Kamis, 30 Desember 2010

1 Jan - HR SP MARIA BUNDA ALLAH: Bil 6: 22-27; Gal 4:4-7; Luk 2:16-21

" Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya."

HR SP MARIA BUNDA ALLAH:  Bil 6: 22-27; Gal 4:4-7; Luk 2:16-21


Pertama-tama kami ucapkan 'SELAMAT TAHUN BARU 2011', semoga segala sesuatu juga menjadi baru. Hari ini sarat dengan pesta atau kenangan, antara lain Tahun Baru, Hari Perdamaian Sedunia, Pesta Nama Serikat Yesus, dst.. Dalam Warta Gembira juga dikisahkan perihal pemberian nama Yesus kepada Sang Penyelamat Dunia, yang  baru saja datang atau lahir. Nama yang diberikan kepada Penyelamat Dunia telah disampaikan oleh malaikat kepada Bunda Maria dalam warta gembira bahwa Maria akan mengandung karena Roh Kudus. Maka baiklah mengawali tahun baru ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri juga perihal nama yang dikenakan kepada kita masing-masing; kami percaya nama yang kita kenakan pada diri kita masing-masing memiliki arti, makna atau tujuan yang baik dan mulia. Nama yang dikenakan kepada kita masing-masing kiranya juga merupakan buah 'perdamaian bersama' artinya hasil curhat bersama dari mereka yang memberi nama pada kita. Dengan kata lain kami berharap kita semua memperbaharui diri kita masing-masing sesuai dengan dambaan, cita-cita atau harapan yang tercetus atau diikhrarkan ketika nama diberikan kepada kita masing-masing.

 

"Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya" (Luk 2:21) 

 

Memperbaharui berarti berubah: kiranya sejak kita dilahirkan dari rahim ibu kita masing-masing sampai kini kita terus mengalami perubahan, entah secara phisik, sosial, emosional, rational maupun spiritual. Pertanyaannya ialah apakah kita berubah menjadi semakin baik atau buruk, dan tentu saja masing-masing dari kita berharap untuk berubah semakin baik, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Masing-masing dari kita sejak masih berada di dalam kandungan atau rahim ibu kiranya nama sudah direncanakan untuk diberikan kepada kita oleh orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing, maka baiklah dalam rangka mawas diri kita bertanya kepada orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing: apakah yang menjadi dambaan atau cita-cita mereka bagi kita.

 

Sebagai contoh perihal pemberian nama Yesus antara lain dikatakan bahwa " Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."(Luk 1:32-33), Yesus juga disebut 'Emmanuel' yang berarti Allah menyertai kita. Dengan kata lain kehadiran atau kedatangan Yesus merupakan perwujudan penyertaan Allah pada seluruh ciptaanNya di dunia ini, terutama manusia, untuk merajai dan menguasai ciptaanNya agar selamat dan senantiasa dalam keadaan damai sejahtera.

 

Nama-nama yang diberikan kepada kita kiranya juga memiliki dambaan atau cita-cita agar kita tumbuh berkembang menjadi pribadi yang damai sejahtera dan selamat serta dengan demikian dapat berpartisipasi dalam menyelamatkan atau mensejahterakan orang lain melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" ='Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan"  , demikian pesan Perdamaian Paus Yohanes Paulus II memasuki Millennium Ketiga. Hemat saya pesan tersebut masih up to date pada masa kini untuk kita hayati dan sebarluaskan. Keadilan dasar atau sejati hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia atau menunjungi tinggi harkat martabat manusia. Buah keadilan sejati antara lain keselamatan jiwa manusia. Maka baiklah memasuki tahun 2011 ini kita galakkan atau tingkatkan gerakan untuk memperjuangkan dan membela keadilan. Kami berharap mereka yang berfungsi sebagai penegak keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti hakim, jaksa dan polisi untuk memberi teladan dalam perjuangan dan penegakan keadilan. Hendaknya keadilan ini sedini mungkin dibiasakan didalam diri anak-anak di dalam keluarga dan kemudian diperkembangkan serta diperdalam di sekolah-sekolah atau karya pendidikan formal.

 

"Kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah" (Gal 4:7)  

 

Kita semua adalah anak-anak Allah alias saudara atau sahabat satu sama lain. Baiklah dengan rendah hati kami mengajak rekan-rekan anggota Serikat Yesus, yang telah menyatakan diri untuk menjadi sahabat-sahabat Yesus. Sebagaimana Yesus datang sebagai pembawa damai sejahtera, maka hendaknya sebagai sahabat-sahabat Yesus dimanapun dan kapanpun senantiasa membawa damai sejahtera. Maka baiklah kita renungkan doa dari St.Fransiskus Assisi ini (ingat bahwa Ignatius Loyola belajar cukup banyak perihal semangat St.Fransiskus Assisi):  

"Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai. Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cintakasih. Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan. Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan. Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian. Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa kegembiraan. Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang" (PS no 221).

 

Marilah kita sebagai ahli-ahli waris atau 'anak-anak Allah' membangun, memperdalam dan menyebar-luaskan perdamaian. Masing-masing dari kita dapat memilih salah satu dari doa St.Fransiskus Assisi tersebut, yang sesuai dengan lingkungan hidup kita masing-masing  Kepada saudara-saudari kita kiranya kita juga dapat menyampaikan pesan, sebagaimana disampaikan oleh Harun kepada anak-anaknya,yaitu : "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bil 6:24-27). Maka hendaknya kita juga jangan takut dan gentar untuk menyebar-luaskan damai sejahtera, meskipun untuk itu harus menghadapi aneka tantangan, hambatan, masalah atau penderitaan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi aneka tantangan, hambatan, masalah atau penderitaan serta menjadikannya sebagai wahana pendewasaan kepribadian atau iman kita.

 

Kami berharap siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan dalam rangka menghayati dan menyebar-luaskan perdamaian. Hendaknya aneka perbedaan yang ada di antara kita, entah beda SARA, pengalaman, pangkat, fungsi dan kedudukan menjadi sarana untuk saling memperkaya dan memperkuat dalam menghayati dan menyebarluaskan perdamaian. Secara khusus juga kami mengajak para orangtua atau bapak-ibu untuk sungguh menghayati janji perkawinan yaitu saling mengasihi baik dalam untung dan malang, sehat maupun sakit sampai mati, agar perdamaian sejati terjadi dalam hidup berkeluarga. Pengalaman hidup damai sejati didalam keluarga akan menjadi kekuatan atau modal untuk membangun dan memperdalam di dalam kehidupan bersama yang lebih luas, entah di masyarakat maupun tempat kerja/tugas.

 

"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu" (Mzm 67:2-3.5-6).

