Rabu, 30 Maret 2011

31 Maret - Yer 7:23-28; Luk 11:14-23

"Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan."

(Yer 7:23-28; Luk 11:14-23)

 

"Pada suatu kali Yesus mengusir dari seorang suatu setan yang membisukan. Ketika setan itu keluar, orang bisu itu dapat berkata-kata. Maka heranlah orang banyak. Tetapi ada di antara mereka yang berkata: "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat dari padanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan."(Luk 11:14-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika para tokoh lintas agama di Indonesia mengangkat 18 kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah, yang menunjukkan kebersamaan umat beragama, tidak lama kemudian muncul kerusuhan di Pandeglang dan Temanggung yang berkedok agama. Kami merasa kerusuhan tersebut sengaja dilakukan oleh mereka yang berkuasa atau berwenang dengan harapan bahwa kebersamaan umat beragama hanya sandiwara saja, dan salah satu saluran TV di Indonesia pun dengan gencar membicarakan masalah kerukunan umat beragama. Hemat saya semuanya itu dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari usaha pembongkaran masalah Bank Century serta korupsi perpajakan sekitar Gayus. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk menggalang dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati di antara kita, maka kami mengingatkan dan mengajak anda  sekalian untuk peka terhadap usaha-usaha lembut guna memecah belah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Barangsiapa berusaha memecah belah kehidupan bersama dengan saling menuduh kelemahan dan kekurangan orang lain berarti tidak beriman, tidak percaya kepada Tuhan. Maka baiklah ketika kita menerima peringatan atau kritikan hendaknya dijadikan bahan mawas diri dengan rendah hati serta berterima kasih kepada mereka yang menyampaikan peringatan atau kritik. Marilah kita akui dan hayati bahwa kita semua adalah orang-orang berdosa, lemah dan rapuh, sehingga kita tidak tergerak dan terjebak untuk saling menuduh kelemahan, kekurangan dan dosa orang lain. Kami berharap kepada para pemimpin dalam kehidupan bersama dalam bentuk apapun dapat menjadi pemersatu, serta tidak menjadi batu sandungan yang menimbulkan permusuhan atau balas dendam.

·   "Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!" (Yer 7:23), demikian peringatan Tuhan melalui nabi Yeremia kepada kita semua umat beragama atau beriman. Perintah Tuhan yang utama dan pertama-tama adalah perintah untuk saling mengasihi satu sama lain, sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita sepenuhnya. Maka jika kita semua mendambakan hidup bahagia masa kini maupun masa depan ketika kita dipanggil Tuhan, hendaknya kita hidup dan bertindak saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh/kekuatan. Apa itu kasih? "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7).Apa yang dikatakan oleh Paulus perihal kasih ini sungguh merupakan ajaran yang tiada duanya. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah kasih atau yang terkasih: diciptakan, dilahirkan dan dibesarkan dalam dan oleh kasih. Tanpa kasih kita tak mungkin hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini. Jika masing-masing dari kita berani menghayati diri sebagai 'yang terkasih', maka panggilan untuk saling mengasihi, membangun dan memperdalam persaudaraan sejati tidak sulit, karena bertemu dengan orang lain berarti 'yang terkasih' bertemu dengan 'yang terkasih' dan dengan demikian otomatis saling mengasihi.

 

"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku."

(Mzm 95:6-9)

Jakarta, 31 Maret 2011


Senin, 28 Maret 2011

30 Maret - Ul 4:1.5-9; Mat 5:17-19

"Aku datang untuk menggenapi hukum Taurat"

(Ul 4:1.5-9; Mat 5:17-19)

 

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Mat 5:17-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Keunggulan hidup beriman atau beragama terletak dalam tindakan atau perilaku bukan omongan, diskusi atau wacana, sebagaimana dilakukan oleh Yesus. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi, Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya", demikian sabda Yesus. Mayoritas waktu dan tenaga atau anggota-angota tubuh kita kiranya untuk bergerak, berjalan atau bepergian, maka baiklah gerakan anggota tubuh kita macam apapun hendaknya merupakan perwujudan kehendak atau perintah Tuhan, antara lain perintah untuk saling mengasihi. Hemat saya inti seluruh hukum, aturan atau tata tertib adalah cintakasih, maka jika setiap gerakan anggota tubuh kita merupakan perwujudan kasih berarti kita melaksanakan aturan atau tata tertib dengan baik sesuai tujuan atau arah aturan dan tata tertib diberlakukan. Tanda baik gerakan anggota tubuh kita merupakan wujud kasih antara lain menghasilkan buah yang membahagiakan dan menyelamatkan. Setiap gerakan anggota tubuh kita menggairahkan, mempesona dan menarik orang lain untuk semakin berbakti sepenuhnya kepada Tuhan, alias semakin beriman, semakin baik cara hidup dan cara bertindaknya. Omongan atau bicara kita menarik, mempesona dan memikat, sehingga banyak orang dengan senang dan bergairah mendengarkannya, demikian juga gerakan kaki dan tangan kita. Cirikhas mengasihi antara lain melayani dengan rendah hati, maka marilah kita saling melayani dengan rendah hati satu sama lain dimanapun kita berada.

