Sabtu, 31 Oktober 2009

01 Nov - Hari Semua Orang Kudus

HR SEMUA ORANG KUDUS: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

"Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga"



Pada hari raya Semua Orang Kudus hari ini kita diajak untuk mengenangkan kembali para santo-santa, khususnya santo atau santa yang menjadi pelindung kita masing-masing. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk membaca dan merenungkan kembali riwayat santo atau santa yang menjadi pelindung, sambil mencermati spiritualitas atau semangat yang menjiwai hidupnya. Mungkin kutipan Warta Gembira hari ini, Sabda Bahagia, dapat membantu kita semua dalam mawas diri atau mengenangkan santo atau santa pelindung kita masing-masing dan kemudian meneladan cara hidup atau cara bertindaknya. Maka baiklah secara sederhana saya coba merefleksikan ayat-ayat dari Sabda Bahagia hari ini:


"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3)


Miskin di hadapan Allah berarti terbuka atas kehendak Allah, Penyelenggaraan Ilahi, terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan untuk berubah atau bertobat alias memperbaharui diri. Harapan atau dambaan utama adalah Allah, dan tentu saja hal itu juga dihayati dengan dan dalam hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi. Ia menyikapi dan menempatkan aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana duniawi sebagai wahana atau sarana untuk semakin memperembahkan diri seutuhnya kepada Allah, semakin dirajai atau dikuasai oleh Allah. Ia mengusahakan kesucian hidup dengan mendunia, terlibat atau berpartisipasi dalam kesibukan sehari-hari sebagaimana dihayati oleh para pekerja; ia tidak ada rasa lekat tak teratur terhadap aneka macam bentuk harta benda atau sarana-prasarana. Kebahagiaan sejati adalah "menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah"


"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur" (Mat 5:4)


Yang dimaksudkan berdukacita disini kiranya adalah bekerja keras tanpa kenal lelah dalam rangka menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban yang terkait dengan panggilannya. Segala tugas pekerjaan atau apapun yang ditugaskan kepadanya selesai pada waktunya dan baik hasilnya, sebagaimana diharapkan. Meskipun harus bekerja keras dan kurang memperoleh perhatian orang lain, ia tetap dinamis, ceria dan bahagia; ia tidak akan merasa sendirian, meskipun secara phisik sendirian, karena Allah bersamanya, hidup dan bekerja dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Bukankah ketika usaha keras berhasil baik pada akhirnya akan memperoleh hiburan besar? Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, entah yang belajar atau bekerja, untuk bekerja keras dalam melaksanakan tugas panggilan atau kewajibannya; hendaknya tidak bermalas-malasan. "Wong keset ikut dadi bantaling setan" = "Pemalas menjadi tempat kediaman setan".


"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi" (Mat 5:5).


Orang lemah lembut pada umumnya juga rendah hati, ia lebih `melihat ke bawah' daripada `melihat ke atas', lebih menunduk daripada menengadah, lebih melihat realitas daripada impian, lebih melihat bumi daripada langit. "Memiliki bumi" berarti mampu menguasai bumi, sebagaimana diperintahkan Allah kepada manusia :"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi" (Kej 1:26). Bukankah untuk menguasai atau merawat ikan, burung maupun ternak harus lembah lembut, rendah hati, dalam dan oleh kasih, agar mereka tumbuh berkembang dengan baik?. Jika kepada binatang atau tanaman saja kita harus lemah lembut dan rendah hati, apalagi terhadap manusia atau sesama kita. Maka marilah kita saling lemah lembut dalam hidup kita sehari-hari.


"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mat 5:6).

Apa yang dimaksudkan dengan `lapar dan haus akan kebenaran' kiranya kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil oleh Tuhan untuk berkarya dalam karya penyelamatanNya. Dengan kata lain penghayatan hidup belajar terus-menerus, `ongoing formation/ongoing education'. Sikap hidup belajar terus-menerus perlu dijiwai keutamaan kerendahan hati, kesiap-sediaan dan kerelaan untuk terus dibina, dididik, dikembangkan, didewasakan, dst.. Orang senantiasa bersikap `magis', yaitu melebihi atau mengalahkan diri terus menerus. Sikap mental yang demikian ini hendaknya dibiasakan sedini mungkin bagi anak-anak dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua/bapak- ibu.


"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan" (Mat 5:7).


Murah hati berarti hatinya dijual murah alias memberi perhatian kepada siapapun sesuai dengan kesempatan, kemungkinan dan keterbatasan yang ada. Jika kita berani mawas diri dengan jujur kiranya kita dapat mengakui dan menghayati bahwa masing-masing dari kita telah memperoleh kemurahan hati Allah secara melimpah ruah melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepada kita, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing. Maka ajakan untuk bermurah hati terhadap orang lain tidak sulit asal rela menyalurkan apa yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut. Marilah kita saling bermurah hati alias saling memperhatikan dimanapun dan kapanpun kita berada serta dengan siapapun. .


"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah."(Mat 5:8)


Suci hatinya berarti hatinya bersih, tanpa cacat cela atau noda sedikitpun, hatinya sepenuhnya dikuasai atau dirajai oleh Allah, Yang Ilahi. Mata hatinya juga dapat melihat dengan cermat, tajam dan tepat segala sesuatu: siapa itu Allah, siapa itu sesama manusia dan apa itu harta benda/ciptaan- ciptaan lainnya di dunia ini. Dunia seisinya, yaitu bumi dan laut, flora dan fauna serta manusia diciptakan oleh Allah, dalam kuasa Allah, tergantung dari Allah. Maka orang yang suci hatinya mampu melihat Allah yang hidup dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya tersebut, dan dengan demikian ia akan menghormati dan menjunjung tinggi seluruh ciptaanNya di bumi dan laut ini. Sebagai orang yang suci hatinya kiranya menghayati apa yang dikatakan oleh Yohanes ini: "Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1Yoh 3:2).