  

Jakarta, 1 Januari 2011 


31 des - 1Yoh 2:18-21; Yoh 1:1-18

"Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya"

(1Yoh 2:18-21; Yoh 1:1-18)

 

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;" (Yoh 1:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup membumi atau mendunia itulah kesibukan kita sehari-hari atau panggilan hidup kita. Sang Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia, telah datang ke tengah-tengah kita, dengan mengambil rupa manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Memang hanya orang yang sungguh beriman berani dan mampu mengimani bahwa bayi yang lahir di Betlekem itu adalah Penyelamat Dunia, datang untuk menyelamatkan seluruh dunia seisinya. Kita yang beriman kepadaNya diipanggil untuk meneladanNya, maka marilah dengan rendah hati kita melepaskan kebesaran-kebesaran kita untuk menjadi sama dengan sesama manusia, lebih-lebih dengan mereka yang miskin dan berkekurangan.Kita harus berpartisipasi dalam seluk-beluk atau hal ikhwal duniawi, maka hendaknya juga tidak malu untuk mengerjakan hal-hal sederhana seperti menyapu, mencuci piring, membersihkan lantai/WC, dst… Mengapa? Karena ketika kita terbiasa untuk mengerjakan hal-hal yang sederhana tersebut kiranya kita tak akan malu lagi untuk sungguh hidup membumi atau mendunia  dan kita tahu akan aneka macam kebutuhan pokok sehari-hari setiap manusia. Untuk itu memang kita juga harus hidup sederhana untuk memberi kesaksian akan iman kita kepada Sang Penyelamat Dunia yang lahir atau datang dalam kemiskinan atau kesederhanaan luar biasa. Sore/malam ini kita semua merayakan pergantian tahun, dari tahun 2010 ke 2011, maka kami harapkan merayakan secara sederhana saja, tidak berfoya-foya. Semoga dengan pergantian tahun kita juga berani berubah terus menerus agar semakin layak menjadi 'anak-anak Allah', orang-orang yang selalu melaksanakan kehendak Allah di dalam hidup sehari-hari.


·   "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir" (1Yoh 2:18). "Antikristus" berarti orang yang tidak beriman kepada Yesus Kristus dan sering mengganggu atau mengacau hidup orang yang beriman kepada Yesus Kristus, antara lain orang atau kelompok yang fanatik, yang mempersulit pembangunan tempat ibadat. Aneh dan nyata: izin untuk mendirikan ruko, losmen atau hotel begitu mudah, padahal bangunan tersebut sering disalah-gunakan untuk makziat atau pelacuran, sedangkan membangun tempat ibadat dipersulit. Maka baiklah kita tidak terkejut jika untuk membangun tempat ibadat atau beribadat sering harus menghadapi aneka tantangan, mengingat dan  memeperhatikan kedatangan atau kelahiran Penyelamat Dunia pun menghadapi tantangan dari saudara-saudari- Nya di Betlekem; mereka menolak dan tidak bersedia memberi penginapan kepada Maria yang akan melahirkan Penyelamat Dunia. Kedatangan Penyelamat Dunia mengarah ke akhir hidupNya di puncak kayu salib artinya kelahiranNya telah mengalami penderitaan. Dengan kata lain hendaknya tidak marah atau menggerutu ketika kita menghadapi aneka tantangan dan masalah dalam rangka merayakan atau mewujudkan iman kita kepada Sang Penyelamat Dunia, Yesus Kristus. Memang untuk memperjuangkan dan menghayati kebenaran sejati tak akan terlepas dari aneka tantangan, masalah dan hambatan, namun demikian percayalah bahwa kebenaran pasti akan menang atas dusta dan kebohongan, kesederhanaan akan menang atas keserakahan. Semoga aneka tantangan, masalah dan hambatan menjadi wahana atau jalan bagi kita semua untuk semakin memperdalam dan meneguhkan iman kita.

 

"Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya " (Mzm 96:11-13)

Jakarta, 31 Desember 2010


Rabu, 29 Desember 2010

30 des -1Yoh 2:12-17; Luk 2:36-40

"Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat"

(1Yoh 2:12-17; Luk 2:36-40)

 

"Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya, dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (Luk 2:36-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pendidikan anak hemat saya merupakan sesuatu yang penting dan utama, lebih daripada kegiatan atau usaha-usaha lainnya. Marilah kita didik anak-anak kita agar dapat tumbuh berkembang seperti Yesus, yaitu "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padaNya". Pertama-tama hendaknya sejak dalam kandungan sampai usia balita anak diberi gizi yang memadai, karena masa-masa tersebut sangat menentukan masa depan pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Hendaknya anak disusui oleh ibunya secara memadai, dan menurut ahli gizi konon alangkah baiknya jika anak dapat menerima ASI paling tidak selama satu tahun. Untuk itu perlu diperhatikan gizi ibu atau calon ibu agar dapat menghasilkan ASI yang memadai bagi anaknya. Dalam proses pendidikan atau pendampingan selain agar anak sehat wal'afiat dan segar bugar secara phisik, hendaknya diusahakan agar anak semakin penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padanya, dengan kata lain agar anak semakin berbudi pekerti luhur, semakin dikasihi oleh Allah dan sesamanya. Dengan kata lain hendaknya dalam mendidik atau mendampingi anak-anak dengan tujuan agar anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik atau cerdas secara spiritual daripada pandai atau cerdas secara intelektual. Teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu dalam hidup dan bertindak baik dalam hidup sehari-hari mutlak dibutuhkan, karena keteladanan merupakan cara pertama dan utama dalam pendidikan atau pembinaan. Kami berharap juga kelak ada anak-anak yang tergerak atau terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster (kalau beragama katolik) atau menjadi pribadi yang sosial, senantiasa peka terhadap kebutuhan orang lain, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.


·   "Semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1Yoh 2:16-17). Apa yang dikatakan oleh Yohanes ini tidak berarti kita tidak boleh mendunia, melainkan hendaknya jangan bersikap mental materialistis selama hidup di dunia ini. Hendaknya semakin kaya akan harta benda atau uang juga semakin beriman, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Kehendak Tuhan perihal harta benda atau uang adalah sebagai sarana untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan dalam hidup sehari-hari melalui sesama manusia, maka jika harta benda atau uang mengganggu tujuan tersebut hendaknya dibuang atau dimusnahkan. Yohanes juga mengingatkan kita perihal indera penglihatan atau mata, tentu saja bagi yang tidak buta. Cara hidup dan cara bertindak kita pada umumnya memang dimulai dengan penglihatan atau apa yang kita lihat. Melihat -> merasakan -> berpikir -> bersikap -> bertindak inilah kurang lebih kronologis cara bertindak. Dari melihat sampai bertindak  bagi orang yang jelas kepribadian atau jati dirinya hanya butuh waktu hitungan detik, artinya begitu melihat langsung bertindak. Sedangkan bagi orang yang tidak jelas kepribadiannya, tidak putih dan tidak hitam alias abu-abu, pada umumnya dari melihat sampai bertindak butuh waktu lama, karena harus merasa-rasakan dan berpikir. Kehendak Tuhan bagi kita semua adalah begitu melihat langsung bertindak, tentu saja tindakan yang menyelamatkan atau membahagiakan terutama keselamatan jiwa manusia. Kita semua mendambakan untuk hidup selamanya mulia di sorga bersama Tuhan setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia, maka baiklah kita senantiasa setiap hari bersama dan bersatu dengan Tuhan alias berusaha untuk hidup baik, suci, tak bernoda atau tercela.

 

"Kepada TUHAN, hai suku-suku bangsa, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan! Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya! Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi!"

