaksanakan kehendak Tuhan, dan dengan demikian permohonan segera menjadi kenyataan alias terkabul. Dalam Warta Gembira hari ini kiranya kita juga diingatkan dan diajak untuk senantiasa memberi apa yang baik kepada orang lain. Jika kita mawas diri secara jujur dan benar kiranya kita telah menerima apa yang baik secara melimpah ruah dari orang lain yang telah mengasihi kita, maka marilah kita teruskan atau salurkan apa yang baik yang telah kita terima tersebut kepada saudara-saudari kita. Dengan kata lain marilah kita saling berbuat baik, saling memperbaiki atau mempertobatkan dengan rendah hati dan penuh cintakasih.

·   "Pergilah Mordekhai dan diperbuatnyalah tepat seperti yang dipesankan Ester kepadanya"(Est 4:17). Pesan Ester kepada Morekhai adalah "Pergilah, kumpulkanlah semua orang Yahudi yang terdapat di Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan dan janganlah minum tiga hari lamanya, baik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta dayang-dayangku pun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati."(Est 4:16). Berpuasa, bermatiraga atau lakutapa demi keselamatan jiwa, itulah yang diperbuat oleh Mordekhai. Marilah kita mawas diri dengan jujur dan benar: apakah jiwa saya selamat? Dengan jujur dan rendah hati kiranya kita semua harus mengakui dan menghayati bahwa jiwa kita belum selamat sebagaimana diharapkan, maka selayaknya kita berpuasa, matiraga atau lakutapa sesuai dengan situasi dan kemungkinan yang ada. Matiraga atau lakutapa antara lain berarti mengendalikan raga atau anggota-anggota tubuh sedemikian rupa sehingga bergerak atau berfungsi sesuai dengan kehendak Tuhan, yang berbuahkan apa yang baik dan menyelamatkan jiwa. Marilah kita mawas diri: anggota tubuh kita yang mana yang harus kita kendalikan dengan sungguh-sungguh, agar tidak mengganggu hidup keimanan kita!. Taat dan setia melaksanakan aneka macam aturan dan tatanan hidup bersama hemat kami juga membutuhkan matiraga atau lakutapa. Hidup teratur sesuai dengan tuntutan hidup sehat juga membutuhkan matiraga atau laku tapa, maka kami mengajak dan mengingatkan: siapapun yang pada saat ini merasa tidak sehat secara phisik berarti tidak teratur dalam hidup, antara lain kurang berolahraga/gerak badan, makan sesuai dengan pedoman 'empat sehat limpa sempurna', kurang istirahat dst.. Ingat ketika phisik atau tubuh sakit ada kecenderungan untuk mudah sakit hati atau sakit jiwa alias marah-marah pada sesamanya, dan dengan demikian melecehkan atau merendahkan yang lain.

 

"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku."(Mzm 138:1-3)

 

Jakarta, 25 Februari 2010


Selasa, 23 Februari 2010

24 Feb - Yun 3:1-10; Luk 11:29-32

"Angkatan ini adalah angkatan yang jahat"

(Yun 3:1-10; Luk 11:29-32)

 

"Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: "Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini. Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo! Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!"(Luk 11:29-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Tanda adalah sesuatu yang kelihatan dan menunjukkan maksud atau tujuan yang tak kelihatan, misalnya tanda 'lampu lalu lintas menyala merah' artinya perintah untuk berhenti, tanda 'panah' menunjuk arah tertentu yang harus diikuti, dst.. , untuk rekan perempuan kiranya juga mengenal tanda-tanda dalam tubuhnya ketika akan menstruasi atau mulai hamil. Barangsiapa peka dan memahami serta melaksanakan perintah terlubung dari tanda-tanda tersebut maka ia akan selamat. Yunus menjadi tanda kehadiran atau utusan Tuhan bagi orang Ninive, maka apa yang disuarakan atau disampaikan oleh Yunus ditangkap. difahami dan dilaksanakan oleh orang Ninive: orang-orang Ninive bertobat dan akhirnya selamat. Dalam masa Prapaskah ini kepada kita diajak untuk melihat, mencermati dan memahami aneka macam tanda, yang memberi petunjuk atau arah bagi kita untuk hidup lebih baik, lebih berbudi pekerti luhur, sehingga juga lebih ada kemungkinan dan harapan untuk selamat. Membaca tanda-tanda jaman itulah yang diharapkan dari kita dalam menelusuri kehidupan dan panggilan. Setiap saat kita dapat mendengarkan atau membaca aneka macam tanda, entah berupa gambar, omongan/kata-kata atau isyarat, dst.., yang dapat menjadi tuntunan bagi kita untuk terus tumbuh berkembang, memperbaharui diri atau bertobat. Aneka macam jenis media massa, entah cetak atau elekronik senantiasa memberitakan aneka macam peristiwa, maka marilah kita cermati pemberitaan tersebut, karena apa yang diberitakan menandakan sesuatu yang lebih besar dan selayaknya kita tanggapi dengan benar. Apa yang sempat diberitakan melalui media massa kiranya perlu dimengerti bagaikan 'gunung es', yang terberitakan hanya sebagian kecil dari kenyataan yang ada.

