Selasa, 30 Agustus 2011

1 Spt


"Jangan takut mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."
(Kol 1:9-14; Luk 5:1-11)

" Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang
orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia
melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan
sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu
perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit
jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas
perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon:
"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk
menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami
bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau
menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka
melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala
mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya
di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu
datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan
hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun
tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku,
karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang
bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka
tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang
menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai
dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka
menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala
sesuatu, lalu mengikut Yesus." (Luk 5:1-11), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Hidup terpanggil menjadi imam, bruder atau suster maupun aneka
jabatan atau fungsi dalam hidup dan kerja bersama hemat saya merupakan
pengembangan dan pendalaman aneka bakat dan keterampilan alias
anugerah Tuhan yang kita terima dalam kehidupan masa kanak-kanak dan
remaja kita di dalam keluarga maupun masyarakat. Mereka yang pada masa
dewasanya menjadi imam, bruder atau suster ataupun pejabat dan pegawai
rajin, tekun, bekerja keras, disiplin, cermat, kreatif, proaktif,
dst…pada umumnya sifat-sifat tersebut telah dididikkan atau dibiasakan
oleh orangtua maupun lingkungan hidupnya. Itulah yang terjadi dalam
diri para rasul dari penjala ikan ditingkatan menjadi penjala manusia.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa
mengutamakan atau mengedepankan keselamatan jiwa manusia dalam cara
hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Maka marilah
kita fungsikan bakat, keterampilan serta kecerdasan kita untuk hidup
dan bekerja demi keselamatan jiwa manusia. Kepada para pengusaha atau
mereka yang mempekerjakan manusia kami harapkan sungguh memperhatikan
keselamatan jiwa mereka; ingatlah dan hayati bahwa semakin mereka,
para pekerja, semakin selamat dan sejahtera hidupnya berarti akan
semakin sukses pula usaha anda. Hendaknya aneka macam usaha dan
kesibukan senantiasa lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia
daripada aneka macam  sarana-prasarana lainnya. Dekati dan sikapi
setiap manusia secara manusiawi serta cinta dengan segenap hati, jiwa,
akal budi dan tenaga/kekuatan.
•       "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita
ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki
penebusan kita, yaitu pengampunan dosa." (Kol 1:13-14). Kutipan ini
kiranya mengingatkan kita semua yang telah dibaptis, yaitu telah
dipersatukan dengan Yesus Kristus alias menjadi sahabat-sahabat Yesus
Kristus, hidup dan bertindak dengan menghayati sabda-sabda serta
meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Dengan kata lain kita
diharapkan hidup dalam 'terang', yang antara lain memiliki cirikhas
jujur, transparan, terbuka, disiplin, tertib, teratur dst.. ;
kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa menerangi
saudara-saudari kita, menjadi fasilitator bagi mereka, dst.. Maka
marilah kita mawas diri apakah kita sungguh hidup dalam 'terang',
senantiasa berbuat baik kepada sesama, serta tidak pernah mengewakan
mereka. Hidup dalam terang juga berarti hidup dijiwai oleh Roh Kudus,
sehingga kita memiliki dan menghayati keutamaan-keutamaan seperti
"kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23), sedangkan
hidup dalam kegelapan berarti dijiwai oleh roh jahat atau setan,
sehingga suka melakukan apa yang jahat, seperti "percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan,
roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya" (Gal
5:19-21). Kami harapkan hidup dalam 'terang' sedini mungkin dibiasakan
atau dididikkan bagi anak-anak di dalam keluarga dengan teladan
konkret dari orangtua atau bapak-ibu.
"TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah
menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih
setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah
melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi
TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan
bermazmurlah! Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring
bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN!" (Mzm 98:2-6)
Ign 1 September 2011

Senin, 29 Agustus 2011

31 Agt


"Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi"
(Kol 1:1-8; Luk 4:38-44)

"Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon.
Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus
supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu
menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan
itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua
orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita
bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka
masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga
setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia
dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka
berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari
siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi
orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia
supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka:
"Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah
sebab untuk itulah Aku diutus." Dan Ia memberitakan Injil dalam
rumah-rumah ibadat di Yudea" (Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Ketika orang sukses dalam hidup dan kerja serta menerima pujian
banyak orang atas kesuksesannya, maka dan kemungkinan orang lupa pada
jati diri, entah pribadi maupun tugas panggilannya. Itulah kiranya
yang dialami oleh Yesus, ketika Ia membuat banyak mujizat dapat
terjadi kesalahfahaman di antara para pendengar atau pengikutNya. Para
pendengar atau pengikutNya belum sepenuhnya dapat memahami dan
menerima Dia sebenarnya, maka ketika setan membuka jati diriNya yang
sebenarnya Yesus merasa 'tidak aman'. "Tidak aman" yang kami maksudkan
adalah Yesus akan dibatasi ruang gerak dan pelayananNya, yaitu sebagai
orang sakti atau 'dukun', padahal Ia memiliki tugas pengutusan untuk
'memberitakan Injil Kerajaan Allah'. Maka Ia berusaha menyendiri untuk
berdoa guna mempertahakan dan memperteguh jati diriNya sebagai
'pemberita Injil Kerajaan Allah'. Kami mengajak dan mengingatkan kita
semua untuk mawas diri perihal jatidiri kita masing-masing. Pada
hari-hari libur dalam rangka merayakan Idul Fitri ini kiranya kita
juga meninggalkan tugas pekerjaan kita sehari-hari, entah tugas
belajar atau bekerja, dan bertemu dengan sanak-saudara dan
handai-taulan. Dalam kesempatan macam ini kiranya masing-masing dari
kita menyadari diri sebagai cucu, anak, orangtua atau kakek-nenek.
Maka baiklah hal ini kita hayati sebagai kesempatan untuk memperteguh
dan memperkuat jati diri kita sebagai cucu, anak, orangtua atau
kakek-nenek, serta menyadari dan menghayati tugas dan fungsi
masing-masing dalam kehidupan bersama atau membangun dan memperdalam
persaudaraan/persahabatan sejati, sehingga kebersamaan hidup dapat
menjadi 'warta gembira' bagi siapapun. Marilah kita hayati bahwa kita
bertemu dengan saudara dan handai-taulan sebagai kesempatan untuk
saling menggembirakan dan menyelamatkan.
•       "Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, karena kami telah
mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu
terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan
bagi kamu di sorga." (Kol 1:3-5a). Marilah kita meneladan Paulus yang
'selalu mengucap syukur kepada Allah' serta berdoa bagi
saudara-saudari dan handai-taulan kita. Kita bersyukur dan berterima
kasih kepada Allah, karena kita telah dianugerahi hidup serta aneka
macam sarana-prasarana yang kita butuhkan untuk hidup dan kerja kita.
Dalam keadaan atau kondisi dan situasi apapun hendaknya senantiasa
bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, dan tentu saja syukur dan
terima kasih ini kita wujudkan terhadap saudara-saudari kita, sehingga
kita saling bersyukur dan berterima kasih satu sama lain. "Saat sukses
kita bersyukur, saat gagal pun kita bersyukur. Sesungguhnya kekayaan
dan kebahagiaan sejati ada di dalam rasa bersyukur" (Andrie Wongso).
Syukur kita terhadap sesama dapat kita wujudkan dengan berbuat baik
kepada mereka dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun, entah
dengan memperhatikan, membantu atau mendoakan. Kita juga dipanggil
untuk saling mendoakan, maka baiklah di masa liburan Idul Fitri ini
kalau tidak mungkin bertemu  dengan saudara dan handai-taulan, entah
karena tugas, kesibukan atau alasan lain, marilah kita mendoakannya.
Orangtua atau kakek-nenek mendoakan anak-anak atau cucu-cucunya,
sebaliknya anak-anak atau cucu-cucu mendoakan orangtua atau
kakek-neneknya. Kebiasaan berdoa dan saling mendoakan di masa Puasa
atau bulan suci hendaknya terus ditingkatkan dan diperdalam di dalam
kesibukan sehari-hari. Ingatlah dan hayati bahwa berdoa merupakan
salah satu cirikhas hidup beragama atau beriman.
"Aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah; aku
percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya. Aku
hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang
bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan
orang-orang yang Kaukasihi!"
(Mzm 52:10-11)
Ign 31 Agustus 2011

Minggu, 28 Agustus 2011

30 Agts


"Alangkah hebatnya perkataan ini!"
(1Tes 5:1-6.9-11; Luk 4:31-37)