·   "Ingatlah, aku telah mengajarkan ketetapan dan peraturan kepadamu, seperti yang diperintahkan kepadaku oleh TUHAN, Allahku, supaya kamu melakukan yang demikian di dalam negeri, yang akan kamu masuki untuk mendudukinya. Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata: Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi."(Ul 4:5-6), demikian peringatan Tuhan kepada bangsa terpilih dalam perjalanannya menuju tanah terjanji. Hidup kita adalah perjalanan, perjalanan menuju hidup mulia selamanya di sorga setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Maka marilah kita berjalan sesuai dengan aturan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing agar nanti kita selamat sampai tujuan. Jauhkan dan berantas aneka cara hidup dan cara bertindak yang hanya mengikuti keinginan atau kemauan pribadi tanpa memperhatikan lingkungan hidup atau kepentingan umum. Biarlah kata-kata "memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi"  menjadi kenyataan dalam hidup kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memang untuk itu antara lain pendidikan anak-anak atau bangsa kita harus memperoleh perhatian yang memadai sesuai dengan tuntutan atau perkembangan zaman, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi umat yang bijaksana dan berakal budi. "Human investment"  harus lebih diutamakan daripada 'material investment'; hidup baik, bijaksana dan berakal budi lebih utama dari tubuh dan tubuh lebih utama daripada pakaian serta makanan. Kita semua juga dipanggil untuk setia dengan sepenuh hati dalam menghayati janji-janji yang pernah kita ikrarkan, karena pelaksanaan janji yang telah kita ikrarkan merupakan kebijaksanaan dan tanda berakal budi. Sebagai warganergara Indonesia, marilah kita hayati Pancasila, yang telah dicanangkan atau diproklamirkan oleh para pendiri bangsa ini sebagai dasar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 "Megahkanlah TUHAN, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anakmu di antaramu. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari. Ia menurunkan salju seperti bulu domba dan menghamburkan embun beku seperti abu" (Mzm 147:12-13.15-16)

Jakarta, 30 Maret 2011


29 Maret - Dan 3:25.34-43; Mat 18:21-35

"Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku?"

(Dan 3:25.34-43; Mat 18:21-35)

 

"Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Mat 18:21-22),demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan), demikian pesan Hari Perdamaian Sedunia Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium ketiga. Kehadiran  atau kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia, merupakan wujud kasih pengampunan Allah kepada umat manusia di dunia, agar terjadi perdamaian di dunia. Maka kita yang beriman kepadaNya dipanggil untuk meneladanNya dengan menjadi saksi dan penyalur kasih pengampunan dimanapun kita berada atau kemanapun kita pergi. Jika kita mawas diri dengan jujur dan benar kiranya masing-masing dari kita telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita yang telah memperhatikan dan mengasihi kita dengan aneka cara atau bentuk. Maka panggilan untuk menjadi saksi atau penyalur kasih pengampunan hemat saya mudah jika kita tidak pelit alias bermurah hati. Menanggapi pertanyaan Petrus perihal berapa kali harus mengampuni mereka yang bersalah, Yesus menjawab "tujuh puluh kali tujuh kali", yang berarti terus menerus , tak kenal batas. Kasih pengampunan adalah wujud dari kasih dan kasih memang tak terbatas, tak dapat dibatasi oleh usia, SARA dst..  Kami berharap di dalam komunitas basis, seperti di dalam keluarga atau rukun tetangga sungguh terjadi kasih pengampunan antar anggota atau warganya, sehingga pengalaman yang telah diperoleh dalam komunitas basis ini dapat menjadi modal dan kekuatan dalam hidup bersama yang lebih luas, untuk menjadi saksi dan penyalur kasih pengampunan. Marilah kita jauhkan dan berantas aneka macam bentuk balas dendam, dan kita imani bahwa kasih pengampunan pasti mampu mengalahkan balas dendam dan kebencian.