·   "Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya" (Yun 3:10), demikian kutipan perihal apa yang terjadi di antara orang Ninive. Pertobatan atau pembaharuan hidup yang membawa ke keselamatan atau kebahagiaan sejati, itulah yang terjadi. Marilah kita bertobat atau memperbaharui diri terus menerus demi keselamatan dan kebahagiaan kita. "Ecclesia semper reformanda est" = Gereja harus terus menerus diperbaharui, demikian kata sebuah motto. Yang dimaksudkan dengan Gereja adalah mereka atau kita semua yang percaya kepada Yesus Kristus, maka kita yang percaya kepadaNya hendaknya senantiasa siap sedia untuk diperbaharui terus menerus alias berubah sesuai dengan kehendak Allah atau tuntutan perkembangan jaman. Ingatlah bahwa di dunia ini yang tahan lama atau abadi adalah 'perubahan', maka barangsiapa tidak siap berubah akan terlindas dan ketinggalan jaman. Tentu saja dari kita, orang beriman, diharapkan terjadi perubahan ke arah yang lebih positif, baik, luhur dan mulia alias lebih suci dan lebih beriman. Marilah kita mawas diri perihal tingkah laku atau cara bertindak kita, mana yang harus diperdalam dan diteguhkan dan mana yang harus ditinggalkan. Aneka macam buah hasil perkembamgan teknologi, yang tidak lain juga merupakan hasil karya manusia, mau tidak mau menuntut kita untuk berubah juga. Sadar atau tidak sarana komunikasi yang canggih seperti "HP" (hand phone) telah merubah cara hidup dan cara bertindak manusia; semoga perubahan yang terjadi baik dan menyelamatkan. Namun hendaknya sadar juga bahwa "HP" telah mempengaruhi kita menjadi kurang manusiawi atau bahkan kurang beriman.

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!  Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku" (Mzm 51:3-4.12-13).

 

Jakarta, 24 Februari 2010


Minggu, 21 Februari 2010

22 Feb - 1Ptr 5:1-4; Mat 16:13-19

"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga"

(1Ptr 5:1-4; Mat 16:13-19)

 

"Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka merayakan "Pesta Takhta St.Petrus" hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Takhta St.Petrus untuk masa kini diduduki atau dijabat oleh Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Yang menjadi pemimpin tertinggi pada umumnya memiliki kecenderungan untuk bersikap diktator dan sombong. Pemimpin tertinggi Gereja Katolik atau Paus senantiasa berusaha rendah hati dan melayani, maka dalam doa-doanya Paus senantiasa menyatakan diri sebagai 'hamba dari para hamba' (=servus servorum), menghayati kepemimpinan partisipatif dengan mendengarkan mereka yang harus dilayani. Dengan mendengarkan yang dilayani dengan baik, diharapkan dapat melayani dengan baik juga. Bentuk pelayanan Paus antara lain berupa  pengarahan, kebijakan, surat pastoral, dekrit, dst..yang dibuat dan dirumuskan setelah mendengarkan mereka yang akan menerimanya atau yang dilayani. Karena apa yang diajarkan atau disampaikan oleh Paus pada umumnya merupakan tanggapan atas suka-duka umat Allah atau para anggota Gereja Katolik dan masyarakat dunia, maka yang diajarkan atau disampaikan sungguh berwibawa dan pada umumnya ditaati dan dilaksanakan oleh umat Allah. Sampai saat ini Paus melalui para pembantunya atau langsung senantiasa menerima masukan-masukan atau informasi suka-duka umat Allah yang harus dilayani secara teratur. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan Takhta St.Petrus hari ini, kami mengingatkan dan mengajak siapapun yang berpartisipasi dalam kepemimpinan umat Allah di tingkat apapun untuk menghayati kepemimpinan partisipatif: dengan rendah hati mendengarkan suka-duka dari mereka yang harus dipimpin dan dilayani, dan kemudian menanggapinya dengan rendah hati dan penuh kasih.