 (Mzm 96:7-9)

Jakarta, 30 Desember 2010    

    


Selasa, 28 Desember 2010

29des - 1Yoh 2:3-11; Luk 2:22-35

"Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang"

(1Yoh 2:3-11; Luk 2:22-35)


"Ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: "Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah", dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk 2:22-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Anak adalah anugerah Tuhan, maka selayaknya kemudian dipersembahkan kepada Tuhan sepenuhnya. Cara mempersembahkan anak kepada Tuhan antara lain adalah mendidik dan membina mereka sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka dengan rendah hati disini saya angkat motto pendidikan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh para Yesuit, yang hemat saya dapat dihayati dalam proses pendidikan dan pembinaan dimanapun, yaitu Competence, Conscience,Compassion (kepandaian, hati nurani, kepedulian). Anak-anak selama masa usia balita hemat kami harus menerima pendampingan atau pendidikan ketiga unsur tersebut di dalam keluarga. Apa yang diterima dan dialami anak-anak pada masa usia balita sungguh dapat berpengaruh di kemudian hari dan dapat dikembangkan dan diperdalam dalam proses pendidikan lebih lanjut di sekolah-sekolah. Hendaknya sebagai orangtua, guru atau orang dewasa menghayati motto ini: "Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang". Memang untuk menghayati motto ini kita harus bekerja keras seraya mengandalkan diri pada rahmat Tuhan. Kepandaian pada umumnya sudah menjadi perhatian banyak orang, sedangkan hati nurani dan kepedulian kurang memperoleh perhatian. Semoga kita memberi perhatian pada hati nurani dan kepedulian dalam proses pendidikan atau pembinaan dimanapun dan kapanpun.   


·   "Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya" (1Yoh 2:10-11). Sebagaimana diwartakan di dalam Injil, marilah saudara di sini lebih kita fahami sebagai orang-orang yang sungguh membutuhkan bantuan dan pertolongan kita, uluran kasih kita, yaitu mereka yang miskin dan berkekurangan atau menjadi korban dari aneka kekerasan maupun bencana alam. Pada masa kini kiranya cukup banyak dari saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan, lebih-lebih karena cuaca ekstrim yang masih berlangsung atau hujan deras yang menggelontorkan lahar dingin di lereng gunung Merapi dst… Memberi sebagai perwujudan kasih sejati adalah memberi dari kekurangan, sedangkan memberi dari kelimpahan berarti membuang sampah dan dengan demikian menjadikan si penerima sebagai tempat sampah. Maka kami berharap meskipun kita merasa kurang hendaknya dengan besar hati dan rela berkorban untuk memberi sesuatu kepada saudara-saudari kita yang lebih membutuhkan, entah itu berupa tenaga, harta/uang dst..  Maklum hal ini kami angkat mengingat dan memperhatikan sering terjadi orang memberi dari kelimpahan, antara lain berupa pakaian bekas guna membersihkan 'gudang'nya. Akhir kata saya toh juga mengingatkan dan mengajak kita semua: hendaknya dengan saudara-saudari sekandung kita sungguh saling mengasihi, jauhkan aneka macam bentuk irihati atau kebencian. Tentu saja kasih itu sungguh sejati, artinya bersama-sama sebagai kakak-adik dalam cara hidup dan cara bertindak tidak menindas atau memeras orang lain.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa." (Mzm 96:1-3)

Jakarta, 29 Desember 2010


28des - 1Yoh 1:5-2:2; Mat 2:13-18

"Ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya"

(1Yoh 1:5-2:2; Mat 2:13-18)

 

"Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: "Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku." Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi." (Mat 2:13-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Kanak-Kanak suci, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Anak-anak adalah masa depan kita, masa depan bangsa, Negara maupun Gereja, maka selayaknya kita mendampingi dan mendidik mereka agar kelak mampu berfungsi dengan baik dalam hidup berbangsa, bernegara, bermasyakat maupun beriman atau menggereja. Maka hendaknya jangan bersikap seperti Herodes yang gila akan kekuasaan dan kehormatan dunia, dimana ketika mendengar akan muncul seorang raja ia kemudian membunuh semua anak berusia dua tahun ke bawah. Tidak menyayangi atau mencintai anak-anak berarti bunuh diri pelan-pelan perihal masa depan. Dalam penghayatan hidup beriman hemat saya anak-anak lebih suci daripada orang dewasa atau orangtua, maka selayaknya anak-anak dihormati dan dijunjung tinggi. Secara konkret kami berharap agar anak-anak dapat memperoleh pendidikan atau pendampingan yang baik dan memadai, maka hendaknya dialokasikan dana dan tenaga yang memadai bagi pendidikan atau pembinaan anak-anak. Tanda bahwa orangtua atau orang dewasa sungguh mendidik dan membina anak-anak adalah kelak kemudian hari ketika tumbuh berkembang menjadi dewasa anak-anak lebih dewasa, pandai, cerdas, terampil daripada orangtua atau orang dewasa saat ini. Sejauh pengamatan dan penglihatan kami rasanya hal itu lebih banyak terjadi di desa-desa atau pelosok-pelosok daripada di kota-kota (besar). Marilah kita didik dan bina sungguh-sungguh anak-anak kita agar kelak dia dapat 'mikul dhuwur lan mendhem jero wong tuwo' (= memuliakan orangtua).


·   "Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia." (1Yoh 2:1-2). Jika kita jujur mawas diri kiranya kita semua akan mengakui dan menghayati diri sebagai orang berdosa: tambah usia, tambah pengalaman berarti juga tambah dosanya. Kita baru saja merayakan Kelahiran Raja Damai, Pembawa Perdamaian, maka baiklah kita bersembah-sujud kepadaNya, yang saat ini 'masih terbaring di palungan', seraya mohon dengan rendah hati agar kita diperdamaikan dengan Allah maupun sesama atau saudara-saudari kita. Memang untuk itu kita juga harus dengan sungguh-sungguh mengusahakan damai dalam kehidupan, sepak terjang dan pelayanan kita dimanapun dan kapanpun, pertama-tama dan terutama di dalam keluarga atau komunitas kita masing-masing. Jika di dalam keluarga kita masing-masing sungguh terjadi perdamaian sejati rasanya seluruh dunia ini akan damai sejahtera dan aman sentosa. Baiklah sekali lagi kami ingatkan bahwa keluarga dibangun dan dibentuk dalam dan oleh cintakasih, maka seluruh anggota keluarga  dapat tumbuh berkembang dengan baik hanya oleh dan dalam cintakasih. Hemat saya aneka macam bentuk kebejatan moral anak-anak terjadi karena kurang cintakasih alias di dalam keluarga kurang menerima cintakasih dari orangtua maupun kakak-adiknya. Hendaknya di dalam keluarga sering terjadi 'curhat' antar anggota keluarga, dan untuk itu harus sungguh menyediakan waktu dan tenaga yang memadai. Jika kita dapat saling mengasihi dengan mereka yang paling dekat dengan kita dalam hidup sehari-hari, maka dengan mudah kita mengasihi orang lain dimanapun dan kapanpun.

 

"Jikalau bukan TUHAN yang memihak kepada kita, ketika manusia bangkit melawan kita, maka mereka telah menelan kita hidup-hidup, ketika amarah mereka menyala-nyala terhadap kita; maka air telah menghanyutkan kita, dan sungai telah mengalir melingkupi diri kita, maka telah mengalir melingkupi diri kita air yang meluap-luap itu" (Mzm 124:2-5)

Jakarta, 28 Desember 2010         


Minggu, 26 Desember 2010

27 des - 1Yoh 1:1-4; Yoh 20:2-8

"Masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya"

(1Yoh 1:1-4; Yoh 20:2-8)


"Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya" (Yoh 20:2-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini..