"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat 5:9)


Mengakui diri dan menghayati diri sebagai orang beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah alias menjadi 'anak kesayangan' Allah. Karena Allah hanya satu maka selayaknya semua umat beriman hidup bersatu dalam damai, penuh persahabatan dan persaudaraan sejati, hidup dalam damai sejahtera. Masing-masing dari kita adalah `anak kesayangan' atau `yang terkasih' Allah, maka bertemu dengan orang lain atau siapapun berarti `yang terkasih' bertemu dengan `yang terkasih' dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi, dan dengan saling mengasihi terjadilah perdamaian sejati. Damai merupakan idaman atau dambaan semua orang, namun sayang sering terjadi kesalah-fahaman karena paradigma maupun strategi yang berbeda. Ada yang mengusahakan perdamaian dengan menghancurkan yang lain.. `There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = "Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan" , demikian pesan perdamaian dari Paus Yohanes Paulus II memasuki millennium ketiga yang sedang kita telusuri saat ini. "Kasih pengampunan" itulah senjata atau kekuatan untuk mengusahakan dan membawa damai, maka marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi dan mengampuni.


"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga."(Mat 5:10)



Kebohongan, manipulasi, pemalsuan, permainan sandiwara kehidupan, dst.. masih marak di sana-sini dalam kehidupan bersama, maka untuk hidup dan bertindak benar pasti akan menghadapi aneka macam tantangan, hambatan atau aniaya. Mereka yang seharusnya menjadi penegak kebenaran hukum juga dengan mudah melakukan kebohongan atau sandiwara kehidupan demi dan karena uang. Harta benda/uang, pangkat/kedudukan/ jabatan dan kehormatan duniawi merupakan godaan untuk berbohong atau melakukan manipulasi, pemalsuan dst.. Meskipun harus menghadapi aneka macam tantangan, hambatan dan aniaya, kami harapkan kepada para pejuang dan pembela kebenaran tetap setia, teguh dan tanpa takut terus memaklumkan kebenaran. Hidup dan bertindak benar hemat saya perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan orangtua atau bapak-ibu.



"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat "(Mat 5:11)


Orang jujur, benar dan baik sering mengalami aneka macam fitnah dari mereka yang kurang senang atas kejujuran dan kebaikannya. Di kantor-kantor tertentu orang jujur selalu diamat-amati untuk dicari kelemahan dan kekurangannya dan kemudian difitnah. Hidup dan bertindak jujur di tempat-tempat atau kantor-kantor tertentu bagaikan berada di ujung duri atau tanduk, begitulah yang sering dialami beberapa orang jujur. Para pemfitnah pada umumnya harus memboroskan waktu dan tenaga atau memperhatikan terus menerus kepada yang difitnah sebelum menyampaikan fitnahnya. Dengan kata lain fitnah yang disampaikan merupakan hasil atau buah perhatian (pemborosan waktu dan tenaga) yang cukup besar, maka fitnah rasanya juga merupakan perwujudan kasih. Maka kepada siapapun yang difitnah saya harapkan mengucapkan terima kasih atau berterima kasih kepada yang memfitnah. Berbahagialah karena hidup dan bertindak jujur, setia pada iman dan janji-janji yang pernah diikrarkan, ketika sedang mengalami celaan, aniaya maupun fitnah. Jadikanlah celaan, aniaya dan fitnah sebagai bentuk penggemblengan atau pembinaan kita agar kita semakin tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman.


"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu" (Mzm 24:1-4)


Jakarta, 1 November 2009


31 Okt - Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11

"Barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan. "

(Ef 6:10-18; Luk 14:1.7-11)


"Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. " (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St Afonsus Rodriguez, bruder/biarawan Yesuit, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

 

• Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar, kebalikan dari kesombongan. Orang yang rendah hati pada umumnya cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa melayani: menjunjung tinggi, menghormati dan membahagiakan orang lain, sebagaimana dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez, yang kita kenangkan hari ini. Bruder Alfonsus Rodriguez hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" . Bruder Alfonsus memiliki tugas perutusan utama sebagai penjaga pintu biara, yang berarti siapapun yang bertamu ke biara senantiasa dialah yang pertama kali menemuinya. Dengan penuh senyum dan hormat ia menerima setiap orang yang datang dan pergi. Memang penjaga pintu sedikit banyak menentukan warna pemberitaan dari biara atau komunitas, rumah atau kantor; ia dapat menolak atau menerima setiap orang yang ingin memasuki rumah, biara, atau kantor. Sikap penjaga pintu seperti Satpam atau pembantu rumah tangga dalam menerima tamu hendaknya rendah hati, ceria dan penuh senyum serta hormat. Penjaga pintu ada kemungkinan dimarahi atau dilecehkan oleh para tamu karena alasan apapun, namun demikian hendaknya tetap rendah hati. Dalam pesta-pesta penjaga pintu ruang pesta adalah `penerima tamu' yang pada umumnya berpakaian rapi, menarik, memikat dan penuh senyum serta hormat, maka juga diusahakan penerima tamu yang cantik atau tampan. Kerendahan hati kiranya tidak hanya bagi para penjaga pintu atau penerima tamu, tatapi kita semua yang menyadari diri sebagai orang beriman.
• "Ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu" (Ef 6:13), demikian nasihat Paulus kepada umat Efesus, yang kiranya juga telah dihayati oleh Bruder Alfonsus Rodriguez. Senjata Allah itu antara lain: kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman/sabda Tuhan dan doa. Selama bertugas sebagai penjaga pintu dan tiada tugas, yang berarti tidak ada tamu, Bruder Alfonsus Rodriguez tetap bertugas: ketika tidak ada tamu ia berdoa, antara lain berdoa rosario dll. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua sebagai orang beriman atau beragama: marilah kita tidak melupakan hidup doa kita. Para pendoa sejati pada umumnya juga rendah hati, sebaliknya orang sombong pada umumnya tidak pernah berdoa atau tidak dapat berdoa. "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus"(Ef 6:18). Orang kudus adalah orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, yang dipilih oleh Allah. Kita semua adalah yang terpilih oleh Allah, maka hendaknya kita saling mendoakan kapan saja dan dimana saja. Dengan saling mendoakan berarti kita bersahabat satu sama lain dalam Allah, dan dengan demikian kita semua senantiasa dalam rahmat dan berkat Allah sehingga kita mampu "menyelesaikan segala sesuatu" yang ditugaskan atau dibebankan kepada kita. Kita adalah alat-alat Allah dalam karya penyelamatanNya, dan sebagai alat senantiasa tergantung dari pemiliknya, yaitu Allah sendiri. Sebagai alat kita diharapkan memperlengkapi diri dengan senjata-senjata Allah, yaitu kebenaran, keadilan, iman, keselamatan, firman Tuhan dan doa.