·   "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu"(1Ptr 5:2-3). Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua, yang merasa menjadi pemimpin atau atasan, untuk menghayati kepemimpinan dengan semangat gembala dan keteladanan. Gembala, sebagaimana gembala itik atau kerbau, kiranya menghayati tugasnya seperti motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro "ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani" (=keteladanan, pemberdayaan dan motiviasi). Yang cukup mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan pada masa kini hemat kami adalah keteladanan, maka kami berharap kepada para pimimpin dimanapun dan tingkat apapun untuk menjadi teladan dalam hal kerendahan hati dan cara hidup serta bertindak yang melayani. Tanda pemimpin yang baik dan dicintai oleh yang dipimpin antara kehadiran dan sepak terjangnya, cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa memberdayakan orang lain, menggairahkan orang lain dalam hidup dan bekerja; ia juga dapat menjadi motivasi bagi orang lain untuk terus tumbuh berkembang sebagai pribadi dewasa yang cerdas beriman. Pemimpin yang baik juga tidak mencari mencari keuntungan bagi dirinya sendiri atau mencari enaknya sendiri, tetapi siap sedia menderita dan berkorban demi kebahagiaan, keselamatan dan kedamaian yang mereka pimpin. The last but not the least adalah: para orangtua kami dambakan dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal kerendahan hati dan hidup saling melayani.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa."

(Mzm 23)

   Jakarta, 22 Februari 2010


Jumat, 19 Februari 2010

21 Feb - Mg Prapaskah I : Ul 26:4-10; Rm 10: 8-13; Luk 4:1-13

"Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis"

Mg Prapaskah I : Ul 26:4-10; Rm 10: 8-13; Luk 4:1-13

 

Padang gurun di daerah Timur Tengah sungguh luas: di siang hari panas terik dan di malam hari dingin, ada perbedaan suhu begitu tajam antara siang dan malam. Di padang gurun juga tidak ada pohon, tidak ada air. Sebatas mata memandang hanya melihat hamparan pasir dan debu di bawah dan di atas langit membentang luas bagaikan atap. Selama kurang lebih 40(empat puluh) hari Yesus berada di padang gurun macam itu untuk berpuasa. Sebagaimana dialami banyak orang  selama berpuasa pasti akan menghadapi aneka godaan atau rayuan untuk menggagalkan puasanya, demikian juga dialami oleh Yesus. Baiklah kita refleksikan bersama godaan setan terhadap Yesus, yang mungkin juga kita alami atau hadapi dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. , sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini.

 

"Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti."(Luk 4:3)

 

Harta benda, uang, makanan dan minuman merupakan rahmat sekaligus godaan. Cukup banyak orang jatuh, kurang beriman, kurang setia pada panggilan dan tugas pengutusan karena harta benda, uang, makanan dan minuman.  Demi atau karena gila akan 'harta benda, uang, makanan dan minuman' orang melakukan korupsi, entah korupsi uang, waktu maupun tenaga. Untuk menjadi 'yang terpilih dan terkasih' orang membagi-bagikan harta benda atau uang, yang mungkin diperoleh melalui korupsi, kepada orang lain, misalnya dalam rangka pemilu, entah di tingkat daerah maupun pusat.  Dan  banyak orang pun dengan mudah taat dan setia kepada mereka yang suka memberi harta benda atau uang.

 

Harta benda atau uang memang dapat menjadi 'jalan ke sorga' atau 'jalan ke neraka', untuk semakin beriman dan suci atau semakin berdosa dan tak bermoral/jahat. Sebagai orang beriman kiranya kita mendambakan bahwa harta benda atau uang dapat menjadi 'jalan ke sorga' bagi kita, maka  baiklah kita memfungsikan atau memanfaatkan harta benda atau uang dengan benar, sesuai dengan tujuannya atau 'ad intentio dantis' (=maksud pemberi). Harta benda pada dasarnya bersifat sosial, maka semakin memiliki banyak harta benda atau uang berarti semakin sosial, semakin memiliki banyak sahabat atau saudara sejati, dan dengan demikian juga semakin bersahabat dengan Tuhan: cara hidup dan cara bertindaknya dijiwai oleh syukur dan terima kasih serta rendah hati. Dengan ini kami berharap kepada kita semua: janganlah 'gila harta atau uang', karena ketika tiada harta atau uang lagi, maka tinggal 'gila'nya alias anda akan menjadi gila.

 

"Manusia hidup bukan dari roti saja."(Luk 4:4), demikian tanggapan Yesus terhadap godaan setan. Ketika digodai setan perihal harta benda atau uang atau untuk menghindari jatuh ke semangat materialistis, marilah kit meneladan Yesus. Hendaknya kita tidak hanya mengandalkan hidup kita kepada harta benda, uang, makanan dan minuman, tetapi juga kepada sabda-sabda Tuhan. Dengan kata lain marilah memgfungsikan atau memanfaatkan harta benda, uang, makanan dan minuman sesuai dengan aturan dan tatanan yang terkait dengan harta benda, uang, makanan dan minuman tersebut.       