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Yohanes, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Cintakasih memang sungguh menggairahkan dan menggerakkan, membuat orang yang saling mengasihi gembira dan dinami dalam kehidupan bersama. Yohanes dikenal sebagai murid terkasih dari Yesus, maka sebagai murid terkasih ia merasa harus cepat-cepat mencari tahu apa yang terjadi ketika mendengar ada sesuatu pada Dia yang mengasihinya. Yohanes lebih cepat datang ke makam Yesus daripada Petrus, dan ketika ia melihat apa yang terjadi kemudian ia pun percaya: percaya bahwa Yesus telah bangkit dari mati dan kini hidup dan berkarya  melalui RohNya tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Maka bercermin dari murid yang terkasih ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah kita hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih dalam sepak terjang dan pelayanan kita sehari-hari. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'buah kasih' atau 'yang terkasih', dapat hidup, tumbuh dan berkembang seperti apa adanya saat ini karena dan oleh cintakasih. Kami berharap kepada para bapak-ibu atau suami-isteri untuk sungguh menjadi teladan hidup saling mengasihi bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Salah satu bentuk penghayatan cintakasih adalah peka terhadap kebutuhan orang lain, lebih-lebih dan terutama mereka yang miskin dan berkekurangan. Cintakasih pertama-tama dan terutama untuk dihayati bukan diomongkan atau didiskusikan, maka marilah kita wujudkan cintakasih kita kepada mereka yang  miskin dan berkekurangan. Marilah kita saling berlomba dalam saling mengasihi dalam hidup sehari-hari.


·   "Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna" (1Yoh 1:3-4). Apa yang dikatakan oleh Yohanes dalam suratnya ini kiranya baik menjadi refleksi atau permenungan kita bersama. Marilah kita lihat penghayatan kasih dalam diri kita sendiri maupun orang lain atau sesama kita, dan kemudian apa yang  kita lihat kita beritakan kemana-mana dan kepada siapa saja. Kami percaya masing-masing dari kita berkehendak untuk mengasihi  orang lain, namun karena keterbatasan dan kelemahan kita sering perwujudan kasih itu berbeda satu sama lain atau kurang sempurna. Maka baiklah kita saling memahami dan menghayati kelemahan dan kekurangan kita masing-masing dan dalam kelemahan dan kekurangan kita saling membuka diri dengan rendah hati untuk saling mendengarkan, agar terjadilah kesatuan atau persahabatan  sejati dalam kehidupan bersama kita dimanapun dan kapanpun. Kami percaya masing-masing dari kita mendambakan sukacita sempurna, hidup dalam damai sejahtera dan selamat baik jiwa maupun raga. Maka kami berharap kita saling melihat dan mengimani kasih yang dihayati, dengan kata lain marilah kita lihat buah-buah Roh Kudus dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita, yaitu "sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Untuk itu kita harus senantiasa berpikiran positif baik terhadap diri kita sendiri maupun orang lain, yang berarti hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus. Semoga kita saling melihat apa yang baik dalam diri kita masing-masing dan dengan demikian kita saling percaya satu sama lain.

 

"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya" (Mzm 97:1-2.5-6)

 

Jakarta, 27 Desember 2010


Jumat, 24 Desember 2010

Keluarga Kudus - Sir 3:2-6.12-14; Kol 3:12-21; Mat 2:13-15.19-23

"Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel"

Pesta Keluarga Kudus : Sir 3:2-6.12-14; Kol 3:12-21; Mat 2:13-15.19-23

 

"Keluarga, yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pribadi-pribadi suami dan isteri, orangtua dan anak-anak, sanak saudara. Tugasnya yang pertama yakni dengan setia menghayati kenyataan persekutuan disertai usaha terus-menerus untuk mengembangkan rukun hidup yang otentik antara pribadi-pribadi. Asas terdalam tugas itu, kekuatannya yang tetap, serta tujuan akhirnya ialah cintakasih.  Tanpa cintakasih keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi, dan begitu pula, tanpa cintakasih keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi"  (Paus Yohanes Paulus II: Anjuran Apostolik "Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern /Ensiklik 'Familiaris Consortio', 22 November 1981, no 18). Hidup berkeluarga pada masa kini memang sarat dengan aneka tantangan, hambatan atau masalah, sehingga tidak sedikit yang mengalami kegagalan dan berakhir dengan perceraian. Dalam kisah Warta Gembira hari ini diceriterakan bahwa Keluarga Kudus, Yosef, Maria dan Kanak-kanak Yesus menghadapi ancaman dari penguasa yang gila akan kekuasaan atau jabatan, yaitu Herodes. Atas bisikan Roh Kudus Keluarga Kudus terbebas dari ancaman itu dan untuk itu harus mengungsi ke Mesir. Maka baiklah pada Pesta Keluarga Kudus hari ini kami mengajak anda sekalian, secara khusus yang menjalani hidup berkeluarga sebagai suami-isteri, untuk mawas diri bercermin pada warta gembira hari ini.

 

"Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati" (Mat 2:13-15)    

 

Yusuf, sebagai kepala keluarga atau rumah tangga, bertanggungjawab menyelamatkan Keluarga Kudus itulah yang baik kita renungkan atau refleksikan, dan secara khusus kami mengajak dan mengingatkan para suami atau bapak, yang pada umumnya berfungsi sebagai kepala keluarga dalam system patriarchal. Pengakuan suami atau bapak sebagai kepala keluarga ini antara lain terjadi dalam system penggajian atau imbal jasa dalam kepegawaian, dimana ia memperoleh tunjangan isteri dan anak-anak. Dengan kata lain kiranya bapak atau suami pertama-tama bertanggungjawab dalam hal kebutuhan hidup sehari-hari bagi seluruh anggota keluarga. Memang dalam kenyataan cukup banyak juga para isteri atau ibu yang bekerja, entah sebagai pegawai atau dengan usaha wiraswasta, dan bahkan imbal jasa atau pendapatannya sering lebih besar dari pendapatan suami/bapak. Maka kami berharap suami dan isteri bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga. Bekerjasama ini mutlak, mengingat dan memperhatikan bahwa anak adalah 'buah kerjasama', maka hanya akan tumbuh berkembang dengan baik jika anak dididik dan didampingi bersama-sama juga.

 

Selain tanggungjawab secara phisik, material atau ekonomis, pada masa kini tanggungjawab secara moral atau spiritual kiranya cukup berat. Baiklah kami mengajak dan mengingatkan para suami-isteri atau bapak ibu untuk sungguh memberi perhatian pada anak-anak selama masa usia balita. Peran indera penglihatan dan pendengaran anak sangat peka selama masa balita: apa yang dilihat dan didengarkan melalui lingkungan hidupnya sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kepribadian, akhlak atau kehidupan moralnya. Maka baiklah senantiasa diusahakan agar apa yang disuarakan atau dilakukan oleh orangtua atau bapak-ibu sungguh membantu pertumbuhan dan perkembangan moral anak. Kami berharap pada para bapak-ibu untuk tidak pelit memberi waktu dan tenaga bagi anak-anak sebagai tanda cinta, karena salah satu bentuk cinta yang tak dapat diganti dengan cara apapun adalah 'pemborosan waktu dan tenaga bagi yang tercinta'.