"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan- Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati"(Mzm 94:12-15).



Jakarta, 31 Oktober 2009


Rabu, 28 Oktober 2009

29 Okt - Rm 8:31b-39; Luk 13:31-35

"Tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem".

(Rm 8:31b-39; Luk 13:31-35)

 

"Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."  Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.  Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem.  Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti  induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi  kamu tidak mau.  Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata:  Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" (Luk 13:31-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yerusalem adalah kota suci atau kota idaman bagi umat beriman: bait suci orang-orang Yahudi berada di Yerusalem, Yesus wafat dan naik ke sorga di Yerusalem, nabi Muhamad s.a.w. naik ke sorga via Yerusalem, dst..  Suci berarti dipersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sehingga siapapun yang suci akan diberkati oleh Allah dan kemanapun ia pergi senantiasa atas atau dalam nama Allah. Keluarga dan tempat kerja merupakan tempat dimana kita memboroskan tenaga dan waktu kita, yang berarti mempersembahkan diri kita bagi Allah melalui saudara-saudari kita. Keluarga dan tempat kerja merupakan tempat idaman kita, yang menjanjikan kebahagiaan sejati sekaligus sarat dengan aneka tantangan, masalah dan hambatan. Maka marilah kita mawas diri: sejauh mana selama hidup di dalam keluarga maupun sibuk bekerja di tempat kerja kita semakin suci, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Allah? Sejauh mana semakin mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi kita semakin beriman, semakin suci? Marilah dalam dan melalui keluarga maupun tempat kerja kita meneladan Yesus yang 'rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya', dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun membuat lingkungan hidup enak dan nikmat untuk ditinggali serta semakin menarik, memikat dan mempesona bagi siapapun. Maka ketika di dalam keluarga maupun tempat kerja muncul tantangan, hambatan atau masalah, hendaknya dijadikan kesempatan untuk semakin mempersembahkan diri kepada Allah. Dengan kata lain jadikan tantangan, hambaan atau masalah sebagai wahana pembinaan dan pengembangan pribadi kita.

·   "Aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah"(Rm 8:38-39), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. "Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang" tidak akan memisahkan Paulus dari kasih Allah. Kasih Allah memang tidak terbatas bagi siapapun yang beriman kepadaNya. Orang yang sungguh beriman akan menghayati 'penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan, atau kelelanjangan, atau bahaya atau pedang'  sebagai kesempatan emas untuk menghayati kasih Allah, sebagaimana telah terjadi dalam diri Yesus Kristus. Penderitaan dan salib Yesus menjadi rahmat dan keselamatan bagi yang percaya kepadaNya, maka ketika kita rela menderita karena setia dan taat pada panggilan dan tugas pengutusan, kita juga dapat menjadi berkat bagi saudara-saudari kita. Aneka macam bentuk kemerosotan moral yang masih marak di sana-sini pada saat ini hendaknya dijadikan kesempatan emas untuk merasul alias menyelamatkan atau membahagiakan orang lain, yang menjadi korban kemerosotan moral maupun yang melakukan tindakan amoral. Tugas panggilan menyelamatkan atau membahagiakan berarti siap sedia untuk mendatangi dan menyelamatkan apapun, siapapun yang tidak selamat dan tidak bahagia, dan tentu saja juga siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban bagi sesamanya.

 

"Tolonglah aku, ya TUHAN, Allahku, selamatkanlah aku sesuai dengan kasih setia-Mu, supaya mereka tahu, bahwa tangan-Mulah ini, bahwa Engkaulah, ya TUHAN, yang telah melakukannya… Aku hendak bersyukur sangat kepada TUHAN dengan mulutku, dan aku hendak memuji-muji Dia di tengah-tengah orang banyak. Sebab Ia berdiri di sebelah kanan orang miskin untuk menyelamatkannya dari orang-orang yang menghukumnya"

(Mzm 109: 26-27.30-31).

      

Jakarta, 29 Oktober 2009



Selasa, 27 Oktober 2009

28 Okt - Ef 2:19-22; Luk 6:12-19

"Ia memilih dari antara mereka dua belas orang yang disebutNya rasul"

(Ef 2:19-22; Luk 6:12-19)

 

"Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul: Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus, dan Andreas saudara Simon, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut orang Zelot, Yudas anak Yakobus, dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat. Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon. Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan. Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya" (Luk 6:12-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Simon dan St.Yudas, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rasul berarti yang diutus. Dalam kisah Warta Gembira hari ini Yesus memilih dua belas rasul, dan sebelum melaksanakan tugas perutusan mereka, mereka diajak untuk mengikuti Yesus serta menyaksikan apa yang dilakukan oleh Yesus. Sebelum menentukan pilihan Yesus "berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah". Apa yang dilakukan oleh Yesus ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan kita, yaitu 'berdoa sebelum membuat pilihan yang sangat menentukan cara hidup dan cara bertindak kita sendiri maupun orang lain'. Hal senada juga harus kita lakukan dalam rangka membuat keputusan-keputusan penting yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Maka baiklah di sini saya mengingatkan dan mengajak kita semua perihal menentukan pilihan atau membuat keputusan penting. Misalnya bagi rekan muda-mudi yang sedang berpacaran atau bertunangan kami harapkan tidak melupakan hidup doa, berdoa mohon pencerahan dari Tuhan apakah pacaran atau tunangan diputus atau dilanjutkan untuk membangun hidup berkeluarga, menjadi suami-isteri sampai mati. Kepada siapapun yang masih dalam proses pembelajaran kami harapkan juga berdoa sebelum menentukan atau memilih jenis pendidikan atau jurusan; demikian juga para pimpinan hendaknya berdoa sebelum membuat kebijakan atau keputusan penting. Kita semua berharap apapun yang menjadi keputusan atau pilihan kita akan membahagiakan kita sendiri maupun orang lain, yang sakit disembuhkan, yang kecewa dipuaskan, yang sedih dibahagiakan, yang miskin diperkaya, dst..