 

"Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu."(Luk 4:6-7)

 

Orang kaya akan harta benda atau uang akan memiliki kecenderungan untuk disembah dan dipuji, alias gila kuasa atau kehormatan duniawi. Memang melalui atau dengan harta benda dan uang orang dapat menghendaki apapun demi kepuasan dan kenikmatan di dunia ini: beli ini dan itu sesuai selera pribadi, bahkan termasuk 'beli orang' alias pelacur. Cita-cita atau dambaan hatinya adalah 'seluruhnya itu akan menjadi milikku'.  Para pejabat tinggi atau pemimpin pada umumnya memiliki kecenderungan untuk selalu dihormati, dan menghayati kepempinannya dengan menguasai bukan melayani.

 

"Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Luk 4:8), demikian tanggapan Yesus atas godaan setan perihal kuasa dan kehormatan duniawi. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menyembah atau berbakti kepada Tuhan. Tanda bahwa kita sungguh menyembah atau berbakti kepada Tuhan antara lain kita hidup dan bertindak dengan semangat pelayanan, dan dengan demikian kita hidup saling melayani. Maka kami berharap kepada mereka yang menjadi pemimpin, pejabat tinggi atau atasan untuk hidup dan bertindak dengan semangat pelayanan. Hayatilah kedudukan dan jabatan anda dengan melayani sesama atau saudara-saudari kita. Tuhan hidup dan berkarya di dalam saudara-saudari kita, maka berbakti kepada Tuhan berarti juga membaktikan diri bagi saudara-saudari kita.   

 

"Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau, dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." (Luk 4:9-11)

Orang kaya akan harta benda dan uang serta berkedudukan akan dengan mudah untuk menjadi sombong. Kesombongan itulah sasaran godaan setan; ia menggoda kita semua untuk sombong. Orang sombong pada umumnya begitu percaya pada diri sendiri dan melecehkan atau merendahkan yang lain, dan dengan demikian juga kurang beriman atau percaya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi. Ia merasa diri paling hebat, dan tanpa dia orang lain tidak dapat berbuat apa-apa, begitulah sikap mental orang sombong.

 

"Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Luk 4:12), demikian tanggapan Yesus atas godaan setan untuk menjadi sombong. Kebalikan dari sombong adalah rendah hati, dan orang yang rendah hati akan menghayati apa yang dikatakan oleh Paulus ini: "Tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya" (Rm 10:12), dan dengan demikian hidup dan bertindak dengan penuh persaudaraan atau persahabatan sejati.  Kita sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama beriman, sama-sama manusia, sama-sama mendambakan hidup damai, bahagia dan sejahtera, maka dengan rendah hati kita sama-sama menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam.

Manusia diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Tuhan, maka mencobai dan melecehkan sesama manusia berarti mencoba dan melecehkan Tuhan. Orang sombong memang juga berarti menjadikan dirinya 'tuan' atas sesamanya, sebaliknya orang rendah hati akan menjadikan dirinya 'pelayan' bagi sesamanya.  Marilah kita saling rendah hati dan saling melayani, agar tidak jatuh ke kesombongan.

 

"TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu. Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga"

(Mzm 91:9-13).

 .

Jakarta, 21 Januari 2010

  


20 Feb - Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32

"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit"

(Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32)

 

"Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk 5:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika orang menderita sakit phisik, maka yang merasa sakit dan butuh obat adalah orang yang bersangkutan, namun ketika ada orang sakit jiwa atau sakit hati, maka yang merasa terganggu dan butuh obat adalah yang merasa sehat atau waras. Kebenarannya adalah bahwa yang sakit yang butuh obat, maka yang butuh obat berarti sakit. Dalam kasus orang sakit jiwa atau sakit hati yang berteriak butuh obat dan merasa ada penyakit adalah yang merasa waras, maka sebenarnya yang perlu diobati adalah yang merasa waras tersebut. Orang menjadi sakit jiwa atau sakit hati pada umumnya disebabkan oleh lingkungan hidup yang tidak sehat, dengan kata lain penyebab sakit jiwa atau sakit hati adalah lingkungan hidup bersama yang tidak sehat. Rasanya jika dicermati ada cukup banyak di antara kita yang sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati (memang baru 5%, 10% atau 25% belum sampai 100% sakit jiwa atau sakit hati), maka yang butuh pengobatan sebenarnya ialah kita semua yang merasa sehat dan sering berteriak memintakan pengobatan bagi orang lain. Jika lingkungan hidup bersama baik dan sehat, maka tidak akan ada yang sakit jiwa atau sakit hati. Marilah kita mawas diri perihal lingkungan hidup kita masing-masing; kita sadari dan hayati bersama bahwa kita sedang menderita sakit serta butuh obat atau penyembuhan, entah sakit hati atau sakit jiwa. Kita sadari dan hayati kedosaan dan kekurangan kita, serta kemudian mohon penyembuhan. Keberanian untuk menyadari dan menghayati dosa, kelemahan dan kerapuhan diri sendiri merupaloan modal awal yang kuat untuk penyembuhan. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil Tuhan identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Mairilah dengan rendah hati kita saling membantu untuk penyadaran diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa serta siap sedia untuk dikuatkan dan diampuni.