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu
mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar
pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat
itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara
keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami?
Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang
Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam,
keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke
tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali
tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang
kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab
dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat
dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke
mana-mana di daerah itu"(Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira
hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Orang yang banyak kerja dan sedikit bicara pada umumnya apa yang
dikatakan sungguh bermakna dan berkuasa, sebaliknya orang yang banyak
bicara sedikit bekerja maka apa yang dikatakan bagaikan angin berlalu
saja. Kata-kata yang keluar sungguh bermakna dan berkuasa, karena apa
yang dikatakan pada umumya juga dihayati, dengan kata lain kata-kata
yang keluar dari mulutnya merupakan luapan isi hati dan pengalamannya.
Itulah kiranya yang terjadi dalam diri Yesus Penyelamat Dunia:
sabdaNya dengan penuh wibawa mengusir setan atau roh jahat, sehingga
mereka yang menyaksikanNya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini!
Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh
jahat dan mereka pun keluar". Kita semua yang beriman kepadaNya
dipanggil untuk meneladanNya, maka marilah dengan bantuan rahmatNya
kita dengan rendah hati berusaha. Hendaknya dalam berkata-kata tidak
asal-asalan saja, melainkan kata yang keluar melalui mulut sungguh
merupakan luapan isi hati yang beriman, sehingga kata-kata tersebut
merupakan bisikan Roh Kudus. Kata-kata yang dijiwai oleh Roh Kudus,
sebagaimana yang disampaikan oleh para gembala kita, Paus maupun Uskup
bewibawa dan berkuasa mempengaruhi atau menjiwai cara hidup dan cara
bertindak kita. Untuk itu kita harus tidak melupakan hidup doa,
meditasi atau kontemplasi, merenungkan sabda-sabda Tuhan sebagaimana
tertulis di dalam Kitab Suci. Biarlah sabda Tuhan akhirnya juga
menjadi milik kita, sehingga kata-kata yang keluar dari mulut kita
juga merupakan 'sabda Tuhan'.
•       "Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk
beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang sudah mati
untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita
hidup bersama-sama dengan Dia. Karena itu nasihatilah seorang akan
yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu
lakukan." (1Tes 5:9-11). Sebagai sesama umat beriman kita dipanggil
untuk saling menasihati, yang berarti saling bertukaran atau membagi
pengalaman iman. Secara kebetulan hari ini adalah Hari Raya Idul
Fitri, hari kemenangan bagi saudara-saudari kita yang baru saja
selesai menghayati puasa dalam waktu satu bulan. Hari ini kiranya kita
juga terlibat dalam saling bersilaturahmi, saling memaafkan dan
menceriterakan pengalaman iman, apalagi bagi kita yang sudah cukup
lama tidak bertemu dengan saudara-saudari atau handai-taulan. Kami
percaya dalam saling memberi salam, bertemu dan bercakap-cakap di hari
raya hari ini, kita saling menyampaikan pengalaman yang baik, sehingga
terjadilah persaudaraan sejati yang mempesona, menarik dan memikat.
Maka kami berharap pengalaman hari ini tidak berlalu begitu saja,
melainkan terus menerus diperdalam dan diperkembangkan dalam hidup
sehari-hari di kemudian hari. Marilah kita bangun, perdalam dan
perkembangkan persaudaraan umat beriman, antar agama, dalam cara hidup
dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Allah
menghendaki kita tidak akan ditimpa malapetaka atau celaka, melainkan
bahagia dan selamat, maka hendaknya kita saling membahagiakan dan
menyelamatkan.  Kepada saudara-saudari kita yang suka menyendiri, kami
harapkan untuk membuka diri dan bergaul dengan saudara-saudari yang
lain. Ingatlah jika kita hidup menyendiri pasti akan celaka atau
menemui malapetaka. Kebersamaan hidup yang dijiwai oleh cintakasih
akan merupakan cara merasul tersendiri, maka marilah kita bangun
kebersamaan hidup dimanapun kita berada.
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri
orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah
hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"
(Mzm 27:13-14) "SELAMAT IDUL FITRI, 1 SYAWAL 1432 H"
Ign 30 Agustus 2011

29Agt


 "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!"
(Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29)

"Memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan
membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri
Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri.
Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil
isteri saudaramu!" Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan
bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan
akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan
suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes,
hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga
mendengarkan dia. Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi
Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan
untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang
terkemuka di Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil
lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja
berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini,
maka akan kuberikan kepadamu!", lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja
yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari
kerajaanku!" Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus
kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!" Maka cepat-cepat ia
pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau
berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!" Lalu
sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena
tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang
pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu
pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu
di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu
memberikannya pula kepada ibunya. Ketika murid-murid Yohanes mendengar
hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya
dalam kuburan." (Mrk 6:17-29), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Yohanes Pembaptis hari ini, saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Mereka yang memiliki jabatan strategis dalam hidup dan kerja
bersama, entah dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun
menggereja, sering dengan mudah memanfaatkan kuasa atau wewenangnya
untuk melakukan korupsi alias merampas hnk orang lain seenaknya.
Itulah yang juga dilakukan oleh Herodes, raja, yang gila harta benda,
jabatan dan kehormatan duniawi, merampas isteri saudaranya. Memang
orang yang berkedudukan dan kaya akan harta benda sering dengan mudah
untuk menyeleweng dan berselingkuh. Hari ini kita kenangkan St.Yohanes
Pembaptis, yang dengan berani menegor Herodes, karena ia merampas
isteri saudaranya. Sikap mental kenabian itulah yang hendaknya kita
hayati sebagai orang beriman, meneladan St.Yohanes Pembaptis. Bentuk
perampasan hak orang lain pada masa kini yang sungguh memprihatinkan
ialah korupsi. Korupsi adalah tindakan pembusukan hidup bersama, maka
masyarakat, bangsa atau Negara yang masih sarat dengan korupsi berarti
busuk alias tidak sedap. Marilah kita hayati panggilan kenabian kita
dengan tidak melakukan korupsi sedirkitpun berani memberantas korupsi
dalam lingkungan hidup dan kerja kita. Memang untuk itu ada
kemungkinan kita akan dibenci atau disingkirkan seperti Yohanes
Pembaptis. Sekali lagi saya ingatkan dan ajak para pengelola dan
pelaksana pendidikan di sekolah untuk memberlakukan 'dilarang
menyontek dalam ulangan maupun ujian' bagi para peserta didik.
Menyontek merupakan pendidikan korupsi, maka membiarkan para peserta
didik berarti mendidik atau melatih mereka untuk berkorupsi alias
melanggengkan korupsi yang masih marak pada masa kini. Sungguh
memprihatinkan bahwa mereka yang berjanji untuk melayani dan
memperjuangkan rakyat melakukan korupsi, seperti para anggota DPR
maupun para pejabat pemerintah. Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan, yang seharusnya membina rakyat agar berbudi pekerti luhur,
juga tak lepas dari korupsi, atau bahkan jika dicermati secara teliti
hemat saya di dalam dua departemen inilah tindakan korupsi yang paling
besar
•       "Engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah
kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar
terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan
mereka!" (Yer 1:17), demikian firman Tuhan kepada Yeremia. Yeremia
adalah nabi, tugas dan panggilan seorang nabi adalah meneruskan atau
menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diterima dari Allah alias
menjadi 'corong/suara kehendak Allah'. Kehendak Allah dalam hidup dan
kerja kita sehari-hari antara lain diterjemahkan ke dalam aneka tata
tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita
masing-masing,maka marilah kita hayati atau laksanakan tata tertib
yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan pribadi kita dengan
segenap hati, jiwa, akal budi dan  tubuh/tenaga. Pertama-tama dan
terutama saya pribadi harus menjadi saksi penghayatan tata tertib,
sehingga layak disebut sebagai pribadi tertib, jujur dan disiplin
dalam hidup dan kerja. Jika saya demikian adanya maka saya tidak akan
takut dan tidak gentar untuk menyuarakan kebenaran-kebenaran,
mengingatkan saudara-saudari kita akan taat dan setia pada tata
tertib. Sekali lagi saya mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk
sedini mungkin mendidik dan membina anak-anak untuk tertib, jujur dan
disiplin dalam hidup sehari-hari, dan tentu saja dengan teladan
konkret orangtua atau bapak-ibu sendiri. Bapak-ibu hendaknya menjadi
teladan kesetiaan pada janji perkawinan, dengan setia saling mengasihi
satu sama lain, baik dalam sehat maupun sakit, untung atau malang
sampai mati.
"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat
malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu,
sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah
bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk
menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya
Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik" (Mzm 71:1-4a)
Ign 29 Agustus 2011

Jumat, 26 Agustus 2011

Minggu Biasa XXII - Yer 20:7-9; Rm 12:1-2; Mat 16:21-27


Mg Biasa XXII: Yer 20:7-9; Rm 12:1-2; Mat 16:21-27
"Engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia."