·   "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh"(Ef 2:21-22), demikian peringatan Paulus kepada umat di Efesus, kepada kita semua yang terpilih. Ingat bahwa masing-masing dari kita adalah 'yang terpilih'! Bukankah ada jutaan sperma berlomba untuk bersatu dengan sel telor dan hanya satu yang menang atau terpilih, yang akhirnya menjadi 'saya', masing-masing dari kita saat ini? Sebagai yang terpilih kita diharapkan "turut dibangunkan menjadi bangunan rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus", dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita sesuai dengan kehendak Allah. Diri kita masing-masing  sendiri diharapkan rapi, menarik, mempesona dan memikat, sehingga kebersamaan hidup kita dimanapun dan kapanpun juga demikian adanya. Sebagai pribadi yang menjadi bait Allah atau hidup di dalam Roh tentu saja cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri"(Gal 5:22-23). Marilah kita saling mendukung dan mengingatkan bahwa masing-masing dari kita menjadi 'bait Allah', sehingga siapapun yang melihat kita, hidup bersama dengan kita, tergerak untuk berbakti kepada Allah, lebih beriman, lebih suci, semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Maka jika ada saudara atau saudari kita yang hidup dan bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah seperti yang melakukan " percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah,  kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"(Gal 5:19-21), hendaknya segera diingatkan. 

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (Mzm 19:2-5)

 

Jakarta, 28 Oktober 2009



Senin, 26 Oktober 2009

27 Okt - Rm 8:18-25; Luk 13:18-21

"Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya?"

(Rm 8:18-25; Luk 13:18-21)

 

"Maka kata Yesus: "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya?  Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya."  Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."(Luk 13:18-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Salah satu kelemahan kelompok mayoritas adalah merasa diri kuat, hebat dan baik, tetapi sering kurang berkembang sebagaimana dituntut oleh perkembangan zaman, sebaliknya kelompok minoritas memang ada kecenderungan minder, tetapi juga karena merasa terjepit mereka terus mengembangkan diri dan dengan demikian berkualitas. Memang ada dilemma: berpihak pada mayoritas atau minoritas, apa saja atau yang terpilih saja. Berpihak pada mayoritas ada kecenderungan kurang mendalam dan dengan demikian kurang bermutu tetapi merata, sedangkan berpihak pada minoritas ada kemungkinan cukup mendalam dan dengan demikian cukup berkualitas. Jika Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah bagaikan biji sesawi atau ragi, hal itu mengingatkan dan mengajak kita semua, bahwa yang lebih diutamakan adalah kuwalitas bukan kuantitas, mutu bukan jumlah. Maka marilah prinsip ini kita hayati lebih-lebih dalam bidang pembinaan/pendidikan atau produksi. Dalam dunia pendidikan hendaknya kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas, kecerdasan spiritual lebih diutamakan daripada kecerdasan-kecerdasan lainnya. Demikian juga dalam berproduksi, entah apapun: makanan, minuman, sarana-prasarana, dst.. hendaknya lebih diutamakan kualitas daripada kuantitas. Satu orang baik, bermutu, dewasa, cerdas dst.. akan berpengaruh bagi lingkungan hidupnya bagaikan ragi yang merasuki tepung terigu. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua umat beriman: marilah kita perdalam dan perkuat iman kita masing-masing, sehingga kehadiran, cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun membuat lingkungan hidup enak, nikmat dan mempesona. Dimana kita hadir maka komunitas atau lingkungan hidup menjadi  bahagia, damai dan tenteram.

·   "Kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun" (Rm 8:24-25), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua. Apa yang diharapkan memang belum terlihat, maka siapapun yang sungguh mengharapkan sesuatu mereka akan dengan tekun dan bergairah mengusahakan. Kita semua mengharapkan keselamatan, dan diharapkan sejak saat ini kita telah mencicipi keselamatan tersebut. Yang terutama menjadi pengharapan kita adalah keselamtan jiwa kita, maka marilah kita usahakan dengan gairah dan tekun agar jiwa kita selamat dan bahagia ketika kita dipanggil Tuhan. Untuk itu kita memang diharapkan bagaikan ragi atau biji sesawi, yang tumbuh, menyebar dan fungsional. Tumbuhan sesawi yang telah tumbuh nampak indah dan menjadi tempat burung-burung serta kupu-kupu mencari makan dan berteduh, sedangkan ragi begitu hancur dan menyebar langsung membuat enak dan sedap makanan. Hidup dalam pengharapan berarti siap sedia untuk tumbuh berkembang dan hancur untuk dikorbankan atau dipersembahkan kepada yang lain. Kelengkapan keutamaan harapan adalah iman dan cinta: iman yang berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada yang lain dan cinta berarti melakukan sesuatu yang baik dan menyelamatkan  bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan kata lain karena kita saling mengharapkan berarti kita juga saling berbuat baik dan mempersembahkan diri. Orang yang berpengharapan tidak pernah sedih, frustrasi atau lesu, tetapi senantiasa bergariah, ceria, dinamis dst.. sehingga menarik dan memikat serta mempesona bagi siapapun, seperti orang gila yang senyum terus dan tidak mengganggu orang lain tetapi malah menghibur orang lain yang melihatnya.

 

"TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya"

(Mzm 1126:3-6)

 Jakarta, 27 Oktober 2009.



Minggu, 25 Oktober 2009

26 Okt - Rm 8:12-17; Luk 13:10-17

"Bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?"