·   "Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan"(Yes 58:9b-11).Kita semua kiranya mendambakan sebagai orang atau pribadi yang kuat serta tidak pernah mengecewakan orang lain. Salah satu cara untuk itu antara lain "tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah" alias menyalahkan dan melecehkan yang lain. Rasanya tidak banyak orang yang dengan sengaja berbuat salah atau melakukan kesalahan, dan yang banyak terjadi adalah ketidak mampuan atau keterbatasan sehingga cara hidup dan cara bertindak yang bersangkutan kurang memuaskan dan mengecewakan. Dengan kata lain mereka tidak bersalah, maka tidak pada tempat disalahkan. Mereka yang tidak mampu dan terbatas hendaknya dibimbing dengan rendah hati untuk mengatasi ketidak-mampuan dan keterbatasannya: yang tidak tahu diberi tahu, yang kurang ajar diberi ajaran/pengajaran, yang terbatas ditambahi, dst..  Marilah kita tidak saling mengecewakan atau menyalahkan, melainkan saling memuaskan dan membenarkan. Sebaliknya marilah kita sadari dan hayati juga keterbatasan dan ketidak-mampuan kita dalam berbagai hal, dan dengan rendah hati siap sedia untuk ditolong atau dibimbing orang lain dalam mengatasi keterbatasan dan ketidak-mampuan kita; dengan kata lain kita saling membantu dan membimbing, saling memuaskan satu sama lain.

 

"Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi, selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu. Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari. Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku."(Mzm 86:1-4)

Jakarta, 20 Februari 2010        


Kamis, 18 Februari 2010

19 feb - Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15

"Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa"

(Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15)

 

"Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa."(Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pesta perkawinan pada umumnya diselenggarakan dengan meriah dan penuh dengan keceriaan dan kegembiraan. Sang mempelai berpakaian sedemikian rupa sehingga mempesona dan menarik, para tamu undangan pun juga berpakaian begitu menarik dan mempesona. Pendek kata semuanya berusaha menghadirkan diri sesempurna mungkin, cemerlang dan bersih. Memang keindahan, kebersihan, keelokan bagian luar tersebut belum tentu mencerminkan apa yang ada di dalam hati masing-masing, dan mungkin setelah pesta selesai tidak saling menarik dan mempesona lagi. Sabda Yesus perihal puasa dengan perumpamaan 'mempelai' pada hari ini mengingatkan kita semua untuk dengan jujur mawas diri: apakah hati saya sungguh bersatu dengan Tuhan, Yang Ilahi, hati saya cemerlang, tanpa noda, tanpa cacat atau kerut apapun? Dengan jujur dan rendah hati kitanya kita semua menyadari dan mengakui bahwa kita memang tidak selalu bersama dan bersatu dengan Tuhan alias berbudi pekerti luhur atau bermoral baik, maka untuk itu kita masih butuh berpuasa. Sang Mempelai atau Tuhan tidak pernah diambil dari kita, melainkan kita lah yang telah menolak kehadiranNya dan tidak bersedia bersamaNya, meneladan cara hidup Yesus serta melaksanakan sabda-sabdaNya. Hari ini kebetulan hari Jum'at , yang secara  yuridis sebagai hari pantang (dan kiranya di antara kita juga ada yang menjadikannya hari puasa), maka baiklah pertanyaan murid-murid Yohanes kepada Yesus di atas kita tanggapi dengan berpuasa dan berpantang. Kita mungkin juga masih bersikap mental orang Farisi, hidup sarat dengan sandiwara dan manipulasi.

·   "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri"(Yes 58:6-7). Seruan Tuhan melalui nabi Yesaya ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Memperbaiki cara hidup dan perilaku atau cara bertindak kita serta solider kepada mereka yang miskin dan  berkekurangan, itulah yang sebaiknya kita lakukan di masa Prapaskah ini. Sebaiknya kita tidak tergerak untuk 'membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk orang lain, atau memerdekakan orang yang teraniaya', melainkan pertama-tama dan terutama marilah kita melihat diri kita masing-masing, jangan-jangan saya sendiri masih terbelengguh, terikat oleh macam-amcam nafsu tak terakhir dan teraniaya oleh cara hidup dan cara bertindak kita yang kurang bermoral. Marilah kita usahakan kebebasan pribadi kita masing-masing, sehingga kita sungguh menjadi yang bebas merdeka secara  phisik maupun spiritual. Jika kita dalam keadaan bebas merdeka, maka kita dengan lepas bebas juga melakukan sesuatu bagi orang lain, antara lain solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Masih cukup banyak saudara-saudari kita yang mengalami kekurangan dalam hal makan dan minum, sehingga yang bersangkutan kurang gizi dan sakit-sakitan, maka kami berharap kita siap sedia dan berjiwa besar "memecah-mecah roti kita bagi orang yang lapar". Kita diingatkan juga agar "tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri", ajakan untuk membangun dan memperdalam persaudaraan sejati dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun, sehingga tidak ada lagi orang yang lapar, tak punya rumah, telanjang, miskin, dst..