Menjelang ditahbiskan menjadi imam, kami, para frater yang akan
ditahbiskan, dipanggil satu persatu oleh Provinsial, pembesar kami,
untuk diberi tahu perihal tugas yang harus kami emban setelah
ditahbiskan. Waktu itu saya menerima tugas untuk menjadi Direktur
Perkumpulan Strada dan pater Unit di Jakarta. Mendengar penugasan
tersebut saya dengan rendah hati bertanya kepada Provinsial
sbb."Tugas-tugasnya apa saja Romo". "Tugasnya…, ya nanti lihat saja",
demikian jawaban Provinsial. Mendengar jawaban tersebut saya tak
berani bertanya lagi, karena sedikit banyak saya tahu apa arti atau
makna 'melihat'. Perihal 'melihat' telah kami renungkan dan dalami
ketika sedang berkontemplasi, dimana kami diajak untuk melihat karya
penciptaan Allah dengan mata hati, jiwa dan akal budi, tidak hanya
mata phisik saja. Ketika saya dapat sungguh melihat maka memang di
hadapan saya terbentang di satu sisi keindahan yang luar biasa dan di
sisi lain adalah perkara atau masalah yang besar juga. Ada rasa kagum
sekaligus takut. Kiranya pengalaman macam itulah yang terjadi dalam
diri para rasul, ketika Yesus mengajak mereka untuk pergi ke
Yerusalem, kota suci, kota idaman, untuk " menanggung banyak
penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga" (Mat 16:21), sehingga
Petrus menegorNya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu
sekali-kali takkan menimpa Engkau."(Mat 16:22). Menanggapi tegoran
tersebut Yesus bersabda : "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia."(Mat 16:23). Sabda Yesus kepada
Petrus ini kiranya juga terarah kepada kita semua yang beriman
kepadaNya, maka marilah kita renungkan atau refleksikan.
"Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau
bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia." (Mat 16:23)
Sikap mental materialistis pada masa kini menjiwai banyak orang,
sehingga mereka lebih memikirkan apa yang dipikirkan manusia daripada
yang dipikirkan Allah. Yang dipikirkan manusia pada umumnya hanya cari
enak atau kenikmatan duniawi atau manusiawi, seperti kenikmatan
seksual, makan, minum dan tidur, tidak sampai pada kenikmatan ilahi
atau spiritual. Dalam psikologi agama mereka boleh dikatakan hidup dan
bertindak pada taraf psikofisik atau psikososial dan belum sampai pada
psiko-spiritual. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk
hidup dan bertindak sampai dengan taraf spiritual-rational.
"Dalam taraf ini (=spiritual-rational) nampak ciri khas manusia yang
mampu berpikir, menggunakan penalaran untuk mempertimbangkan, menilai
dan melangkah lebih dari apa yang dapat dirasa oleh pancaindera,
misalnya berkhayal, membuat abstraksi, merumus konsep-konsep abstrak
tentang hal-hal konkret…., maka taraf spiritual-rational ini
memungkinkan kita sampai pada pemahaman arti baru dan lebih mendalam,
bahkan corak adikodrati" (Sr.Joyce Ridick SSC.Ph D: KAUL, Harta
Melimpah dalam bejana tanah liat, Penerbit Kanisius 1987, hal 36-37).
Dalam Warta Gembira hari ini kita diajak untuk memahami arti baru dan
lebih mendalam tentang 'penderitaan'. Orang sering menilai penderitaan
sebagai hukuman dari Allah karena dosa-dosa atau kejahatannya. Memang
penderitaan memiliki dua arti: penderitaan yang muncul karena dosa
atau kelalaian/kesambalewaan kita boleh dikatakan sebagai hukuman
Allah, namun penderitaan yang muncul atau lahir dari ketaatan dan
kesetiaan pada panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan
atau kebahagiaan sejati.
"Pergi ke Yerusalem"  bagi Yesus berarti untuk memenuhi panggilan dan
tugas pengutusan sebagai Penyelamat Dunia dengan menderita sengsara
dan wafat di kayu salib, sedangkan bagi kita semua dapat berarti
pemenuhan harapan, dambaan, cita-cita atau panggilan dan tugas
pengutusan kita masing-masing, dan untuk itu memang tak akan terlepas
dari aneka macam bentuk penderitaan. Marilah kita hadapi dan sikapi
aneka bentuk penderitaan yang lahir dari kesetiaan dan ketaatan kita
pada panggilan dan tugas pengutusan sebagai jalan keselamatan dan
kebahagiaan kita sendiri maupun saudara-saudari kita, maka hendaknya
jangan dihindari atau disingkiri, melainkan hadapi bersama dengan
bantuan rahmat Allah, yang menjadi nyata dalam aneka bantuan dan
kebaikan saudara-saudari kita. Selanjutnya marilah kita renungkan
peringatan Paulus kepada umat di Roma, di bawah ini.
"Saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya
kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang
kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna"
(Rm 12:1-2)
"Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah", inilah yang hendaknya kita renungkan atau
refleksikan serta kemudian kita hayati. Pertama-tama marilah kita jaga
dan rawat seluruh anggota tubuh kita dalam keadaan kudus alias tak
tercela. Untuk itu fungsikan pancaindera guna melakukan apa yang baik
dan bermoral atau berbudi pekerti luhur, bukan untuk berbuat jahat;
demikian juga fungsikan semua anggota tubuh untuk melakukan apa yang
baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Hendaknya dengan anggota
tubuh anda jangan menyakiti atau melecehkan orang lain, apalagi
menjual diri dengan melacurkan diri demi kenikmatan seksual atau uang.
Tubuh kita adalah bait Roh Kudus, maka semua gerak tubuh hendaknya
sesuai dengan dorongan atau bisikan Roh Kudus, antara lain untuk
memuji, menghormati, memuliakan dan mengabdi Allah melalui
ciptaan-ciptaanNya, terutama manusia, sebagai ciptaan terluhur dan
termulia di dunia ini, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra
Allah.
"Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Tuhan
kita dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain di atas
permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam
mengejar tujuan ia diciptakan" (St.Ignatius Loyola, LR no 23).
Ciptaan-ciptaan lain di bumi ini selain tergantung pada Tuhan juga
tergantung pada manusia. Oleh Tuhan semuanya diciptakan baik adanya,
maka jika terjadi kerusakan berarti hal itu karena perilaku manusia.
Menjaga dan merawat anggota tubuh tetap kudus dan baik berarti
memfungikannya untuk menjaga dan merawat ciptaan-ciptaan lain tetap
baik adanya, sebagai mana telah diciptakan oleh Tuhan. Namun kita
semuanya tahu bahwa karena keserakahan sementara orang maka
ciptaan-ciptaan Tuhan di bumi ini, termasuk manusia, telah rusak, yang
kemudian berdampak pada pencemaran tubuh manusia sendiri.
"Kemiskinan yang semakin meluas, rusaknya lingkungan hidup serta
memudarnya persaudaraan sejati karena radikalisme" itulah kiranya yang
menjadi keprihatinan kita masa kini, sebagaimana telah didalami oleh
rekan-rekan Yesuit di Indonesia selama pembelajaran bersama sepajang
tahun 2010 yang lalu. Salah satu dampak kemiskinan antara lain orang
menjual diri menjadi pelacur alias mencemarkan tubuhnya, kerusakan
lingkungan hidup juga mencemarkan tubuh manusia, yaitu dengan
munculnya aneka penyakit, demikian juga memudarnya persaudaraan sejati
menimbulkan tawuran atau perkelahaian, yang pada gilirannya sungguh
merusak anggota tubuh manusia. Maka marilah kita perangi atau berantas
kemiskinan, kita jaga dan rawat lingkungan hidup sehingga nikmat dan
enak ditempati, serta kita bangun dan perdalam persaudaraan sejati.
"Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus
kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan
tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat
kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih
setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan
Engkau.Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan
tanganku demi nama-Mu
.Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir
yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji" (Mzm 63:2-6)
Ign 28 Agustus 2011

27Agt


"Yesus menyerahkannya kepada ibunya"
(Sir 26:1-4.16-21; Luk 7:11-17)

" Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain.
Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak
menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota,
ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya
yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas
kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil
menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung
berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu,
bangkitlah!" Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai
berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu
ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi
besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat
umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di
seluruh daerah sekitarnya." (Luk 7:11-17), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan St Monika
hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•       "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi
tak harap kembali, bagaikan sang surya menyinari dunia", demikian
syair sebuah lagu, yang menggambarkan kasih seorang ibu kepada
anaknya. Isi syair di atas ini kiranya juga menggambarkan kasih janda
sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini, yang menangisi
anaknya, yang telah meninggal dunia, maupun St.Monika yang kita
kenangkan hari ini. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan St.Monika
hari ini secara khusus pertama-tama saya mengajak para ibu untuk mawas
diri dalam rangka mengasihi dan mendidik anak-anaknya. Anak-anak
selama kurang lebih sembilan bulan tumbuh berkembang dalam dan oleh
kasih di dalam rahim ibu, yang akhirnya dilahirkan dalam kasih juga.
Anak adalah buah kasih, kerjasama Allah dengan manusia serta kerjasama
antar suami-isteri yang saling mengasihi dengan segenap hati, segenap
jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh. Rekan-rekan ibu/perempuan
memiliki rahim dan didalam rahim tumbuh berkembang yang terkasih. Kata
rahim dapat menjadi kerahiman yang berarti belas kasih. Maka kami
berharap para ibu mendidik dan mendampingi anak-anak dalam dan oleh
belas kasih. St.Monika dalam dan oleh kasih serta doa-doanya telah
berhasil mendidik Agustinus anaknya, yang kurang ajar menjadi cerdas
spiritual, berbudi pekerti luhur. Kami berharap para ibu meneladan
St.Monika: kerja keras dalam dan oleh kasih serta doa mendampingi dan
mendidik anak-anak yang dianugerahkan oleh Allah. Moga-moga karena
pendampingan ibu yang demikian itu juga ada kemungkinan salah seorang
anaknya meneladan Agustinus, yaitu terpanggil menjadi imam, bruder
atau suster.
•       "Berbahagialah suami dari isteri yang baik, dan panjang umurnya akan
berlipat ganda. Isteri berbudi menggembirakan suaminya, yang dengan
tenteram akan menggenapi umurnya. Isteri yang baik adalah bagian yang
baik, yang dianugerahkan kepada orang yang takut akan Tuhan. Entah
kaya, entah miskin giranglah hatinya, dan selalu rianglah roman
mukanya."(Sir 26:1-4). Selain berhasil mendidik Agustinus, anaknya,
St.Monika juga berhasil mempertobatkan suaminya dari cara hidup dan
cara bertindak yang amburadul dan tak bermoral menjadi baik, teratur
dan berbudi pekerti luhur. Maka sekali lagi kutipan di atas ini
hendaknya secara khusus menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi
para isteri. Para isteri diharapkan berbudi pekerti luhur, baik dan
senantiasa bergirang, entah kaya atau miskin. Dalam sejarah karya
penyelamatan maupun sejarah hidup bermasyarkat, berbangsa dan
bernegara, kiranya peran isteri atau perempuan sungguh berpengaruh
atau bahan dominan. Sebagai contoh: Hawa terjebak oleh godaan setan
lalu menjebak juga Adam, para isteri pejabat pada umumnya begitu
mempengaruhi suaminya yang memiliki jabatan atau kedudukan tertentu
(ada yang berpengaruh baik, tetapi ada yang tidak baik antara lain
korupsi), iklan-iklan para pengusaha pada umumnya menawarkan usahanya
melalui gadis-gadis cantik, entah berupa gambar atau manusia hidup,
dst.. Kami berharap semoga para isteri mempengaruhi suaminya agar
hidup dan bertindak baik, untuk itu hendaknya dalam mengatur atau
mengurus kebutuhan rumah tangga sesederhana mungkin, tidak
berfoya-foya atau pamer aneka macam assesori yang dapat mengundang
pencuri. Tak kalah penting adalah dalam mendidik anak-anak, karena
pada umumnya para isteri lebih memiliki waktu dan tenaga banyak atau
kesempatan dan kesempatan mendampingi anak-anak daripada suami. Kami
berharap dalam mendidik dan mendampingi anak sedemikian rupa sehingga
anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi cerdas beriman seperti
Agustinus. Jauhkan aneka bentuk pemanjaan pada anak-anak, bina dan
didiklah anak-anak agar kelak mereka menjadi 'man/ woman for/with
others'.
"Biarlah gemuruh laut serta isinya, dunia serta yang diam di dalamnya!
Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung
bersorak-sorai bersama-sama di hadapan TUHAN, sebab Ia datang untuk
menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan, dan
bangsa-bangsa dengan kebenaran" (Mzm 98:7-9)
Ign 27 Agustus 2011

Kamis, 25 Agustus 2011

26Agt


"Berjagalah sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya"
(1Tes 4:1-8; Mat 25:1-13)

 "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang
mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di
antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa
pelitanya, tetapi tidak membawa minyak,sedangkan gadis-gadis yang
bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli
mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga,
mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam
terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia!
Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka.
Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana:
Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir
padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak
cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual
minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk
membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia
masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu
ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata:
Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu,
berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
(Mat 25:1-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Menunggu kedatangan seseorang yang tidak jelas waktunya memang dapat
melelahkan, sehingga orang mudah tertidur pulas. Hidup kita pada masa
kini bagaikan menunggu sesuatu, yaitu kematian kita, dengan kata lain
hidup ini hemat saya bagaikan persiapan atau saat-saat menantikan
kematian. Orang yang sedang bersiap-siap pada umumnya memang juga
bekerja keras. Sabda hari ini kiranya berbicara perihal kematian,
dimana masing-masing dari kita, sebagai orang yang sungguh beriman,
tak tahu kapan akan mati atau dipanggil Tuhan. Sebaliknya jika tak
beriman pada umumnya orang tahu kapan matinya, yaitu dengan bunuh
diri. Karena kematian tidak dapat kita duga waktunya, maka marilah
kita berusaha senantiasa siap siaga sewaktu-waktu dipanggil Tuhan.
Untuk itu kita diharapkan hidup dan bertindak bersama atau bersatu
dengan Tuhan terus-menerus alias hidup baik, bermoral dan berbudi
pekerti luhur. Secara konkret antara lain hal itu dapat kita wujudkan
dengan mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan
hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, dan tentu
saja sebagai orang yang telah dibaptis kami mengajak kita semua untuk
setia pada janji baptis. Saya ingin mengangkat sisi negatif janji
baptis, yaitu 'menolak semua godaan setan' dalam hidup sehari-hari.
Godaan setan merongrong kita agar semakin menjauhi Tuhan dan hidup
seenaknya sesuai dengan selera pribadi atau keinginan pribadi,
sehingga cara hidup dan cara bertindak kita berpedoman pada 'like and
dislike' atau suka dan tidak suka, bukan baik dan buruk. Marilah kita
nyalakan terus api cintakasih kita kepada Tuhan dan saudara-saudari
kita di dalam hidup sehari-hari. Marilah dengan sepenuh hati kita
hayati kehendak Tuhan.
•       "Inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi
percabulan,supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan
menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan
penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat
oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah, dan supaya dalam hal-hal
ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau
memperdayakannya. "(1Tes 4:3-6a). Hidup hanya mengikuti hawa nafsu
atau melakukan percabulan berarti 'memperlakukan saudaranya dengan
tidak baik atau memperdayakannya' alias membuat orang lain sebagai
obyek bukan subyek. Peringatan Paulus kepada umat di Tesalonika ini
hemat saya pertama-tama dan terutama hendaknya dihayati oleh
suami-isteri serta anak-anaknya. Maklum, sejauh saya dengar di dalam
keluarga atau relasi antar suami-isteri sering terjadi pemerdayaan
atau pemerkosaan, pemaksaan sebagai luapan hawa nafsu yang tak
terkendalikan. Hubungan seksual antar suami-isteri sebagai wujud
saling mengasihi dapat menjadi pemerkosaan jika dilaksanakan karena
keterpaksaan, yang dampaknya semakin mengaburkan makna atau arti
cintakasih. Orangtua sering juga begitu keras dalam mendidik dan
mengarahkan anak-anak, sehingga muncul kebencian dalam diri anak
terhadap orangtuanya. Cintakasih senantiasa membebaskan, membahagiakan
dan menyelamatkan serta menggairahkan hidup untuk lebih saling
mengasihi. Kami berharap di dalam keluarga tidak terjadi kekerasan
atau pelecehan harkat martabat manusia. Jangan penjarakan anak dengan
aneka macam sarana-prasarana seperti peralatan eletronik, sehingga
anak kurang bergaul dengan sesamanya. Jauhkan semangat "ASRI" = Asyik
Sibuk Sendiri.
"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau
bersukacita!Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum
adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di
hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.Langit memberitakan
keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm
97:1-2.5-6)
Ign 26 Agustus 2011

Selasa, 23 Agustus 2011

24 Agt


"Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"
(Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51)

"Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah
menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para
nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." Kata Natanael kepadanya:
"Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus
kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang
kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel
sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya:
"Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum
Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon
ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja
orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu:
Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau
akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus
kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat
langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak
Manusia." (Yoh 1:45-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Bartolomeus, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Cukup banyak orang yang senantiasa melihat kelemahan atau kekurangan
orang lain, alias berpikiran negatif terhadap saudara-saudarinya. Para
petinggi, atasan atau pejabat ketika mengujungi bawahannya juga
berusaha melihat kekurangan dan kelemahannya dengan maksud menunjukkan
kewibawaan atau keunggulannya. Cara berpikir macam itu pernah dihayati
oleh Natanael atau Bartolomeus terhadap berita bahwa Penyelamat Dunia
telah datang dan berasal dari Nazaret, ia berkata:" Mungkinkah sesuatu
yang baik datang dari Nazaret?'. Memang apa yang dilakukan oleh
Natanael berbeda dengan yang dilakukan oleh kebanyakan orang: Natanael
jujur terhadap diri sendiri, berkata sesuai dengan yang ia ketahui,
sedangkan kebanyakan orang dengan sengaja berusaha melihat kelemahan
atau kekurangan. Maka dalam rangka mengenangkan pesta St.Batolomeus
(Natanael), kami mengajak kita semua untuk jujur terhadap diri
sendiri, misalnya jika tidak tahu dengan rendah hati mengakui
ketidaktahuan atau kebodohan atau keterbatasannya. Kita renungkan
sabda Yesus kepada Natanael "Lihat, inilah seorang Israel sejati,
tidak ada kepalsuan di dalamnya!". Hendaknya jika kita tidak tahu
tanpa malu mengakui tidak tahu, dan jangan menipu atau berbohong demi
gengsi. Masa kini memang terjadi banyak pemalsuan, tidak hanya dalam
hal barang tetapi juga anggota tubuh, misalnya hidung, buah dada/
payudara, wajah dst..yang sering dilakukan oleh mereka yang
mendambakan dirinya nampak menarik, mempesona dan memikat orang lain.
Marilah hidup sederhana apa adanya, tidak dibuat-buat atau
bersandiwara.
•       "Di dalam roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar lagi
tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem,
turun dari sorga, dari Allah. Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah
dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata
yaspis, jernih seperti Kristal"(Why 21:10-11). Kutipan ini kiranya
sesuai dengan sabda Yesus kepada Natanael: "Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat
Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:51). Orang yang jujur
terhadap diri sendiri memang akan melihat sesuatu yang indah, mulia
dan luhur sebagai pewahyuan Diri Allah sendiri. Orang yang jujur
terhadap diri sendiri memiliki dambaan tidak pada yang kelihatan atau
duniawi, melainkan yang spiritual atau sorgawi; ia dapat melihat
keindahan, kemuliaan dan keluhuran dalam aneka barang maupun manusia
yang mungkin kurang dihargai atau dihormati oleh dunia ini. Langkah
perjalanan orang jujur senantiasa berada dalam tuntunan atau bimbingan
roh baik, sehingga ia  senantiasa melihat apa yang baik, luhur dan
mulia dalam seluruh ciptaan: binatang, tanaman maupun manusia; ia
menyaksikan karya Allah di dalam seluruh ciptaanNya. Dengan kata lain
ia senantiasa berpikiran positif alias ahli roh baik atau mahir dalam
pembedaan roh. Kami berharap cara hidup dan cara bertindak macam ini
terutama dihayati di dalam dunia pendidikan, entah dalam pendidikan
formal di sekolah maupun informal di rumah. Berpartisipasi dalam karya
pendidikan berarti berpartisipasi dalam karya p enciptaan Allah, dan
semua yang diciptakan oleh Allah baik adanya. Maka dalam mendampingi
atau mendidik anak-anak hendaknya lebih diperhatikan kelebihan atau
kebaikan serta peluang yang ada daripada kekurangan atau kejahatan
serta ancamannya.
"Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan
orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan
kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk
memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia,"
 (Mzm 145:10-12a)
Ign 24 Agustus 2011