(Rm 8:12-17; Luk 13:10-17)


"Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat.  Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak.  Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: "Hai ibu, penyakitmu telah sembuh." Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah.  Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: "Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat."  Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?  Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?"  Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya"(Luk 13:10-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di akhir sebuah lokakarya karya pendidikan, para wakil (dari keuskupan-keuskupan) menyampaikan rekomendasi berupa rencana kegiatan kerja di wilayah masing-masing. Cukup menarik ada beberapa wakil dalam menyampaikan rencana kegiatannya dengan catatan kaki, yaitu: pelaksanaan rencana kerja ini perlu rekomendasi Uskup. Dalam hati saya  bertanya-tanya: apakah untuk berbuat baik perlu rekomendasi uskup, yang dimaksudkan kiranya perlu dana/beaya dari uskup. Hemat saya semua pimpinan di tingkat manapun tidak akan melarang anak buahnya berbuat baik. Perbuatan baik berada di ranah norma moral, yang mengatasi norma hukum. Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat dan apa yang dilakukan membuat gusar kepala rumah ibadat karena menurut aturan Sabat pada hari Sabat tidak boleh bekerja. Tetapi setelah Yesus menjelaskan arti Sabat dan perbuatanNya, mereka pun bersukacita. Belajar dan bercermin pada apa yang telah dilakukan oleh Yesus, marilah kita tidak takut atau ragu-ragu untuk berbuat baik dimanapun dan kapanpun, lebih-lebih menolong mereka yang sakit atau menderita. Kita jauhkan dan berantas aneka bentuk kemunafikan. Aneka macam aturan dan tatanan hidup bertujuan untuk kebaikan umum, maka semua perbuatan baik tidak melawan aturan atau tatanan hidup, melainkan memantapkan aturan dan tatanan tersebut, meskipun sekilas nampak melanggar aturan. Usaha dan kegiatan penyelamatan jiwa manusia dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja.   

·   "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah"(Rm 8:14-15). Anak Allah berarti orang yang sungguh dikasihi oleh Allah, dan kita semua kiranya mendambakan sebagai yang dikasihi oleh Allah. Kasih Allah kepada kita masing-masing telah kita terima secara melimpah ruah melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, tanpa kenal aturan atau tatanan. Maka hendaknya tidak mengingkari diri sebagai yang telah dikasihi, dan tentu saja kita menanggapinya dengan berterima kasih, dan terima kasih itu kita wujudkan dengan mengasihi orang lain, sehingga kita hidup dan bertindak saling mengasihi. Jika kita hidup dan bertindak saling mengasihi maka tiada ketakutan sedikitpun dalam diri kita masing-masing, dan dengan demikian kita juga handal dan tabah terhadap aneka ancaman jenis penyakit. Maka jika dalam diri kita masing-masing masih ada ketakutan berarti kebersamaan hidup kita kurang atau tidak saling mengasihi atau ada yang bermental budak, dimana bertindak menunggu perintah.  Baiklah jika ada saudara-saudari kita yang masih dalam ketakutan, marilah kita tolong dengan rendah hati agar tidak takut, antara lain dengan memperlihatkan kasih Allah yang melimpah ruah dalam diri mereka. Mereka yang takut pada umumnya karena merasa kurang dikasihi, padahal yang benar kasih kepadanya sungguh melimpah ruah. Kita ingatkan mereka bahwa kita sampai kini masih hidup seperti saat ini tidak lain karena kasih Allah yang kita terima melalui banyak orang yang telah mengaasihi kita.

 

"Terpujilah Tuhan! Hari demi hari Ia menanggung bagi kita; Allah adalah keselamatan kita. Allah bagi kita adalah Allah yang menyelamatkan, ALLAH, Tuhanku, memberi keluputan dari maut"

(Mzm 68:20-21).

      

Jakarta, 26 Oktober 2009


Sabtu, 24 Oktober 2009

25 Okt - Yes 31:7-9; Ibr 5:1-6; Mrk 10:46-52



Mg Biasa XXX: Yes 31:7-9; Ibr 5:1-6; Mrk 10:46-52

"Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!"

 

Indera 'mata' atau penglihatan merupakan salah satu dari lima indera yang cukup penting. Orang buta berarti mengalami kekurangan atau kelemahan untuk menerima aneka informasi yang  dapat dilihat dan dinikmati melalui mata; yang bersangkutan juga dapat dengan mudah ditipu atau dikelabui orang lain. Dengan mata atau penglihatan yang baik kita dapat menikmati panorama atau pemandangan yang indah serta menyegarkan, entah itu tanaman, binatang maupun manusia atau alam pegunungan, dst.. Dalam  Warta Gembira hari ini dikisahkan orang buta, yang berteriak-teriak mohon penyembuhan dari Yesus. Yesus pun tergerak hatiNya oleh belas kasihan dan akhirnya menyembuhkan orang buta tersebut sehingga dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!', demikian sabda Yesus kepada orang buta tersebut, dan ia pun sembuh, dapat melihat, kemudian  "ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya"

 

        "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" (Mrk 10:52)

 

Mungkin di antara kita tidak ada yang buta matanya, namun kiranya ada yang kabur atau buta mata hatinya. "It be better to follow the blind man than to follow the blind heart", demikian rumor yang berkembang ketika Gus Dur, yang buta matanya, terpilih menjadi presiden RI. Ungkapan tersebut apakah merupakan bentuk kekecewaan atau kebanggaan, nampaknya tidak jelas. Saya pribadi terkesan dengan rumor tersebut, dan setelah saya refleksikan hemat saya memang benar bahwa buta mata hati lebih merugikan daripada buta mata phisik. Buta mata hati berarti tidak/kurang beriman, sehingga orang yang buta hatinya akan hidup seenaknya sendiri, mengikuti selera pribadi, tidak mengikuti kehendak Tuhan atau menghayati janji-janji yang pernah diikrarkan.

 

"Imanmu telah menyelamatkan engkau", demikian sabda Yesus kepada orang yang buta matanya. Beriman berarti mempersembahkan atau menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan dalam cara hidup serta cara bertindak setiap hari senantiasa mentaati dan melaksanakan aturan atau tatanan hidup yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusannya, dan dengan demikian selamat, damai sejahtera. Maka jika kita mengakui diri sebagai orang beriman, marilah kita mawas diri: sejauh mana kita melaksanakan atau menghayati aturan dan tatanan hidup yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing? Jika kita masih sakit-sakitan, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh, berarti kita kurang atau tidak beriman.