 

Perkenankan dengan rendah hati kami mengingatkan secara khusus kepada para ibu untuk memberi ASI atau menyusui anak/bayinya secara memadai, karena dengan menyusui selain memberi gizi yang baik kepada anak-anak juga merupakan bentuk kasih yang luar biasa kepada anak-anak, memberi bekal pada anak-anak untuk mengembangkan belahan otak kanan, yang erat kaitannya dengan kehidupan moral (Ingat pada umumnya ibu menyusui dengan buah dada kiri, yang berarti otak belahan kanan anak menempel di buah dada. Bukankan buah dada juga menjadi symbol cinta?). ASI akan sangat berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan kecerdasan maupun psikologis anak.

 

"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan." (Kol 3:18-20)

    

Baik suami maupun isteri kiranya,  pada awal perjumpaan untuk saling mengasihi, saling menyadari dan menghayati diri sebagai anugerah Tuhan; dengan kata lain Tuhanlah yang mempertemukannya sehingga menjadi suami-isteri. Maka ajakan atau peringatan Paulus di atas baik bagi suami maupun isteri hemat saya sama saja: mengasihi dalam Tuhan sama dengan tidak berlaku kasar atau tidak berlaku kasar merupakan perwujudan mengasihi dalam Tuhan. hendaknya relasi antar suami dan isteri  tidak pernah kasar entah dalam wacana maupun tindakan, omongan maupun perilaku. Apa yang dikatakan atau dilakukan selama masa pacaran atau tunangan, yang pada umumnya mesra penuh kelembutan dan mempesona, terus diperdalam dan ditingkatkan selama menjadi suami-isteri sampai mati. Ingat dan kenangkan janji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati.

 

Paulus juga mengingatkan anak-anak agar mentaati orangtua dalam segala hal. Peringatan ini mengandaikan apa yang dikatakan, diperintahkan atau dinasehatkan oleh orangtua pada anak-anak adalah segala sesuatu yang menyelamatkan dan membahagiakan terutama bagi jiwa anak-anak, segala sesuatu yang menyelamatkan jiwa. Maka orangtua hendaknya dapat menjadi teladan dalam penghayatan budi pekerti luhur dalam hidup sehari-hari alias senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Kepada orangtua yang demikian selayaknya anak-anak mentaatinya. Anak-anak akan mentaati orangtua jika mereka merasa dikasihi oleh orangtuanya. Lepas apakah orangtua sungguh berbudi pekerti luhur atau tidak, baiklah kami mengingatkan anak-anak untuk menghormati dan mentaati orangtua. Ingatlah dan hayatilah bahwa tanpa kasih orangtua, khususnya ibu, kita tidak dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini. Kasih ibu antara lain kita terima ketika kita masih berada di dalam rahimnya kurang lebih sembilan bulan lamanya, ketika kita masih bayi disusui, dimandikan, dipeluk, dicium , dst.. Akhir kata sebagaimana diingatkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik, yang kami kutipkan di atas, hendaknya cintakasih senantiasa menjiwai hidup berkeluarga. Marilah kita saling mengasihi satu sama lain sampai mati.

 

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN.Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,"

 (Mzm 128:1-5)

 

Jakarta, 26 Desember 2010  


Kamis, 23 Desember 2010

Hari Raya Natal - Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2: 1-20

HR NATAL : Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2: 1-20


"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."

Pertama-tama kami ucapkan "SELAMAT NATAL 2010 / HAPPY  MERRY CHRISTMAS 2010" kepada anda sekalian. Dalam merayakan Natal tahun ini kiranya kita berada dalam suasana keprihatinan terkait dengan aneka musibah, bencana alam, gempa bumi, letusan gunung berapi dst.. yang mengakibatkan cukup banyak korban. Secara moral kiranya kita juga masih prihatin berhubungan dengan masih maraknya tindak korupsi maupun aneka pertentangan, tawuran atau permusuhan yang menimbulkan kebencian dan balas dendam maupun korban.  Kedatangan Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, kiranya juga merupakan 'keprihatinan Allah akan situasi dunia yang harus diselamatkan'. Maka baiklah dalam rangka merayakan pesta Natal atau mengenangkan Kelahiran Penyelamat Dunia tahun ini, kami sampaikan catatan-catatan refleksif sebagai berikut:

 

"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan" (Luk 2:10-11)     

 

Berbagai macam bentuk ketakutan kiranya masih menguasai banyak orang, termasuk kita sendiri: ada orang takut digeser atau diturunkan dari kedudukan, jabatan atau fungsinya, para pelajar atau mahasiswa takut tidak naik kelas atau lulus ujian, cukup banyak orang takut menghadapi masa depan, dst… Dampak ketakutan dapat mendua: hidup dan bertindak ngawur untuk melindungi atau menutupi ketakutannya atau dengan rendah hati membuka diri terhadap bantuan Ilahi melalui sesamanya yang baik hati. Kepada mereka yang beerada dalam ketakutan kami ajak untuk dengan sungguh-sungguh merenungkan Warta Gembira yang disampaikan oleh malaikat kepada para gembala, sebagaimana saya kutipkan di atas.

 

"Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar"  inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kesukaan besar macam apa? Tentu saja bukan bersifat material melainkan lebih spiritual, misalnya sapaan kasih, perhatian, doa dst., atau nilai-nilai/keutamaan-keutamaan yang menyelamatkan jiwa seperti "kasih, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,"(Gal 5:22-23). Kepada mereka yang takut akan masa depan atau sering terlalu memikirkan saingan-saingan kerja atau pelayanan yang juga membuat takut, kami harapkan untuk dengan sebaik mungkin mengerjakan atau melayani yang sedang anda hadapi saat ini. Jangan memboroskan tenaga dan pikiran untuk memikirkan aneka macam saingan, melainkan hadapilah yang di depan anda saat ini dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, sehingga mereka yang kita layani akan menjadi bantuan 'maarketing/pelayanan' kita dengan menyebarluaskan kesukaan yang telah mereka telah terima dari pelayanan kita. Kesukaan mereka yang menghilangkan ketakutan anda.

 

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan". Marilah kita imani bahwa bayi yang dilahirkan hari ini dari rahim Bunda Maria adalah Juruselamat, Tuhan. Mengimani Sang Bayi yang baru saja lahir adalah Tuhan berarti kita senantiasa ditemani atau didampingi oleh Tuhan. Bukankah sebagai pribadi yang dewasa dan sehat akan menyambut kelahiran seorang anak dengan penuh harapan dan dambaan, apalagi yang kita kenangkan kelahiranNya malam ini adalah Juruselamat. Kami berharap kepada anda sekalian bahwa dengan merayakan Natal atau mengenangkan Kelahiran Juruselamat Dunia hari ini, anda semakin bergairah, penuh pengharapan, ceria dan segar-bugar, bebas dari aneka macam ketakutan.            

 

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."(Luk 2:14).

 

"Manusia yang berkenan kepadaNya"  berarti manusia yang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dimana cara hidup dan cara bertindaknya dengan rendah hati berusaha untuk menghayati sabda-sabda Tuhan atau setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Memang untuk itu tak akan lepas dari aneka macam tantangan, hambatan atau masalah, namun jika tetap bertahan dan setia pada panggilan dan pengutusannya akan menikmati damai sejahtera untuk selama-lamanya. Maka marilah kita senantiasa setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing sebagai tanggapan kita akan kesetiaan janji Allah untuk mengutus Juruselamat Dunia guna menyampaikan damai sejahtera di bumi.