Senin, 22 Agustus 2011

23 Agt


Bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu maka sebelah luarnya juga akan bersih
(1Tes 2:1-8; Mat 23:23-26)

" Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai
kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis
dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu
abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu
harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu
pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu,
tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah
dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta,
bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga
akan bersih" (Mat 23:23-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Cukup banyak orang masih bersikap munafik dalam cara hidup dan cara
bertindak, yaitu sebelah luar kelihatan baik, indah, mempesona dan
menarik, yang nampak dalam cara berpakaian dan merias diri, namun
bagian luar yaitu jiwa, hati dan akal budinya jahat atau busuk. Dengan
kata lain banyak orang suka hidup dan bertindak seperti main sandiwara
saja. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk
hidup dan bertindak jujur terhadap diri sendiri. Jujur terhadap diri
sendiri memang sulit, namun ketika kita dapat jujur terhadap diri
sendiri maka dengan mudah kita jujur terhadap orang lain, sebaliknya
kalau kita terbiasa membohongi diri maka dengan mudah kita membohongi
orang lain. Sekali lagi saya angkat apa itu jujur. "Jujur adalah sikap
dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang,
berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta
rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17).
Kami harap kejujuran ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan
kepada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para
orangtua atau bapak-ibu. Hidup dan bertindak sederhana merupakan salah
satu dukungan atau wujud hidup jujur, maka hendaknya kita tidak suka
berfoya-foya, apalagi bertindak sesuai dengan peribahasa "besar pasak
daripada tiang'. Marilah kita usahakan dengan rendah hati dan kerja
keras keindahan, kecantikan, kebersihan hati, jiwa dan akal budi kita.
•       "Kami tidak pernah bermulut manis -- hal itu kamu ketahui -- dan
tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi -- Allah adalah
saksi -- juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari
kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat
demikian sebagai rasul-rasul Kristus." (1Tes 2:5-6), demikian
kesaksian iman Paulus. Kita semua dipanggil untuk meneladan Paulus,
yaitu 'tidak pernah bermulut manis, tidak pernah mencari pujian dari
manusia'. Orang yang rberusaha bermulut manis serta mencari pujian
dari manusia antara lain mereka yang sedang melangsungkan upacara
pernikahan, entah sang pengantin sendiri maupun keluarganya pada
umumnya berusaha untuk itu, dan tak ketinggalan para tamu. Bukankah
peristiwa itu hanya berlangsung sesaat saja bagaikan sandiwara?
Kiranya tak mungkin orang setiap hari menghadirkan diri seperti itu.
Yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah apa-apa yang
sederhana dan kecil, yang tak pernah menerima pujian manusia. Secara
khusus kami berharap kepada para pekerja maupun pelajar, mengingat dan
memperhatikan mayoritas dari kita memiliki tugas untuk bekerja atau
belajar. Para pekerja hendaknya bekerja agar semakin terampil bekerja,
demikian juga para pelajar belajar agar semakin terampil belajar.
Percayalah jika kita terampil belajar dan terampil bekerja, maka kita
sendiri akan berbahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin, phisik
maupun spiritual, dan secara otomatis kita akan dipuji dan dicintai
oleh banyak orang. Pujian tidak kita cari akan datang sendiri
bertubi-tubi tak kenal henti sampai mati. Kita juga diingatkan agar
tidak mempunyai maksud loba yang tersembunyi alias menutup-nutupi
kejahatan kita di balik perbuatan baik yang kelihatan. Hal ini pada
umumnya dilakukan dengan rayuan-rayuan manis yang mempesona dan
menarik, sehingga orang mudah terjebak ke dalam maksud tersembunyinya,
sebagaimana dilakukan oleh para penjahat. Secara khusus juga kami
mengingatkan rekan-rekan yang menggunakan kendaraan umum sedang mudik
pada hari-hari ini: hendaknya waspada terhadap rayuan-rayuan manis
para penjahat yang berkehendak merampas harta kekayaan anda, misalnya
pura-pura memberi minuman dst..
"TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau
aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau
memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku
Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan,
sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.Dari belakang dan
dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke
atasku.Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak
sanggup aku mencapainya." (Mzm 139:1-6)
Ign 23 Agustus 2011

22 Agt


"Celakalah kamu hai ahli Taurat dan orang Farisi"

(1Tes 1:2b-5.8b-10; Mat 23:13-22)

" Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai
kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan
Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu
merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. [Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik,
sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang
dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima
hukuman yang lebih berat.] Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu
mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang
saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan
dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.
Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah
demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait
Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang
buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan
emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi
bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat.
Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau
mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu barangsiapa
bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala
sesuatu yang terletak di atasnya. Dan barangsiapa bersumpah demi Bait
Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di
situ. Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta
Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya." (Mat 23:13-22),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Perawan
Maria, Ratu, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:

·   Cirikhas orang Farisi dan ahli Taurat antara lain kurang
melaksanakan apa yang mereka ajarkan atau mereka ketahui, dengan kata
lain kurang dalam penghayatan dan unggul dalam omongan maupun teori.
Sedangkan keutamaan Bunda Maria antara lain kebalikannya, yaitu
'mendengarkan dan merenungkan dalam hati apa yang didengarkan', dengan
kata lain mendengarkan dan kemudian melaksanakan apa yang didengarkan.
Maka mengikuti cara hidup dan cara bertindak orang Farisi maupun ahli
Taurat pasti akan celaka, sebaliknya mengikuti atau meneladan cara
hidup dan cara bertindak Bunda Maria akan selamat, bahagia dan damai
sejahtera. Kalau pada hari ini kita diajak untuk mengenangkan SP Maria
sebagai Ratu kiranya berarti kita diajak untuk meneladan cara hidup
dan cara bertindaknya. Marilah kita perdalam dan teguhkan keutamaan
'mendengarkan dan melakukan' dalam cara hidup dan cara bertindak kita
setiap hari dimanapun dan kapanpun. Menghayati dua keutamaan ini butuh
kerendahan hati dan pengorbanan diri disertai kesiap-sediaan hati,
jiwa, akal budi dan tubuh untuk senantiasa siap diperbaharui atau
dirubah, sebagaimana juga dihayati oleh SP Maria: "Sesungguhnya aku
ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."(Luk
1:38). Mendengarkan dan melakukan apa yang didengarkan erat sekali
dengan keutamaan ketaatan, sebagaimana dihayati oleh SP Maria dengan
tanggapannya "jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Maka marilah
kita hayati keutamaan ketaatan dalam cara hidup dan cara bertindak
kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Kita taati dan laksanakan
aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan
kita masing-masing.

·   "Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan
menyebut kamu dalam doa kami. Sebab kami selalu mengingat pekerjaan
imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita
Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita.Dan kami tahu, hai
saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu."(1Te
1:2-4), demikian ungkapan iman Paulus kepada umat di Tesalonika. Kami
berharap kita meneladan Paulus dengan saling mengungkapkan iman satu
sama lain, artinya secara konkret saling memperlihatkan keimanan
saudara-saudari kita kepada yang bersangkutan alias melihat
kebaikan-kebaikan saudara-saudari kita. Marilah dengan rendah hati
kita lihat dan angkat 'pekerjaan iman, usaha kasih dan ketekunan
pengharapan' yang dihayati oleh saudara-saudari kita serta saling
mendukung agar kita semua juga sungguh tekun dalam ketika keutamaan
utama 'iman, kasih dan pengharapan'. Dari ketiga keutamaan ini yang
terbesar adalah kasih, maka marilah kita saling mengasihi satu sama
lain tanpa pandang bulu atau SARA. Kasih pertama-tama dan terutama
harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku bukan dalam omongan
atau wacana. Maka hendaknya perbuatan sekecil apapun dilaksanakan
dalam dan oleh kasih; bukan besarnya tugas yang utama, melainkan kasih
yang menjiwai tugas. Laksanakan perbuatan seperti menyapu, mengepel,
membukakan pintu, dst..dalam dan oleh kasih.