 

Setelah disembuhkan si buta langsung mengikuti Yesus dalam perjalananNya, artinya ia berjalan bersama dan bersatu dengan Tuhan. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus/Tuhan, kita dipanggil mengikutiNya dalam perjalananNya, yang tidak lain berjalan atau pergi kemanapun dan dimanapun untuk menyelamatkan atau membahagiakan orang lain. Kita dipanggil untuk membahagiakan orang lain dalam dan melalui cara hidup, cara bertindak serta sepak terjang kita setiap hari. Kita semua kiranya memiliki mata tubuh yang sehat alias dapat melihat segala sesuatu dengan jelas, maka kami harapkan setelah melihat dan mungkin menemukan sesuatu yang tidak baik, tidak beres dan amburadul, hendaknya langsung diperbaiki, dibereskan dan diatur. Kami percaya jika kita sungguh beriman, maka ketika melihat sesuatu pasti langsung tergerak untuk melakukan sesuatu yang menyelamatkan dan membahagiakan. Orang sungguh beriman pada umumnya juga lebih melihat ke bawah dari pada ke atas, sehingga melihat kenyataan yang ada dengan jelas serta hidup dalam kenyataan bukan mimpi-mimpi; ia rendah hati.

 

 

"Setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan, yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri."(Ibr 5:1-3)

      

Kutipan di atas ini kiranya baik menjadi bahan refleksi para imam/pastor khususnya, dan juga umat Allah pada umumnya yang juga memiliki cirikhas imamat umum kaum beriman. Sebagai imam atau pastor hendaknya 'dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat', karena untuk itulah ia dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya Yesus, Imam Agung, yang datang untuk menyelamatkan orang berdosa, bukan orang sehat dan baik. Untuk itu sebagai imam atau pastor harus mendunia atau memahami seluk-beluk atau hal-ikhwal duniawi, kebutuhan hidup sehari-hari umat Allah serta lingkungan hidup mereka. Dengan kata lain hendaknya sering 'turba', turun ke bawah, melepaskan atribut kebesarannya dan menjadi sama dengan mereka yang didatangi kecuali dalam hal dosa.

 

Kita perlu mengerti kelemahan dan kerapuhan diri kita sendiri maupun mereka yang harus kita layani, agar kita tahu bentuk atau wujud persembahan macam apa yang harus kita haturkan alias bantuan atau pertolongan yang harus kita berikan. Kelemahan atau kerapuhan dapat terletak dalam hati, jiwa, akal budi atau tubuh. Orang-orang jahil dan sesat pada umumnya kelemahannya terletak dalam hati dan jiwa mereka, tidak mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Maka jika kita jahil dan sesat atau siapapun yang merasa jahil dan sesat, marilah kita berdoa seperti ini: "Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?"(1Raj 3:9).

 

"Sesungguhnya, Aku akan membawa mereka dari tanah utara dan akan mengumpulkan mereka dari ujung bumi; di antara mereka ada orang buta dan lumpuh, ada perempuan yang mengandung bersama-sama dengan perhimpunan yang melahirkan; dalam kumpulan besar mereka akan kembali ke mari! Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung;"(Yer 31:8-9). Kutipan dari kitab Yeremia ini kiranya dapat kita refleksikan sebagai pendukung panggilan imamat kita, entah imamat jabatan maupun imamat umum kaum beriman. Kita dipanggil untuk membawa saudara-saudari kita 'di jalan yang rata, dimana mereka tidak akan tersandung'. Kita dipanggil untuk membawa saudara-saudari kita kembali ke jalan benar, jalan hidup yang telah digelutinya, dialaminya sesuai dengan panggilan Tuhan. Dengan kata lain kita diingatkan untuk tanpa takut dan gentar menegor dan meluruskan mereka  yang suka atau sering selingkuh, mengingkari panggilan dan tugas pengutusannya. Kepada siapapun yang sering 'tersandung; apalagi 'jatuh' kami ingatkan: jangan-jangan telah berselingkuh; jika memang telah dan sedang berselingkuh kami ajak untuk bertobat, kembali ke jalan benar, demi kebahagiaan anda sendiri maupun saudara-saudari anda.

 

"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya."(Mzm 126)

  Jakarta, 25 Oktober 2009

  . 


24 Okt - Rm 8:1-11; Luk 13:1-9

"Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!"

(Rm 8:1-11; Luk 13:1-9)


"Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian." Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Bertobat berarti memperbaharui diri dan meninggalkan cara hidup atau cara bertindak yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan; dengan kata lain terjadi perubahan, dan tentu saja perubahan ke arah yang lebih baik. Yang abadi di dunia ini adalah perubahan, dan masing-masing dari kita seiring dengan bertambahnya usia, pengalaman dan pergaulan pasti mengalami perubahan-perubahan tertentu. Dari kita semua diharapkan agar perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri kita masing-masing tidak percuma, yang berarti menghasilkan buah-buah, yaitu nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan. Maka baiklah kita mawas diri: apakah di tempat tinggal dan tempat tugas/kerja kita masing-masing, kita sendiri tumbuh berkembang dalam iman dan kecerdasan dan cara hidup serta cara bertindak kita mempengaruhi lingkungan hidup kita semakin baik, menyenangkan dan mempesona bagi siapapun. Sebagai tanda atau gejala bahwa cara hidup dan cara bertindak kita tidak percuma, antara lain kita semakin dikasihi oleh Tuhan maupun sasama kita. Kepada kita semua yang mungkin dinilai percuma kehadiran dan sepak-terjang kita, marilah kita perbaiki dengan rendah hati dan kerja keras. Bahwa kita masih diperkenankan hidup dan bertindak sebagaimana adanya pada masa kini hendaknya dihayati sebagai kemurahan dan kesabaran hati Tuhan, maka jangan disia-siakan kemurahan dan kesabaran hati Tuhan.
• "Mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Rm 8:5-6), demikian peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua orang beriman. Kita semua kiranya mendambakan hidup dan damai sejahtera, maka marilah hidup menurut kehendak Roh Kudus, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh seperti : "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Jika kita menghayati keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas ini maka kita pasti akan hidup damai sejahtera, selamat dan sehat lahir dan batin, jasmani dan rohani. Kepada mereka yang masih hidup menurut daging alias sesuai kehendak setan seperti "percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora"(Gal 5:19-21) , kami harapkan bertobat dan meninggalkan cara bertindak yang akan membawa ke penderitaan untuk selamanya. Perkenankan saya mengangkat salah satu keutamaan yang menurut saya up to date dan mendesak untuk kita hayati dan sebarluaskan, yaitu kesetiaan. Kami mengajak kita semua untuk setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita tidak percuma, tetapi berbuahkan apa-apa yang menyelamatkan dan membahagiakan baik diri kita sendiri maupun orang lain yang kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita.