 

"Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Orang yang setia atas perjanjian yang telah dibuat akan hidup mulia dan damai sejahtera. Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk menghayati kesetiaan ini dalam keluarga atau komunutias-komunitas masing-masing, sehingga terjadilah damai sejahtera di dalam keluarga atau komunitas.

 

"Manusia yang berkenan kepadaNya" juga menghayati apa yang disampaikan oleh Paulus kepada Titus ini, yaitu "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Tit 2:11-12) Marilah kita tinggalkan 'kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi'  dan kemudian 'hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini':

·        Selama hidup di dunia kita memang membutuhkan hal-hal duniawi seperti tempat tinggal, pakaian, makanan, aneka asessori dan kenikmatan phisik termasuk kenikmatan hubungan seksual, namun hendaknya semuanya itu menjadi sarana atau wahana untuk semakin setia pada panggilan dan tugas pengutusan masing-masing. Maka kami berharap kita tidak bersikap mental materialistis atau duniawi. Semakin kaya akan harta benda, uang dan aneka macam barang duniawi kami dambakan semakin beriman, semakin suci dan rendah hati, menghayati semuanya sebagai anugerah Tuhan atau Yang Ilahi melalui saudara-saudari kita yang berbaik hati. Dengan meninggalkan keinginan-keinginan dunia kami harap juga kita membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati antar kita.

·        Kita semua dipanggil untuk 'hidup bijaksana, adil dan beribadah di dunia sekarang ini'. Bijaksana antara lain berarti dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dilaksanakan dan buahnya menyelamatkan atau mensejahterakan. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia. Jika orang dapat hidup bijaksana dan adil maka yang bersangkutan dengan mudah dapat beribadah di dunia sekarang ini. Ibadah di sini hendaknya tidak hanya dipahami secara liturgis melulu seperti berdoa dan bernyanyi, melainkan cara hidup dan cara kerja kita juga merupakan ibadah. Bekerja bagaikan beribadah, maka hendaknya rekan kerja disikapi seperti rekan ibadah, sarana kerja dirawat dan diurus seperti mengurus sarana ibadat, suasana kerja bagaikan suasana beribadat dst… Dengan kata lain sepanjang hari orang hidup dan bersama dengan Tuhan dimanapun dan kapanpun. Dengan dan melalui kerja setiap hari orang membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati dengan sesamanya. Kami berhadap suasana yang demikian juga diusahakan di sekolah-sekolah, sehingga sekolah sungguh merupakan komunitas pembelajaran yang menggembirakan.      

 

"Kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (Luk 2:20)

Para gembala menjadi saksi utama dan pertama kelahiran Penyelamat Dunia. Dalam tatanan sosial para gembala termasuk dalam kelompok pinggiran alias kurang diperhatikan.  Siang malam para gembala hidup di perbukitan atau padang rumput sambil menjaga dan mengurus domba-dombanya. Di malam hari mereka tidur di ruang luas yang beratapkan langit dengan sinar terang bintang-bintang, dst.. Para gembala juga menjadi symbol orang-orang yang lebih mempercayakan diri kepada Penyelenggaraan Ilahi daripada bantuan manusia; mereka memang hidup dalam kemiskinan dan berkekurangan. Dengan kata lain para gembala dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk mawas diri perihal keutamaan (kaul) kemiskinan.

 

Keutamaan atau kaul kemiskinan merupakan 'ibu dan benteng' hidup beriman atau membiara, maka harus dicintai bagaikan mencintai ibu dan dirawat atau diurus bagaikan merawat atau mengurus benteng. Kwalitas kepribadian kita masing-masing sangat tergantung atau dipengaruhi oleh peran ibu yang telah mengandung, melahirkan dan merawat kita dengan dan dalam kasih sejati. Pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita sehingga menjadi seperti yang ada saat ini juga tak terlepas dari aneka macam bentuk benteng yang melindungi kita. Tidak mengasihi ibu dan tidak merawat benteng berarti orang yang bersangkutan tak/kurang beriman atau bermoral, demikian juga jika keutamaan atau kaul kemiskinan tidak menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita berarti kita tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Menghayati keutamaan atau kaul kemiskinan berarti hidup dan bertindak mempercayakan diri pada Penyelenggaraan Ilahi, menghayati aneka macam yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini sebagai anugerah Allah.

 

Meneladan para gembala berarti setelah atau dengan merayakan Natal malam ini kita dipanggil untuk senantiasa memuji dan memuliakan Allah. Marilah hal ini kita hayati tidak hanya secara liturgis melulu, tetapi terutama dan pertama-tama secara pastoral atau sosial, konkret dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah saya angkat di sini contoh 'memuji dan memuliakan Allah' dalam cara hidup dan cara bertindak sehari-hari:

·  Hendaknya kita saling memuji satu sama lain, dan untuk itu baiklah senantiasa kita lihat dan imani apa yang baik, mulia dan luhur baik dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari atau sesama kita. Kami yakin dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik, mulia dan luhur daripada yang buruh, remeh dan jorok. Secara khusus kami berharap kepada kita semua untuk senantiasa memberi pujian bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, antara lain dengan memberikan sebagian kekayaan kita kepada mereka.

·  Hendaknya kita juga saling memuliakan satu sama lain, yang berarti saling menghormati dan menjunjung tinggi. Marilah kita hayati bahwa masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Sekali lagi saya ajak dan ingatkan untuk memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah. Ingat dalam tubuh kita ada anggota tubuh yang lemah dan kita beri penghormatan luar biasa, yaita alat kelamin, maka selayaknya kita menghormati mereka yang dipandang lemah di masyarakat kita. Memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah merupakan salah satu bentuk konkret pengahayatan iman akan penjelamaan Allah menjadi manusia, Emmanuel, Allah menyertai kita. Dengan kata lain marilah kita perdalam dan perkembangkan sikap empati dan solidaritas  kita terhadap saudara-saudari kita, terutama mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah.  

 

"Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar." (Yes 9:1)      

 

Kutipan dari Kitab Yesaya di atas ini kiranya baik menjadi permenungan kita semua bersama-sama sebagai bangsa. Ketegangan antar suku dan bangsa masih marak terjadi di sana-sini sebagai dampak dari egoisme, keserakahan dan kesombongan. Dengan hati dan jiwa serta akal budi yang gelap mereka membabi buta untuk menghancurkan sesamanya. Jika kita cermati bangsa Indonesia pun rasanya sedikit banyak 'berjalan di dalam kegelapan', nampak dalam cara hidup dan cara bertindak maupun kebijakan para pemimpin, pejabat atau petinggi negeri ini yang dengan sengaja menutupi aneka macam kejahatan serta memperlemah usaha-usaha pemberantasan korupsi serta penegakan keadilan. Untuk menutupi kejahatan atau korupsi mencetuskan gagasan atau pendapat yang dapat menyita perhatian rakyat atau banyak orang, misalnya kasus Yogya: orang disibukkan dengan urusan monarki dan demokrasi terkait dengan Yogya sehingga lupa membicarakan dan memberantas korupsi.