"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam
jemaah orang-orang saleh. Biarlah Israel bersukacita atas Yang
menjadikannya, biarlah bani Sion bersorak-sorak atas raja mereka!
Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka
bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab TUHAN berkenan
kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan
keselamatan." (Mzm 149:1-4)

Ign 22 Agustus 2011

Jumat, 19 Agustus 2011

Minggi Biasa XXI - “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.”

Mg Biasa XXI: Yes 22:19-23; Rm 11:33-36; Mat 16:12-20
"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga."


"Roma berkata habis perkara", demikian sebuah rumor yang menunjukkan bahwa Paus memiliki kuasa magisterium tertinggi, artinya apa yang diajarkan oleh Paus mengikat semua anggota Gereja Katolik. Sekilas hal ini terkesan diktator, dan memang jika hal itu dilakukan sewenang-wenang alias hanya mengikuti keinginan atau selera pribadi sungguh diktator. Cukup banyak pemimpin di dunia ini menghayati kepemimpinannya agak diktator, tidak hanya pemimpin masyarakat, bangsa atau Negara, tetapi juga pemimpin agama seperti pastor, pendeta, kyai dst.., juga kepala keluarga. Mereka agaknya gila kuasa, gila harta dan gila kehormatan duniawi, sehingga ketika tidak ada harta, kuasa atau kehormatan duniawi tinggal 'gila'nya alias menjadi gila atau sinting. Yesus memberi Petrus kunci Kerajaan Sorga, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:19), demikian sabda Yesus kepadanya. Kuasa ini diberikan kepada Petrus, setelah Petrus diuji keimanannya serta menjawab pertanyaan Yesus dan dengan sepenuh hati berkata kepadaNya: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat 16:17). Dengan kata lain Petrus dalam semangat iman akan menghayati kuasa yang diterimanya. Maka baiklah kami mengajak siapapun yang berfungsi sebagai pemimpin untuk mawas diri: apakah menghayati kepemimpinannya dalam dan dengan semangat iman.


"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:18-19)


Seorang pemimpin dalam mengawali tugasnya pada umumnya bersumpah atau berjanji untuk memfungsikan tugas memimpin dengan semangat melayani, misalnya hendak menjadi pelayan atau abdi rakyat, pelayan bagi mereka yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan kata lain pemimpin berkehendak untuk bersama dengan rakyat melangkah maju bersama, membangun dan memperdalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan pemimpin agama berkehendak untuk hidup dan kerja bersama umat dalam menghayati aneka ajaran atau arahan sebagai tertulis di dalam kitab suci maupun kebijakan-kebijakan. Menghayati tugas memimpin dengan semangat melayani memang berarti menghayati kepemimpinan dalam dan dengan iman.

"Iman adalah anugerah Allah atau kebajikan adikodrati yang dicurahkan olehNya. 'Supaya orang dapat percaya seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati, dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan 'pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran" (Katekismus Gereja Katolik no 153). Dari kutipan ini kiranya yang baik kita renungkan adalah  'menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah',  dengan kata lain hati sepenuhnya terarah dan dikuasai oleh Allah, sehingga mempersembahkan dan mengandalkan diri sepenuhnya kepada Allah. Allah hidup dan berkarya dalam semua ciptaan-ciptaanNya, dan tentu saja terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Maka menghayati kepemimpinan dalam dan semangat iman berarti senantiasa mencari dan menghayati kehendak Allah yang ada dalam setiap pribadi manusia, antara lain menjadi nyata dalam harapan, dambaan, cita-cita, suka-duka dan kehendak baik manusia.


Kami berharap kepada para pemimpin di tingkat dan bidang kehidupan apapun untuk senantiasa mendengarkan dan melaksanakan dengan rendah hati aneka harapan, dambaan, cita-cita, suka-duka dan kehendak baik dari yang dipimpinnya. Dengan kata lain keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya adalah semua yang dipimpin hidup dalam damai sejahtera, sehat wal'afiat, selamat dan bahagia baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani. Hendaknya para pemimpin tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera pribadi tetapi sesuai dengan janji-janji yang telah diikrarkan, yaitu menjadi pelayan bagi yang dipimpin; hendaknya menyadari bahwa segala cara hidup dan cara bertindak seorang pemimpin akan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak yang dipimpin. Maka kami berharap para pemimpin tidak bersikap mental egoistis, hanya mementingkan diri sendiri, untuk memperkaya diri beserta keluarga dan kerabatnya, melainkan rela berkorban demi kebahagiaan dan keselamatan yang dipimpin.


"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya"(Rm 11:33-36) Allah adalah mahasegalanya, maka tak mungkin manusia sebagai ciptaanNya ingin mengetahui secara sempurna siapa Dia atau menguasaiNya. Semakin berkeinginan untuk mengetahui Allah akan semakin tidak mengetahuiNya, sebagaimana pernah dialami oleh St.Agustinus. Agustinus, orang yang cerdas dan suci, ahli filsafat dan teologi, berusaha untuk mengetahui secara logis perihal Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ia telah banyak berpikir dan berdoa untuk hal itu, namun tak kesampaian juga. Maka pada suatu saat mencoba cari inspirasi di tempat yang sepi, yaitu di pantai. Ia berjalan-jalan di atas pasir pantai sambil merenung, tiba-tiba ada seorang anak kecil berlari bolak-balik dari suatu lobang di atas pasar ke air laut, dengan menciduk air laut untuk kemudian dimasukkan ke dalam lobang. "Apa yang kau lakukan nak"?, sapaan Agustinus kepada anak tersebut.

"Bapa, saya mau memasukkan semua air laut ke dalam lobang ini", jawab sang anak. "Ah tak mungkin kau melakukannya, karena lobang ini begitu kecil dan air laut luar biasa banyaknya" tanggapan Agustinus.  "Benar bapa, sama seperti yang sedang bapa pikirkan", jawab sang anak, dan langsung menghilang dari muka Agustinus. Agustinus merasa menerima wahyu Allah, jawaban Allah atas kebingungannya, yaitu Allah memang tak dapat diketahui sepenuh dengan akal sehat.


Kita semua mengaku diri sebagai orang beriman dan percaya kepada Allah, namun cara kita berrelasi atau beribadah kepada Allah ada aneka ragam, tergantung pemahaman dan gambaran kita tentang Allah. Hendaknya disadari dan dihayati bahwa pemahaman dan gambaran kita perihal Allah adalah sangat terbatas, dengan kata lain hanya sebagian kecil saja. Maka hendaknya tidak ada seorangpun yang dapat menyombongkan diri bahwa dirinya sungguh mengetahui Allah dengan sempurna dan yang lain salah mengetahuiNya alias tersesat. Dengan kata lain marilah sebagai orang-orang yang percaya kepada Allah tanpa memandang SARA, kita saling curhat, saling menghormati keterbatasan kita masing-masing, saling menghargai pemahaman perihal Allah, dst…, sehingga kebersamaan hidup sebagai orang-orang yang percaya kepada Allah sungguh damai, selamat dan bahagia, penuh dengan persaudaraan atau persahabatan sejati.


Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita semua adalah milik Allah, segala sesuatu yang kita kuasai, nikmati atau miliki saat ini adalah angerah Allah, yang kita terima melalui aneka bentuk kebaikan saudara-saudari kita kapan dan dimanapun. Marilah kita fungsikan segala apa yang kita miliki, kuasai atau nikmati saat ini sedemikian rupa sehingga kita semakin mengandalkan atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah alias semakin suci. Tanda bahwa hal itu terjadi dalam diri kita antara lain kita tak pernah menyakiti atau mengecewakan orang lain, cara hidup dan cara bertindak kita begitu mempesona, menarik dan memikat orang lain untuk semakin berbakti kepada Allah serta berbuat baik kepada sesamanya. "Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu.Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku."(Mzm 138:1-3)

Ign 21 Agustus 2011

20 Agustus

Barangsiapa terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu

(Rut 2:1-3.8-11; 4:13-17; Mat 23:1-12)


"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara." Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


•       Abas adalah pemimpin atau superior hidup kontempaltif fungsinya sederajat dengan uskup, pembesar atau pemimpin Gereja Katolik di keuskupannya. Para uskup atau gembala kita senantiasa berusaha untuk menjadi hamba atau pelayan umat, maka di dalam doa Syukur Agung uskup senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua yang beriman kepadaNya untuk merendahkan diri; "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu", demikian sabdaNya. Maka marilah kita semua berusaha untuk rendah hati, dan sudah berkali-kali saya mengingatkan agar kita semua rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap rendah hati ini sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret para orangtua atau bapak ibu. Penghayatan rendah hati pada masa kini kiranya dapat menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak yang tidak mengeluh atau tidak menggerutu dalam menghadapi apa saja yang tidak sesuai dengan selera pribadi. Saya yakin bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari cukup banyak hal yang tidak sesuai dengan selera pribadi, dengan kata lain rendah hati dapat kita latih atau biasakan setiap hari dalam hidup sehari-hari. Mengeluh atau menggerutu hemat saya merupakan bentuk kesombongan yang paling halus atau lembut, dan mudah dilakukan oleh siapapun.