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku" (Mzm 51:3-5)

 

Jakarta, 19 Februari 2010


Rabu, 17 Februari 2010

18 Feb - Ul 30:15-20; Luk 9:22-25

"Setiap orang yang mau mengikut Aku harus memikul salibnya setiap hari"

(Ul 30:15-20; Luk 9:22-25)

 

"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri" (Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Salib hidupku" adalah apa yang menjadi tugas/panggilan  utama atau pokok bagi diriku, maka memikul salib setiap hari berarti menghayati panggilan atau melaksanakan tugas utama dengan penuh kesetiaan, meskipun untuk itu harus menghadapi aneka macam  godaan, hambatan maupun tantangan. Setia pada panggilan dan tugas utama pada masa kini memang tak akan terlepas dari godaan, hambatan dan tantangan, maka untuk itu harus dengan jiwa besar dan rendah hati untuk berkorban dan berjuang. Dalam rangka menghayati panggilan atua melaksanakan tugas kepada kita telah dianugerahi bekal atau rahmat yaitu 'spiritualitas/kharisma' atau 'visi', maka marilah kita setia pada spiritualitas atau visi kita masing-masing, entah secara pribadi atau kelompok. Untuk itu kita memang harus berani melepaskan 'nyawa' kita masing-masing, gairah, semangat, dambaan, cita-cita dst.. untuk selanjutnya dijiwai oleh spiritutalitas atau visi yang terkait dengan hidup, panggilan atau tugas kita masing-masing. Dengan kata lain kita tidak dapat hidup dan bertindak seenak sendiri, mengikuti selera pribadi, melainkan harus mengikuti dan melaksanakan aneka tatanan dan aturan yang melengkapi  atau menyertai spiritualitas atau visi tersebut. Kita juga diingatkan untuk tidak bersikap mental materialistis, hidup dan bertindak dengan motto 'material investment', melainkan lebih ke 'human investment', yang kemudian dikembangkan lebih lanjut ke 'spiritual investment', bukan demi keselamatan tubuh atau harta benda melainkan demi keselamatan jiwa. Keselamatan jiwa hendaknya menjadi barometer atau tolok-ukur keberhasilan hidup, panggilan dan tugas pengutusan.

·   "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya" (Ul 30:15-16). Sebagai orang beriman dan berakal sehat kiranya kita lebih memilih 'kehidupan dan keberuntungan' daripada 'kematian dan kecelakaan'. Konsekwensi memilih kehidupan dan keberntungan adalah "mengasiihi Tuhan, dengan hidup menurut jalan yang telah ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya". Perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan hemat saya telah dicoba diterjemahkan ke dalam berbagai aturan dan tatanan hidup, yang terkait dengan hidup, panggilan, tugas pengutusan, kewajiban serta daerah atau wilayah masing-masing, maka marilah kita taati dan laksanakan sesempurna dan sebaik mungkin aturan atau tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas kita masing-masing. Jika kita setia mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan yang tertulis dengan jelas tersebut, maka kita juga akan memperoleh kemudahan untuk mengasihi Tuhan alias berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan. Aneka aturan dan tatanan hidup dibuat dan diberlakukan dengan dasar dan demi kasih, maka hendaknya dengan dan dalam kasih juga menyikapi aneka aturan dan tatanan hidup. Aturan dan tatanan diharapkan dapat menjadi petunjuk atau tuntunan untuk saling mengasihi satu sama lain, dan ketika kita mampu saling mengasihi satu sama lain dengan demikian kita juga mengasihi Tuhan. Ungkapan dan perwujudan terimakasih dan syukur kita kepada Tuhan adalah hidup saling mengasihi.  

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin"

 (Mzm. 1:1-4)

 

Jakarta, 18 Februari 2010


Selasa, 16 Februari 2010

17 Feb - RABU ABU - Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6.2; Mat 6:1-6.16-18

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik"

HARI RABU ABU:  Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6.2; Mat 6:1-6.16-18.

 

"Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; akan tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, di mana orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang" (KHK kan 1249). Setiap agama kiranya memiliki peraturan atau kebijakan khusus perihal pentingnya bertobat, berpuasa atau matiraga atau lakutapa. Maka baiklah sebagai orang beriman kristiani marilah kita hayati laksanakan aturan Gereja, sebagaimana saya kutipkan di atas, perihal apa yang harus dilakukan selama Masa Puasa, Masa Tobat, Masa Berahmat selama 40 (empat puluh) hari yang kita mulai pada hari Rabu Abu, hari ini.