 

"Terang yang besar telah bersinar"  di malam Natal ini, maka kami berharap mereka yang masih berjalan di dalam kegelapan alias menutup hati, jiwa, akal budi dan tubuh kami harapkan dengan rendah hati membuka diri terhadap Sang Terang yang telah bersinar. Kami berharap para pemimpin atau petinggi dan pejabat dapat meneladan 'orang majus dari Timur' yang melihat sinar bintang kemudian mengikutinya dan sampailah di tempat tujuan untuk bertemu dan berbakti kepada Sinar Terang yang terbaring di palungan. Marilah kita lihat terang dan hidup dalam terang, yang berarti hidup jujur, disiplin, teratur, tekun, rajin, teliti dst..      

  

 

SELAMAT NATAL 2010 

dan

TAHUN BARU 2011

 

Jakarta, 25 Desember 2010     


24des - 2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79

"Ia akan melawat kita untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan"

(2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79)

 

"Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera." (Luk 1:67-79), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Zakharia, yang penuh dengan Roh Kudus, setelah kelahiran anaknya, Yohanes, terbuka mulutnya, sembuh dari bisu, dan kemudian bernubuat. Ia bernubuat perihal Penyelamat Dunia yang segera akan datang, "untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut, untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera". Maka marilah kita mawas diri: apakah kita siap sedia untuk diterangi dan diarahkan menuju jalan damai sejahtera. Sebagai tanda kesiap-sediaan kita antara lain kita harus rendah hati dan taat, membuka hati, jiwa, akal budi dan tubuh atau tenaga kita untuk didatangi, diterangi dan diarahkan. Kerendahan hati dan ketaatan hemat saya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Kita dapat belajar dan meningkatkan atau memperdalam kerendahan hati dan ketaatan, antara lain kita berusaha untuk senantiasa mentaati atau menghayati aneka aturan dan tatanan hidup apapun dan dimanapun. Salah satu contoh adalah mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan berlalu lintas di jalanan, mengingat dan memperhatikan bahwa tertib berlalu-lintas merupakan salah satu cermin bangsa atau warganegara. Agar kita siap mentaati atau melaksanakan aneka aturan, kiranya baik jika kita juga setia mengatur diri sendiri, karena jika kita mampu mengatur diri dengan baik maka dengan mudah kita mentaati aneka aturan dan tatanan hidup. Marilah kita hayati aneka aturan dan tata tertib sebagai 'sinar dan arah' yang membantu kita menuju damai sejahtera sejati.

·    "Baik, lakukanlah segala sesuatu yang dikandung hatimu, sebab TUHAN menyertai engkau." (2Sam 7:2), demikian kata nabi Natan kepada raja Daud. Kutipan ini kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Kami percaya kita semua telah mempersiapkan diri dengan baik dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, Pesta Natal, antara lain mawas diri serta mengaku dosa, dan dengan demikian memiliki hati yang bersih dan jernih, "Tuhan menyertai engkau". Maka marilah kita hidup, melangkah atau bertindak sesuai dengan yang dikandung dalam hati kita yang jernih dan bersih, dengan kata lain kita taati dan laksanakan apa yang menjadi suara hati kita. Marilah kita hayati bahwa Tuhan senantiasa menyertai kita, sehingga kita dimanapun dan kapanpun bersama atau bersatu dengan Tuhan, hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena Tuhan menyertai kita semua, maka selayaknya kita hidup berdamai dengan siapapun dan dimanapun, karena hati kita sama-sama bersih dan jernih juga. Marilah kita rayakan pesta Natal nanti malam dengan hati yang bersih dan jernih, sehingga kita layak untuk saling memberikan damai Natal dengan penuh senyum dan sukacita. Biarlah kita dengan ceria, bergairah dan rela berkorban dalam melangkah untuk menuju ke perayaan Natal bersama, seperti para gembala yang di malam gelap gulita dengan bergairah dan rela berkorban bersembah sujud kepada Penyelamat Dunia, yang baru saja lahir dan terbaring di tempat pembabaringan domba. Hanya dengan hati yang jernih dan bersih dapat memahami atau memaknai serta menghayati arti Sang Penyelamat Dunia, yang datang di tengah malam gelap gulita, dan hanya orang yang bersikap mental seperti para gembala, yaitu percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi, mampu mengimani Sang Penyelamat Dunia yang lahir di tengah malam gelap gulita dan kemiskinan.

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)        .

Jakarta, 24 Desember 2010 


Rabu, 22 Desember 2010

23 des - Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66

"Menjadi apakah anak ini nanti?"

(Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66)

 

"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia" (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam berbagai suku atau bangsa sering diberlakukan nama keluarga atau marga/suku bagi warganya, yang nampak dalam nama-nama warga yang bersangkutan. Demikian juga di lingkungan Yahudi waktu itu: anak laki-laki yang baru dilahirkan harus diberi nama sama dengan nama bapak/ayahnya, maka ketika bayi yang lahir dari rahim Elisabeth dinamai Yohanes dan bukan Zakharia timbullah pertanyaan dari saudara-saudarinya: "Menjadi apakah akan ini nanti? Sebab tangan Tuhan menyertai dia". Nama Yohanes diberikan sesuai dengan kata malaikat, utusan Allah. Kami berharap kepada semua orangtua atau bapak-ibu untuk senantiasa taat dan setia kepada kehendak dan perintah Tuhan, termasuk ketika anak-anak merasa terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster tidak dipersulit atau dihalang-halangi. Hendaknya anak-anak dididik dan dibina dengan semangat 'kebebasan dan cintakasih Injili', sehingga suasana keluarga atau rumah-tangga juga dijiwai oleh kebebasan dan cintakasih Injili. Bebas berarti tanpa batas dan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih, sebaliknya cintakasih sungguh bebas, tak terbatas. Kebebasan dan cintakasih bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Dalam kebebasan dan cintakasih juga hendaknya menyikapi cita-cita atau panggilan hidup anak-anak. Percayalah dan imanilah bahwa jika Tuhan senantiasa menyertai anak-anak kita, maka mereka yang tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga anak-anak oleh dikatakan 'mikul dhuwur lan mendhem jero wong tuwo" = memuliakan dan menghormati orangtua.


·   "Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam. Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu" (Mal 3:1-2). Kutipan dari Kitab Maleakhi ini kiranya menunjuk pada Yahanes yang telah lahir dari rahim Elisabeth. Tugas pengutusan Yohanes adalah mempersiapkan jalan bagi Sang Penyelamat Dunia, Tuhan, antara lain akan berfungsi seperti api tukang pemurni logam dan sabun tukang penatu. Api memang memurnikan dan sabun membersihkan, maka tugas pengutusan Yohanes adalah memurnikan panggilan, tugas pengutusan sesamanya serta membersihkan aneka macam noda dan dosa yang menghambat perjumpaan dengan Tuhan. Pesta Natal semakin dekat, maka marilah kita saling membantu dalam rangka memurnikan dan membersihkan diri, sehingga kita layak menerima kedatanganNya. Ingat bahwa ketika ada pejabat tinggi akan berkunjung, maka kita juga mengadakan aneka pemurnian dan pembersihan, selayaknya kita melakukan yang sama dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, karena Ia lebih besar dari semuanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama yang harus murni dan bersih adalah hati, jiwa dan akal budi kita, tidak hanya sekedar phisik belaka. Dengan kata lain mungkin di gereja atau tempat lain ada kesempatan untuk mengaku dosa, hendaknya kesempatan tersebut digunakan dan tidak disia-siakan. Marilah kita sambut kedatangan Penyelamat Dunia dengan hati, jiwa dan akal budi yang murni dan bersih.