•       "Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku." (Rut 2:2), demikian kata Rut kepada Naomi. Apa yang dikatakan oleh Rut ini hemat saya merupakan ungkapan hati orang yang rendah hati. "Memungut bulir-bulet jelai di belakang orang yang murah hati" berarti mengumpulkan sisa-sisa panenan jelai gandum. Bukankah hal ini berarti merupakan pekerjaan yang hina? Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk tidak malu melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana atau hina seperti menyapu, mengepel, membersihkan toilet  dst.. alias melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan hidup kita, sebagaimana sering dilakukan oleh para pembantu rumah tangga dll. Sekiranya anda tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan tersebut, baiklah kami mengajak anda untuk menghargai dan menghormati para pembantu rumah tangga anda, antara lain tidak mudah memarahi mereka, memberi jaminan kesejahteraan yang memadai alias imbal jasa yang menjamin kehidupan mereka serta keluarganya sehingga dapat hidup sejahtera baik phisik maupun spiritual, lahir maupun batin. Hari-hari ini ada kemungkinan para pembantu anda sudah minta cuti dalam rangka merayakan Idul Fitri, dan anda akan merasa kehilangan sesuatu dengan absennya para pembantu rumah tangga. Jadikanlah pengalaman tersebut menjadi bahan refleksi betapa mahalnya nilai pembantu rumah tangga, betapa besar arti dan kehadiran para pembantu rumah tangga di dalam keluarga kita masing-masing. Memang benar sesuatu akan terasa berharga ketika ia absen atau tidak ada di hadapan kita, sementara itu kita sungguh membutuhkan.


"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN." (Mzm 128:1-4)


Ign 20 Agustus 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

19 Agustus

"Hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
(Rut 1:1.3-6.14b-16.22; Mat 22:34-40)


"Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hokum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Mat 22:34-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:


•       Dalam kehidupan bersama bidang apapun telah diberlakukan atau diundangkan aneka tata tertib atau aturan yang diharapkan dilaksanakan atau dihayati oleh mereka yang berada dalam kebersamaan tersebut.
Namun jika dicermati nampaknya banyak tata tertib tinggal dalam tulisan yang rapi, kurang diperhatikan dan dihayati. Semua tata tertib atau aturan hemat saya dibuat dan diberlakukan dalam dan oleh kasih serta diharapkan mereka yang melaksanakan hidup dan bertindak saling mengasihi, maka marilah kita sikapi dan hayati aneka tata tertib atau aturan dalam dan oleh kasih; kita hayati dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu seperti dirimu sendiri", demikian sabda Yesus. Sabda ini kiranya dapat menjadi pedoman atau acuan kita dalam saling mengasihi dalam rangka melaksanakan aneka tata tertib atau aturan hidup bersama. Kami percaya bahwa setiap dari kita pasti mengasihi diri sendiri dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga, maka baiklah cara mengasihi diri ini kita teruskan dalam mengasihi sesama kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi saya mengajak para suami-isteri atau bapak ibu yang memiliki saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh untuk dapat menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi anak-anaknya. Kepada para pemimpin atau tokoh agama kami harapkan juga menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi umatnya, dan marilah kita bangun dan perdalam kehidupan saling mengasihi antar umat beragama. Marilah kita meneladan para pendiri bangsa kita yang terdiri dari aneka perbedaan SARA bersatu padu melangkah dan maju bersama.
•       "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam:
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (Rut 1:16), demikian kata Rut kepada Naomi. Apa yang dikatakan oleh Rut ini kiranya dapat menjadi acuan atau pedoman hidup kita; suatu kesaksian iman perihal hidup persaudaraan atau persahabatan sejati. Persaudaraan atau persahabatan sejati kiranya masih mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebar-luaskan pada masa kini,  mengingat dan memperhatikan masih maraknya aneka permusuhan dan tawuran yang membawa korban di sana-sini. Salah satu cara yang utama dan terutama dalam membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan adalah menghayati apa yang sama di antara kita, sehingga apa yang berbeda antar kita akan fungsional menghayati persaudaraan atau persahabatan. Maka marilah kita cari dan hayati apa yang sama di antara kita dengan kerjasama dan gotong-royong. Pertama-tama marilah kita hayati sebagai manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Marilah kita saling berkomunikasi, bercakap-cakap dan bercurhat. Ada aneka macam bahasa dimana ada kemungkinan kita tidak saling tahu satu sama lain, tetapi ingatlah dan sadari bahwa ada bahasa yang sama di antara kita yang berlainan, yaitu bahasa tubuh, sebagai anugerah Tuhan. Maka baiklah kita tidak melupakan bahasa tubuh ini dalam berkomunikasi serta membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Sekali lagi kami ajak untuk mengenangkan hari Kemerdekaan Negara kita NKRI dengan merenungkan dan menghayati sila ketiga dari Pancasila "Persatuan Indonesia", dan semoga kita bangsa Indonesia, yang terdiri dari aneka suku dan bahasa bersatu padu membangun bangsa tercinta.


"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya: Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya, yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar." (Mzm 146:5-8)


Ign 19 Agustus 2011

18 Agustus



"Bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?"
(Hak 11:29-39a; Mat 22:1-14)

 "Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu.Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."(Mat 22:2-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Menghadiri pesta pernikahan pada umumnya orang berusaha seoptimal mungkin menghias diri agar tampak cantik atau tampan, sehingga mempesona dan menarik bagi siapapun yang melihatnya. Perumpaaan pesta pernikahan sebagaimana disampaikan oleh Yesus adalah tentang Kerajaan Allah, maka siapapun yang hadir di dalam "Kerajaan Allah" harus layak alias suci dan bersih hati, jiwa, akal budi dan tubuhnya. Maka benarlah sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan bahwa banyak yang diundang namun hanya sedikit yang layak, karena untuk hidup suci  dan bersih rasanya sungguh berat, sarat dengan aneka tantangan, masalah dan hambatan. Namun demikian kami mengajak segenap umat beriman untuk mengusahakan hidup suci dan bersih: hati, jiwa, akal budi maupun tubuh, dengan kata lain senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur serta tidak pernah menyakiti orang lain sedikitpun jika tidak perlu. Hal ini kiranya pertama-tama dan terutama diusahakan di dalam keluarga sebagai komunitas dasar dalam hidup beriman maupun bermasyarakat: orangtua menjadi teladan hidup baik dan suci bagi anak-anaknya. Saya percaya jika semua keluarga demikian adanya maka kehidupan bersama yang lebih luas akan baik adanya dan dengan demikian  semua orang layak masuk ke dalam 'Kerajaan Allah' alias dirajai oleh Allah dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimanapun dan
kapanpun.
•       "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur."(Hak 11:35), demikian kata Yefta kepada anaknya. Yefta telah bernazar atau berjanji kepada Tuhan bahwa jika ia dapat mengalahkan musuhnya, maka orang pertama yang keluar dari pintu rumah untuk menemuinya akan dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban persembahan. Ternyata yang menemui dia adalah anak kesayanganya, maka ia merasa hancur hatinya. Anak tersayang dan terkasih harus dipersembahkan kepada Tuhan. Saya kira hal ini wajar dan baik: mempersembahkan kepada Tuhan harus apa yang terbaik. Ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai saat ini adalah anugerah Tuhan. Maka kami berharap kepada  para orangtua untuk tidak pelit mempersembahkan anak-anaknya kepada Tuhan, artinya anak-anak dididik dan dibina sedemikian rupa sehingga tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman alias berbudi pekerti luhur. Dan sekiranya pada suatu saat ada anak, yang terbaik, tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster hendaknya disyukuri, bukan dilarang atau 'digonteli'. Gereja dan bangsa kita butuh orang-orang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur untuk membangun dan memperdalam kehidupan bersama yang damai dan sejahtera. Maka masih dalam rangka mengenangkan hari Kemerdekaan Negara kita kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk memberikan apa yang baik ke dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun, agar cita-cita atau dambaan hidup  damai sejahtera, aman sentosa, adil-makmur segera menjadi nyata.
"Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.16:7 Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.16:8 Aku senantiasa memandang kepada TUHAN;karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mzm 16:5.7-8)


Ign 18 Agustus 2011

17 Agustus

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

HR KEMERDEKAAN RI: Sir 10:1-8; 1Pet 2:13-17; Mat 22:15-21

"Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 1945 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta" , demikian bunyi teks proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 66 (enam pulu enam) tahun yang lalu.  Para pejuang kemerdekaan maupun proklamator Kemerdekaan NKRI hemat saya sungguh cerdas beriman, namun setelah 66 (enam puluh enam) tahun merdeka, rasanya para penerus kemerdekaan masa kini kurang cerdas beriman, hal itu nampak dengan masih maraknya tindak korupsi. Kita telah merdeka secara phisik, yang berarti bebas dari penjajahan bangsa asing, namun berlum merdeka secara spiritual atau moral. Maka dalam rangka mengenangkan kemerdekaan NKRI ini marilah kita mawas diri: sejauh mana kita setia pada nilai-nilai 45 maupun dasar negara kita Pancasila, dengan cermin bacaan-bacaan hari ini.