 

·        Berpuasa dan berpantang

 

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:16-18). Orang yang bermuram mukanya berarti sedang dalam keadaan sedih, frustrasi, takut atau marah, padahal 'berpuasa atau berpantang' merupakan upaya untuk semakin dekat atau mesra dengan Allah. Sabda Yesus perihal puasa dan pantang mengajak dan mengingatkan kita bahwa selama berpuasa dan berpantang atau matiraga/lakutapa hendaknya biasa-biasa saja, tidak pamer bahwa sedang bermatiraga atau lakutapa. .

 

Berpuasa dan berpantang secara negatif berarti mengurangi apa yang biasa dinikmati setiap hari, entah itu makanan, minuman, perilaku/tindakan atau omongan dst.. alias mengendalikan nafsu anggota tubuh atau raga sedemikian rupa dalam rangka memperbaiki atau memperbaharui cara hidup dan cara bertindak yang semakin sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka baiklah dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri sesuai dengan situasi dan kondisi kita masing-masing: dalam hal apa saya sebaiknya berpuasa atau berpantang (makanan, minuman, omongan, cara bertindak, seks,dst.)?, hal atau sesuatu yang menyebabkan saya semakin jauh dari Tuhan, semakin hidup tak bermoral atau tak berbudi pekerti luhur?  Berpuasa dan berpantang merupakan bentuk penyangkalan diri sendiri atau 'menyalibkan diri' agar lebih setia pada panggilan, tugas utama, kewajiban atau janji-janji yang pernah diikrarkan.

 

·        Menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara lebih setia.

 

"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima" (2Kor 6:1), demikian nasihat atau peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua orang beriman. "Kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima", inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai sampai saat ini, seperti tubuh, kepandaian/ kecerdasan, bakat, harta benda/uang, pangkat/kedudukan/fungsi, jabatan dst., adalah kasih karunia Allah yang telah kita terima melalui sesama manusia yang telah berbuat baik kepada kita dalam berbagai kesempatan. Semuanya adalah kasih karunia Allah, everything is given, maka selayaknya kita nikmati dan fungsikan sesuai dengan kehendak Allah, yang bagi kita masing-masing berarti lebih setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban kita masing-masing, mengingat dan memperhatikan dalam perjalanan waktu sampai kita mengalami kemunduran atau erosi dalam hal kesetiaan.

 

"Setia adalah sikap dan  perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah sebagai orang yang telah dibaptis marilah mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang telah kita terima, sedangkan terpanggil untuk hidup berkeluarga hendaknya juga mawas diri perihal rahmat sakramen perkawinan, hidup imamat perihal janji imamat, hidup membiara perihal kaul-kaul dst… Marilah kita mawas diri atas janji-janji tersebut dengan sungguh-sungguh agar di Malam Paskah nanti kita layak memperbaharui janji-janji tersebut, dan secara khusus para imam akan memperbaharui janji di hari Kamis Putih. Mungkin baik secara bersama-sama kita mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang mendasari hidup dan panggilan kita sebagai 'anggota Tubuh Kristus' atau Gereja.

 

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2010 adalah 'Melawan Kemiskinan", baiklah hal ini tidak hanya difahami atau dimengerti secara phisik atau material saja, tetapi lebih-lebih dan terutama secara spiritual, yang berarti 'melawan kemiskinan kesetiaan atas penghayatan rahmat pembaptisan' alias kurang mengabdi Tuhan dan melawan godaan setan. Hemat saya yang menjadi penyebab utama kemiskinan secara material adalah ketidak setiaan orang dalam mengabdi Tuhan dan menolak godaan setan, yang menggejala dalam perilaku tak bermoral seperti "percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"(Gal 5:19-21).  Maka melawan kemiskinan berarti memberantas perilaku atau perbuatan yang tak bermoral di atas ini. Perbuatan amoral di atas ini juga membuat orang tidak setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban. "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya"(Yl 2:13), demikian nasihat atau pesan nabi Yoel.   

 

·        Menjalankan ibadat dan karya amalkasih. 

 

Matiraga atau lakutapa kita di masa Prapaskah ini hendaknya juga ditandai lebih giat dalam "menjalankan ibadat dan karya amalkasih", berdoa dan berbuat baik kepada orang lain dimanapun dan kapanpun, lebih-lebih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Jumlah mereka yang miskin dan berkekurangan dalam hal harta benda atau uang atau kebutuhan hidup sehari-hari kiranya lebih sedikit daripada yang berkecukupan atau berlebihan, maka jika yang berkecukupan dan berlebihan dengan jiwa besar dan hati rela berkorban mau membantu mereka yang miskin dan berkurangan, dambaan atau harapan 'melawan kemiskinan' dapat menjadi kenyataan atau terwujud. Dengan rendah hati kami berharap kepada mereka yang berkecukupan dan berlebihan untuk solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Marilah di masa Prapaskah ini kita tingkatkan penghayatan atas dua prinsip hidup beriman atau menggereja yaitu 'solidaritas' dan 'keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan' (preferential option for/with the poor).