"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."

(Mzm 24:1-5)


Jakarta, 24 Oktober 2009


Kamis, 22 Oktober 2009

23 Okt - Rm 7:8-25a; Luk 12:54-59

"Mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?"

(Rm 7:8-25a; Luk 12:54-59)

 

"Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."(Luk 12:54-59), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes dari Capestrano, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Karena wilayah Indonesia terletak di antara lempengan bumi, maka sering terjadi gempa bumi, dan akhir-akhir ini gempa bumi tiada henti terjadi. Para pakar gempa bumi telah memprediksi akan terjadinya gempa bumi, dan memang tidak tahu persis hari "H'nya; mereka mencermati dan menilai gerakan lempengan bumi serta berpesan pada daerah-daerah yang kemungkinan akan terjadi gempa bumi agar siap-siaga sewaktu-waktu terjadi gempa bumi. Dalam peristiwa gempa bumi terakhir yang melanda wilayah Sumatera Barat akhir September lalu nampak bahwa kita belum memiliki sarana yang memadai dalam mengatasi dampak gempa bumi, sebagaimana telah dimiliki beberapa Negara lain yang berpartisipasi mencari korban gempa (antara lain mereka mimiliki alat dan anjing yang dapat mendeteksi keberadaan korban yang masih hidup atau mayat). Gempa bumi hanya merupakan salah satu peristiwa yang menandai zaman ini, dan kiranya masih banyak peristiwa yang sering terulang kembali. Sabda Tuhan hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk meningkatkan kepekaan dan perhatian kita atas berbagai macam peristiwa yang memiliki dampak sosial cukup besar. Mungkin pertama-tama dan terutama masing-masing dari kita hendaknya peka terhadap apa yang terjadi dalam tubuh kita masing-masing, misalnya gejala akan sakit, bagi rekan perempuan gejala datang bulan/menstruasi atau hamil, dst.. Hemat saya ketika kita peka terhadap apa yang terjadi dalam tubuh kita, maka dengan mudah kita akan mampu mendeteksi aneka kemungkinan peristiwa yang akan terjadi di lingkungan hidup kita, dan kita tergerak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang kiranya dibutuhkan untuk mengatasi aneka dampak peristiwa. St Yohanes, imam, yang kita rayakan hari ini juga menjadi pelindung pelayanan pastoral/pastor angkatan bersenjata; hemat saya angkatan bersenjata erat kaitannya dengan pendeteksian dan penilaian peristiwa-peristiwa. Dalam kasus atau peristiwa gempa bumi di Indonesia pada umumnya angkatan bersenjata yang siap sedia untuk terjun di lapangan guna membereskan aneka dampak gempa bumi.

 

· "Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku"(Rm 7:21-23), demikian kesaksian Paulus. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini merupakan buah pengenalan diri sendiri, apa yang terjadi dalam dirinya. Anggota-anggota tubuh kita memang dapat menghambat untuk berbuat baik, mungkin karena anggota tubuh kita tidak sehat. Marilah kita cermati diri kita masing-masing: anggota tubuh mana yang sering menghambat atau menghalang-halangi kita untuk berbuat baik kepada saudara-saudari kita? Jika kita telah mengenali dengan baik anggota tubuh kita yang sering mengganggu atau menghalangi kita untuk berbuat baik, hendaknya diusahakan perbaikan atau penyembuhan atas anggota tubuh tersebut atau mungkin butuh pengendalian khusus. Salah satu usaha perbaikan atau pengendalian antara lain kita minta bantuan orang lain untuk menegor ketika kita berbuat jahat atau melakukan apa yang merugikan orang lain alias melawan hukum Allah, perintah untuk saling mengasihi satu sama lain. Jika kita mampu mengendalikan anggota-anggota tubuh kita sehingga tidak melakukan apa yang jahat, maka kita juga lebih mudah berbuat baik kepada orang lain dan sikap kita terhadap orang lain berarti melayani bukan menguasai.

 

"Biarlah kiranya kasih setia-Mu menjadi penghiburanku, sesuai dengan janji yang Kauucapkan kepada hamba-Mu.Biarlah rahmat-Mu sampai kepadaku, supaya aku hidup, sebab Taurat-Mu adalah kegemaranku"

(Mzm 119:76-77)

 

Jakarta, 23 Oktober 2009


Rabu, 21 Oktober 2009

22 Okt - Rm 6:19-23; Luk 12:49-53

"Aku datang untuk melemparkan api ke bumi"

(Rm 6:19-23; Luk 12:49-53)


"Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga.Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."( Luk 12:49-53), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Ketika terjadi kebakaran rumah atau gedung kiranya hampir semua jenis barang dan bahan material bangunan dapat luluh lantak atau menjadi abu, kecuali logam emas murni. Emas murni terbakar berarti semakin nampak kemurnian atau keasliannya. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri: sejauh mana kita setia pada charisma atau spiritualitas atau visi kita masing-masing, entah secara pribadi maupun organisatoris. Berbagai tantangan, hambatan, masalah maupun godaan kiranya sedikit banyak telah membuat kita kurang setia pada charisma, spiritualitas atau visi yang pernah kita ikrarkan, bahkan ada kecenderungan sementara orang untuk hidup dan berindak hanya mengikuti selera pribadi alias seenaknya sendiri serta mengesampingkan aneka aturan dan tatanan hidup yang berfungsi sebagai pendukung penghayatan charisma, spiritualitas atau visi. Maka dengan ini kami mengajak kita semua: marilah kita setia pada charisma, spiritualitas atau visi kita masing-masing, dan sekiranya telah mengalami erosi dalam penghayatan, marilah kita memperbaharui diri, back to basic. Sebagai suami-isteri hendaknya setia pada pasangan masing-masing, saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, serta meninggalkan semangat kekanak-kanakan, sebagai religius marilah kita setia pada charisma pendiri serta meninggalkan cara hidup dan cara bertindak menurut adapt-istiadat keluarga yang tidak sesuai dengan charisma, dst.. Bagi kita semua orang beriman, hendaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan iman kita, hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Orgnanisasi- organisasi politik, kemasyarakatan, social dst.. hendaknya setia pada visi dasar organisasi, meskipun perwujudan strategi cara bertindak senantiasa dapat berubah sesuai tuntutan zaman, situasi dan kondisi.