 

"TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya" (Mzm 25:8-10).

         

Jakarta, 23 Desember 2010


Senin, 20 Desember 2010

22 Des - 1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56

"Jiwaku memuliakan Tuhan"

(1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)

 

"Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya" (Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menerima pujian dari Elisabeth, Maria tidak menjadi sombong melainkan semakin rendah hati. Ia mengidungkan pujian pop 'hamba Yahwe'/orang pilihan Allah, yang pada masa kini kita kenal dengan Kidung Magnificat. Maria adalah teladan umat beiriman, maka marilah kita sebagai umat beriman meneladannya, yaitu ketika menerima sapaan dari orang lain dalam bentuk apapun marilah kita tanggapi dengan rendah hati. Sapaan, sentuhan atau perhatian orang lain kita hayati sebagai kasih dan perhatian Allah Yang Mahakuasa dan kita kiranya boleh meneladan Maria dengan berkata "Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus". Kita sadari dan hayati bahwa kita dapat tumbuh berkembang, sehat wal'afiat, cantik atau tampan, segar-bugar sebagaimana adanya saat ini adalah karya Allah Yang Mahakuasa dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Segala sesuatu yang baik kita hayati berasal dari Allah, karya Allah Yang Mahakuasa. Dengan ini kami mengingatkan mereka yang masih bersikap sombong dalam kehidupan sehari-hari, menyombongkan kekayaan, pangkat/kedudukan, kecantikan, ketampanan, kepandaian , kecerdasan, dst.. untuk bertobat, sebelum dipermalukan oleh cara hidup dan cara bertindak anda sendiri yang sombong. Rendah hati merupakan keutamaan dasar dan utama, yang harus kita hayati dan sebarluaskan dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk dapat menjadi saksi kerendahan hati, mengingat dan mengenangkan bahwa Allah Yang Mahakuasa telah berkarya dalam diri anda secara luar biasa, yaitu ketika anda sedang mengandung anak di dalam rahim anda.


·   "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN" (1Sam 1:26-28),  demikian kata Hana berhubungan dengan Samuel, anak yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Kami berharap Hana dapat menjadi teladan bagi para ibu, dan alangkah baik dan indahnya sering berkata dengan sepenuh hati seperti Hana tersebut. Anak adalah anugerah Tuhan, maka selayak dipersembahkan kembali kepada Tuhan, artinya dididik dan dibina sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas secara spiritual atau memiliki berbagai kecerdasan seperti kecerdasan phisik, kecerdasan sosial, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Marilah kita bina dan didik anak-anak agar tumbuh berkembang menjadi 'man or woman for/with others', syukur jika di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster. Jika tidak terpanggil secara khusus tersebut semoga anak-anak tumbuh berkembang sebagai orang yang sosial, yang senantiasa memperhatikan sesamanya, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan. Hendaknya para orangtua, khususnya para ibu, sungguh berpegang pada pedoman bahwa kebahagiaan sejati perihal anak-anak adalah jika anak-anak tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur, bukan sekedar kaya akan harta benda, pangkat/kedudukan dan kehormatan duniawi belaka. Semoga para ibu dapat menjadi teladan dalam memuliakan Tuhan dalam hidup sehari-hari melalui suami dan anak-anaknya.

 

"Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu. Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan. Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat. Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu. TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga." (1Sam 2:1.4-7)

 

Jakarta, 22 Desember 2010   


21 - Des - Kid 2:8-14; Luk 1:39-45

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan ".

(Kid 2:8-14; Luk 1:39-45)

 

"Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pada hari ini kepada kita ditampilkan tokoh Elisabeth, yang pada usia tuanya mengandung anaknya sebagai berkat Tuhan yang luar biasa. Ketika Maria mendengar bahwa Elisabeth mengandung ia pun segera mengunjunginya untuk ikut bergembira, namun ketika Maria memberi salam kepada Elisabeth, ternyata Elisabeth pun tahu bahwa Maria juga telah mengandung Sang Penyelamat Dunia karena Roh Kudus. Elisabeth memberi salam pujian kepada Maria "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu". Maka perkenankan pada hari ini kami mengajak rekan-rekan perempuan, dan mungkin secara khusus kepada mereka yang sudah bersuami namun sampai kini belum dianugerahi anak. Entah telah dianugerahi anak atau belum kami harapkan rekan-rekan perempuan dapat menjadi penyalur berkat bagi orang lain, dan tentu saja jika bersuami secara khusus bagi suami dan anak-anaknya. Ingat bahwa anda sebagai perempuan memiliki rahim dan didalam rahim selama kurang lebih sembilan bulan tumbuh berkembang 'buah kasih' atau 'berkat Tuhan'. Bukankah anak pertama yang anda kandung dan lahirkan sungguh dihayati sebagai berkat atau rahmat Tuhan dengan penuh syukur dan terima kasih? Kelahiran anak pertama sungguh menjadi kegembiraan besar bagi anda dan suami anda serta saudara-saudari dan kenalan anda? Hendaknya pengalaman yang menggembirakan tersebut terus dikenang dan diperdalam, artinya dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan senantiasa berusaha hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, sehingga kehadiran anda dimanapun dan kapanpun dapat menjadi berkat Tuhan bagi sesama.. Kami juga berharap rekan-rekan perempuan untuk saling memuji satu sama lain di dalam hidup sehari-hari.


·   "Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit. Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi" (Kid 2:8-9) . Kutipan dari Kidung Agung ini kiranya cukup baik untuk menjadi permenungan bagi siapapun yang hidup saling mengasihi dan tentu saja secara khusus bagi suami-isteri yang telah saling berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. "Kekasihku", begitulah kiranya yang ada dalam hati anda masing-masing, para suami-isteri, saling memperlakukannya. Antar kekasih sejati pada umumnya saling terbuka satu sama lain, dan tiada sedikitpun yang disembunyikan, sebagaimana terjadi ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual. Dalam keterbukaan satu sama lain saling menyambut dan memperlakukan dengan penuh mesra dan hangat, sehingga relasi berdua sungguh menggembirakan dan menggairahkan. Kami berharap pengalaman yang demikian dapat disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun, tentu saja tidak secara phisik, namun lebih-lebih dan terutama secara spiritual rational. Ingatlah dan sadari serta kemudian hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'yang terkasih', buah kasih, maka baiklah kita saling memperlakukan satu sama lain sebagai yang terkasih bertemu dengan yang terkasih. Memang untuk itu pertama-tama kita masing-masing harus menyadari dan menghayati sebagai yang terkasih, yang telah menerima kasih karunia Allah secara melimpah ruah melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita, menyapa, menyentuh dan memperhatikan kita. Berani menghayati diri sebagai yang terkasih berarti kemudian hidup dan bertindak dengan penuh syukur dan terima kasih kepada sesamanya.

 

"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!... tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri" (Mzm 33:2-3.11-12)

 

Jakarta, 21 Desember 2010