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat"

(Mzm 51:3-6a)

 

Jakarta, 17 Februari 2010


Senin, 15 Februari 2010

16 Feb - Yak 1:12-18; Mrk 8:14-21

"Masihkah kamu belum mengerti?"

(Yak 1:12-18; Mrk 8:14-21)

 

"Kemudian ternyata murid-murid Yesus lupa membawa roti, hanya sebuah saja yang ada pada mereka dalam perahu. Lalu Yesus memperingatkan mereka, kata-Nya: "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes." Maka mereka berpikir-pikir dan seorang berkata kepada yang lain: "Itu dikatakan-Nya karena kita tidak mempunyai roti." Dan ketika Yesus mengetahui apa yang mereka perbincangkan, Ia berkata: "Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? Tidakkah kamu ingat lagi, pada waktu Aku memecah-mecahkan lima roti untuk lima ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Dua belas bakul." "Dan pada waktu tujuh roti untuk empat ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Tujuh bakul." Lalu kata-Nya kepada mereka: "Masihkah kamu belum mengerti?" (Mrk 8:14-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para murid atau rasul yang bersama dengan Yesus pun juga tidak segera faham atau mengerti perihal apa yang disabdakan atau diajarkan oleh Yesus. Ketika Yesus bersabda "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan Herodes", mereka mengerti atau memahaminya secara lahiriah saja, yaitu hal makanan, padahal yang dimaksudkan 'ragi' oleh Yesus adalah bujuk rayu dan pencobaan dari orang Farisi maupun Herodes. Kedegilan hati sebagaimana dialami oleh para murid mungkin juga terjadi dalam diri kita. Kerajaan Allah atau hidup beriman memang erat kaitannya dengan kecerdasan hati atau kecerdasan spiritual. Maka marilah kita dengan rendah hati dan bersama-sama mengusahakan kecerdasan hati atau spiritual. Salah satu cara untuk itu adalah pemeriksaan batin. Pemeriksaan batin merupakan bagian dari doa harian, doa malam, maka baiklah setiap hari kita memeriksa batin kita masing-masing dengan cermat, teliti, jujur dan benar. Cara memeriksa batin yang sederhana adalah mengenali kecenderungan hati kita ke arah baik atau jelek, untuk berbuat baik atau berbuat jahat/melakukan dosa. Kecenderungan untuk berbuat baik merupakan karya Allah dalam dan melalui diri kita yang lemah dan rapuh ini, sebaliknya kecenderungan untuk berbuat jahat adalah desakan roh jahat atau setan. Jika ada pada hari ini merasa lebih banyak cenderung untuk berbuat baik dan juga akhirnya melakukan perbuatan baik, maka anda akan semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan tentu saja serentak menolak rayuan atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan atau berbuat dosa. Kebiasaan untuk senantiasa berbuat baik merupakan cara untuk semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan dengan demikian juga akan mampu mengerti atau memahami Penyelenggaraan Ilahi dalam ciptaan-ciptaanNya,  terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya,

·   "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya."(Yak 1:17-18), demikian nasihat Yakobus. Kami percaya bahwa masing-masing dari kita telah menerima pemberian yang baik dan anugerah dengan melimpah ruah dari Allah melalui saudara-saudari kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak-adik, guru, rekan bermain atau bekerja, dst.. , maka selayaknya kita hidup dengan penuh syukur dan terima kasih. Syukur dan terima kasih tersebut kita wujudkan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dengan berbuat baik kepada sesama dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling berbuat baik satu sama lain, sehingga sebagai manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, kita sungguh "menjadi anak sulung di antara semua ciptaanNya". Marilah setiap sapaan, sentuhan, kritik, saran, ejekan, pujian dst. dari orang lain atau sesama kita mengerti dan hayati sebagai perbuatan baik, tindakan kasih mereka kepada kita yang lemah dan rapuh ini. Pertama-tama dan terutama marilah kita sungguh bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing, dan kita wujudkan syukur dan terima kasih tersebut seperti digambarkan oleh orang Jawa dengan kata "mikul dhuwur mendhem jero wong tuwo", yang secara harafiah berarti mengangkat tinggi-tinggi dan mengubur dalam-dalam orangtua, sedangkan maksudnya tidak lain memuliakan orangtua dengan hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga tidak membuat nama jelek keluarga.

 

"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati" (Mzm 94:12-13a.14-15)

      

Jakarta, 16 Februari 2010