 

"Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." (Rm 6:19), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Kita semua dipanggil untuk "menyerahkan anggota-anggota tubuh kita menjadi hamba kebenaran yang membawa kita kepada pengudusan atau kesucian". Anggota-anggota tubuh yang mungkin perlu kita perhatikan antara lain: pancaindera (mata, telinga, hidung, dst..), kaki dan tangan, dan yang tak boleh dilupakan tentu saja alat kelamin. Hendaknya memfungsikan anggota-anggota tubuh tersebut untuk berbuat benar atau melakukan apa-apa yang baik, yang membawa kita menuju ke kesucian atau pengudusan diri kita. Pada masa kini mungkin baik saya angkat masalah anggota tubuh yang cukup vital yaitu alat kelamin, entah penis atau vagina. Banyaknya pengguguran kandungan yang dilakukan oleh para remaja kita yang belum menikah menunjukkan bahwa cukup banyak remaja atau generasi muda memfungsikan alat kelamin demi kenikmatan diri sendiri, bukan demi kehendak Tuhan dalam rangka partisipasi karya penciptaan manusia. Tuhan menganugerahi kenikmatan hubungan seksual bukan untuk berfoya-foya atau cari enak sendiri, melainkan sebagai sarana atau bantuan bagi manusia dalam berpartisipasi dalam karya penciptaan manusia. Maha hendaknya hubungan seksual hanya dilakukan dengan suami atau isterinya sendiri alias dengan pasangan hidup masing-masing, tidak sebelum menikah maupun dengan berselingkuh dengan orang lain. Pengendalian mata dan telinga juga penting bagi kita semua, lebih-lebih bagi anak-anak kecil, yang belum dapat membedakan mana yang baik dan buruk.


"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mzm 1:1-4)

 

Jakarta, 22 Oktober 2009


Selasa, 20 Oktober 2009

21 Okt - (Rm 6:12-18; Luk 12:39-48)

"Siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana"

(Rm 6:12-18; Luk 12:39-48)

 

"Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." Kata Petrus: "Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?" Jawab Tuhan: "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia.Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan.Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut."(Luk 12:39-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

 

· Kata bahasa Latin "administrare" antara lain berarti mengurus atau mengelola, dan dari akar kata bahasa Latin tersebut kita kenal kata 'administrasi', 'administrator'/kepala/pemimpin, yang erat kaitannnya dengan hal-ihwal atau seluk-beluk duniawi. Kita semua, sesuai dengan tugas, fungsi atau jabatan dan kedudukan kita masing-masing, memiliki tugas atau kewajiban yang harus kita laksanakan, urus atau kelola. Sejauh mana kita mengurus atau mengelola tugas atau kewajiban kita dengan setia dan bijaksana? Setia pada tugas atau kewajiban pada masa kini memang tidak mudah, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak atau kurang setia pada panggilan, tugas, kewajiban dan jabatan atau fungsinya. Bahkan ketika ada orang lain mengingatkan perihal ketidak-setiaannya sering mendapat perlakuan yang tidak baik. Setia dalam mengurus atau mengelola berarti tidak mengurangi sedikitpun alias tidak korupsi. Dalam anggota tubuh kita yang kelihatan hemat saya 'leher' merupakan anggota tubuh yang setia: semua makanan, minuman dan udara yang masuk melalui mulut dan hidung diteruskan semuanya ke dalam tubuh; ketika anggota tubuh lain beristirahat leber tetap bekerja terus sebagai 'jalan' yang harus dilewati, jalan udara. Marilah, apapun yang harus kita urus atau kelola, kita mengurus atau mengelolanya dengan setia. Secara khusus kami mengingatkan kita semua yang terpanggil untuk hidup berkeluarga, imamat maupun membiara, untuk setia menghayati panggilan.

 

·"Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran"(Rm 6:18), demikian peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Dimerdekakan dari dosa berarti dosa-dosa kita telah diampuni, dan kemudian diharapkan tidak melakukan dosa lagi melainkan melakukan apa yang baik dan benar alias 'menjadi hamba kebenaran'. Kata 'kebenaran' disini juga dapat diartikan keselamatan, dan tentu saja pertama-tama dan terutama adalah keselamatan jiwa. Maka 'menjadi hamba kebenaran' kiranya dapat diartikan sebagai berikut: barometer, patokan atau ukuran keberhasilan usaha, kerja, pelayanan dan kesibukan kita adalah keselamatan jiwa, entah keselamatan jiwa kita sendiri maupun keselamatan jiwa dari mereka yang menerima pelayanan atau kena dampak cara hidup dan cara kerja kita. Secara konkret di bidang pendidikan atau sekolah, hendaknya lebih diutamakan agar para peserta didik menjadi pribadi baik dan unggul dalam hal berbudi pekerti luhur daripada daripada dalam hal pencapaian nilai-nilai mata pelajaran. Dengan kata lain dalam bidang pendidikan atau sekolah hendaknya 'kecerdasan spiritual' para peserta didik menjadi sasaran atau tujuan. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk bersikap kreatif, mengubah situasi, mengubah aturan maupun memahami atau menguasai makna dari setiap peristiwa. Jika orang cerdas secara spiritual maka kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual dan emosional dapat diusahakan dengan lebih mudah. Kecerdasan  spiritual merupakan kecerdasan tertinggi, yang mendasari kecerdasan-kecerdasan lainnya. Salah satu cara mempersiapkan anak menjadi cerdas spiritual antara lain ketika masih bayi, selama kurang lebih satu tahun menikmati ASI, Air Susu Ibu, maka kami ingatkan kepada para ibu untuk menyusui anak-anaknya secara memadai.

 

"Terpujilah TUHAN yang tidak menyerahkan kita menjadi mangsa bagi gigi mereka! Jiwa kita terluput seperti burung dari jerat penangkap burung; jerat itu telah putus, dan kita pun terluput! Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."(Mzm 124:6-8)

 

Jakarta, 21 Oktober 2009