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21)

Kaisar atau jabatan seperti presiden, perdana menteri, raja dll adalah pemimpin hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibantu oleh sekian banyak pembantu seperti menteri, gubernur, bupati dst.. Agar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berlangsung dengan baik, maka diberlakukan aneka undang-undang, peraturan atau instruksi, yang diharapkan ditaati dan dilaksanakan oleh warganya, sesuai dengan bidang pelayanan atau pekerjaan masing-masing. Kami berharap kepada para pejabat, entah yang berada di jajaran legislatif, eksekutif maupun yudikatif dapat menjadi teladan dalam pelaksanakan aneka tata terttib bagi warganya. Ingatlah dan sadari bahwa sikap mental paternalistis warga kita cukup kuat, sehingga keteladanan para pejabat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sungguh didambakan. Kami berharap para pejabat tidak melakukan korupsi sedikitpun dalam menjalankan fungsi atau jabatannya, hendaknya juga menjadi teladan dalam hal membayar pajak, jujur dan disiplin sebagai pejabat.  

Sebagai warganegara, masing-masing dari kita,  marilah kita hayati motto ini "Jangan bertanya apa yang diberikan negara kepadaku, tetapi bertanyalah apa yang harus kulakukan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara" . Kami berharap di tingkat RT atau RW kita semua sebagai warga masyarakat menyadari dan menghayati diri sebagai warganegara 100% (seratus persen), karena jika seluruh warga RT atau RW sungguh warganegara 100%, dengan demikian hidup berbangsa dan bernegara yang lebih luas akan baik adanya, sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini maupun dasar negara Pancasila. Pancasila pada akhir-akhir ini kurang memperoleh perhatian, padahal isi Pancasila sungguh luar biasa dan jika semua warganegara Pancasialis maka damai sejahteralah bangsa Indonesia.  Maka kami berharap Pancasila dipelajari, didalami, difahami dan dihayati baik di dalam masyarakat maupun sekolah atau perguruan tinggi.

Kita semua mungkin mengaku beriman, yang berarti percaya kepada Allah sepenuhnya serta mengandalkan atau mempersembahkan diri sepenuhnya kepadaNya dalam dan melalui hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun. "Berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah", demikian sabda Yesus.  Sabda ini kiranya lebih terarah bagi para agamawan (pastor/imam, kyai, pendeta, biksu dst..) maupun penganut-penganutnya  Sabda atau firman Allah secara terinci ada di dalam Kitab Suci serta aneka arahan, petuah atau ajaran para ahli maupun pemimpin agama masing-masing. Semua agama kiranya mengajarkan cintakasih dan hidup persaudaraan sejati, maka baiklah sebagai orang beragama marilah kita hidup saling mengasihi satu sama lain tanpa pandang SARA, usia, jabatan, kedudukan ataupun fungsi.

"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1Yoh 4:7-8). Kutipan ini hemat saya berlaku bagi siapapun yang mengaku beragama, percaya kepada Allah. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita ada dan dibesarkan dalam dan oleh kasih, serta dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya ini hanya karena dan oleh kasih, dan masing-masing dari kita adalah 'yang terkasih' alias buah kasih. Jika kita menyadari dan menghayati hal ini berarti bertemu dengan siapapun berarti 'yang terkasih bertemu dengan yang terkasih' sehingga secara otomatis saling mengasihi.

"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh. Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (1Ptr 2:15-17)

"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untu menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka", inilah kiranya yang baik kita renungkan dan hayati bersama-sama sebagai warganegara. Tanda orang merdeka antara lain adalah 'menghormati semua orang sebagai gambar atau citra Alllah' alias menjujung tinggi dan menghargai harkat martabat manusia, ciptaan terluhur dan termulia di bumi ini. Menghayati sabda ini kiranya senada dengan melaksanakan sila kedua dan sila kelima dari Pancasila, yaitu " Kemanusiaan yang adil dan beradab  dan Keadilan sosial  bagi seluruh rakyat Indonesia", maka marilah kita hayati bersama kedua sila di atas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adil dan beradab bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan: orang adil pasti beradab, sebaliknya beradab pasti adil. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia, sedangkan orang beradab pasti akan menjunjung tinggi dan menghargai harkat martabat manusia. Maka kami berharap aneka perbedaan antar kita, entah beda agama atau beda suku, tidak saling melecehkan atau merendahkan melainkan saling menghormati dan menghargai. Hendaknya tidak memperbesar perbedaan yang ada tetapi mendalam dalam menghayati apa yang sama. Yang sama antar kita adalah manusia, maka jika kita sungguh manusiawi pasti apa yang berbeda antar kita akan semakin memanusiakan kita.

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"  berarti tidak ada seorangpun dari warganegara Indonesia yang tidak damai dan sejahtera hidupnya, tidak ada kemiskinan lagi di kalangan warganegara kita. Namun kiranya kita semua tahu bahwa kemiskinan masih terjadi di kalangan wagarnegara kita. Maka kami mengajak dan mengingatkan para pemimpin hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk senantiasa berpihak pada seluruh warganegara atau rakyat; tanda keberhasilan atau kesuksean kepemimpinan anda antara lain atau yang terutama adalah seluruh wargangara atau rakyat hidup damai dan sejahtera. Selama masih ada kemiskinan di wilayah atau daerah kerja anda berarti anda belum berusaha melaksanakan sila kelima dengan baik. Hendaknya mayoritas anggaran belanja maupun tenaga terarah kepada kesejahteraan hidup rakyat atau warganegara.

Marilah kita hayati panji-panji bendera kita 'merah putih', di atas merah dan dibawah putih berarti berhati suci dalam hidup sehari-hari .

"Aku hendak menyanyikan kasih setia dan hukum, aku hendak bermazmur bagi-Mu, ya TUHAN. Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku."

(Mzm 101:1-3)

Ign 17 Agustus 2011


Minggu, 14 Agustus 2011

16 Agustus


"Bagi manusia hal ini tidak mungkin tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."

(Hak 6:11-24a; Mat 19:23-30)

" Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Mat 19:23-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Besi batangan pun jika digosok terus-menerus dengan keteguhan hati akan menjadi sebatang jarum yang tajam", demikian salah satu motto promotor Indonesia, Andrie Wongso . Hati adalah pusat diri pribadi manusia, yang juga disadari dan dihayati dimana Allah menyampaikan sabda dan perintahNya, maka sering kita dengar tentang 'suara hati tidak lain adalah suara Allah, tentu saja suara yang baik dan menyelamatkan jiwa'. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua umat beriman untuk mawas diri perihal keimanan kita: apa artinya beriman. Beriman berarti mempersembahkan dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga cara hidup dan cara bertindaknya dimanapun dan kapanpun senantiasa dijiwai oleh dan bersama dengan Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah segala sesuatu menjadi mungkin, antara lain kesulitan, tantangan dan masalah apapun dapat kita atasi atau selesaikan. Maka hendaknya kita sungguh hidup dijiwai oleh iman kita atau spiritualitas/charisma lembaga dimana kita berada atau menjadi anggotanya; dengan kata lain hendaknya dengan rela hati dan siap berkorban untuk meninggalkan ikatan-ikatan phisik beserta akibat-akibatnya seraya mengimani sabda Yesus "Setiap orang yang karena namaKu meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki dan saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal". Sabda ini memang menjadi inspirasi dan jiwa bagi mereka yang terpanggil untuk tidak menikah dengan hidup sebagai imam, bruder atau suster. Bukankah hidup imam, bruder atau suster, yang nota bene tidak menikah atau berkeluarga sering menjadi pertanyaan: mungkinkah itu? Jawabnya tidak lain adalah "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin".

·   "Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati." (Hak 6:23), demikian firman Tuhan kepada Gideon, yang dipanggil untuk berperang melawan orang-orang Midian dalam rangka menyelamatkan bangsanya. Dalam 'dialog' dengan Tuhan Gideon merasa kecil dan tak mampu melaksanakan tugas panggian tersebut, apalagi jumlah bangsanya kecil dibandingkan jumlah bangsa Midian. Jumlah orang sungguh menentukan pada masa itu dalam hal berperang, karena berperang dengan senjata sederhana seperti pedang atau panah. Secara harafiah ada kesan kurang baik dalam kisah ini, karena ajakan Tuhan untuk berperang alias memusnahkan bangsa atau orang. Maka baiklah firman Tuhan kepada Gideon di atas kita renungkan dan hayati untuk masa kini, yang berarti bersama dan bersatu dengan Allah kita pasti akan selamat, meskipun harus menghadapi aneka macam tantangan, masalah dan hambatan berat. Maka hendaknya jangan takut menghadapi aneka macam tantangan, hambatan atau masalah; tidak takut berarti kinerja syaraf dan metablisme darah berfungsi optimal, dan dengan demikian hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita dalam keadaan segar dan prima  sehingga ada keterbukaan untuk aneka pembaharuan. Dengan kata lain kita dapat menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah dengan semangat 'licik seperti ular dan tulus seperti merpati', artinya marilah kita fungsikan secara optimal kecerdasan otak dan hati kita dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Kami juga berharap kepada para orangtua dan pendidik untuk membina anak-anak dan peserta didik agar memiliki kccerdasan otak dan hati secara terpadu atau integral. Marilah kita setia pada iman kita kepada Allah, yang telah mengasihi kita dengan luar biasa. 

"Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."(Mzm 85:11-14)

Ign 16 Agustus 2011