·   "Demikianlah hendaknya korban kami di hadapan-Mu pada hari ini berkenan seluruhnya kepada-Mu. Sebab tidak dikecewakanlah mereka yang percaya pada-Mu. Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takut kepada-Mu, dan wajah-Mu kami cari. Janganlah kami Kaupermalukan, melainkan perlakukankanlah kami sesuai dengan kemurahan-Mu dan menurut besarnya belas kasihan-Mu. Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan-Mu yang ajaib, dan nyatakanlah kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan."(Dan 3:40-43), demikian doa Daniel. Marilah doa ini juga kita jadikan doa kita, antara lain kata-kata ini yang hendaknya menjadi pedoman hidup kita, yaitu: "Kami mengikuti Engkau dengan segenap hati dan dengan takut kepadaMu, dan wajahMu kami cari". Mengikuti Tuhan berarti senantiasa mendengarkan dan mengikuti bisikan atau suara RohNya melalui ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Bisikan atau suara Roh dalam diri manusia/kita antara lain berupa kehendak baik, maka kita dengarkan dan ikuti kehendak baik saudara-saudari kita. Ada kemungkinan perbedaan kehendak baik di antara kita, maka baiklah kita saling mendengarkan dan mengolah bersama kehendak-kehendak baik kita, sehingga ada satu kehendak baik yang kita pegang atau menjadi pedoman kita. Perwujudan kehendak baik juga dapat berbeda satu sama lain, tergantung dari situasi dan kondisi dimana kita hidup atau berada. Pendek kata buah perbuatan baik yang kita lakukan adalah keselamatan jiwa manusia, maka strategi atau kegiatan yang kita lakukan dapat berbeda satu sama lain. Bisikan atau suara Roh juga menggejala dalam ciptaan-ciptaan lainnya seperti binatang atau tanaman, maka hendaknya kita rawat binatang maupun  tanaman sehingga dapat membantu kita dalam mengejar atau mengusahakan tujuan kita diciptakan, yaitu keselamatan jiwa manusia. Dengan kata lain marilah kita kelola lingkungan hidup kita sedemikian rupa sehingga kita dapat hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan alias hidup dan berbudi yang baik, berbudi pekerti luhur, bermoral. Hendaknya kita juga tidak serakah menggunakan ciptaan-ciptaan lainnya, binatang atau tanaman; keserakahan dalam menggunakan binatang maupun tanaman akan menjadi 'senjata makan tuan', artinya kita dan anak-cucu kita akan menderita.

 

"Ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati" (Mzm 25:7b-9).

     

Jakarta, 29 Maret 2011     


Minggu, 27 Maret 2011

28 Maret -2Raj 5:1-15a; Luk 4:24-30

"Sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya".
(2Raj 5:1-15a; Luk 4:24-30)

"Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu." Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi" (Luk 4:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    "Luar negeri minded" itulah motto kebanyakan orang. Memang dalam kenyataan apa yang diproduki di dalam negeri kalah mutunya jika dibandingkan apa yang diproduksi dari luar negeri. Sebagai contoh adalah pendidikan, dimana mereka yang berduit atau orang-orang kaya lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri daripada di dalam negeri. Demikian juga orang begitu menaruh hormat kepada orang asing, sedangkan kepada saudara-saudari yang setiap hari hidup atau bekerja bersamanya kurang dihormati atau dihargai atau bahkan dilecehkan. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua agar kita lebih mengasihi mereka yang dekat dengan kita daripada mengasihi mereka yang jauh dari kita. Jika kita mampu mengasihi mereka yang dekat dengan kita maka kepada orang lain/asing berarti kita menghormati sepenuh hati, bukan sekedar sopan santun atau cari muka saja, bahkan melayani; sebaliknya ketika kita tak dapat mengasihi mereka yang dekat dengan kita, pada umumnya sikap terhadap yang lain sebenarnya menindas atau melecehkan, meskipun nampak di luar penuh hormat. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk lebih mengasihi apa atau mereka yang dekat dengan kita, entah itu manusia, harta benda/aneka macam produksi, dst.. Sebagai contoh adalah pakaian: batik telah diakui oleh dunia sebagai produk asli Indonesia, maka baiklah dalam berbagai kesempatan formal atau resmi sebaiknya pakai batik saja daripada dengan jas dan dasi, yang sebenarnya merupakan kebiasaan mereka yang tinggal di daerah dingin, seperti di Eropa. Marilah kita tingkatkan kwalitas pendidikan di negeri kita, pelayanan karya kesehatan di rumah sakit kita dst… agar saudara-saudari kita kemudian lebih suka belajar atau berobat di dalam negeri daripada di luar negeri.

•    "Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir.Kemudian kembalilah ia dengan seluruh pasukannya kepada abdi Allah itu" (2Raj 5:14-15a), demikian warta gembira perihal Naaman yang melaksanakan perintah nabi. Pengalaman Naaman ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita: marilah kita taati dan laksanakan semua perintah nabi. Nabi adalah utusan Allah, orang yang penuh Roh Kudus, yang senantiasa menyuarakan kehendak dan perintah Allah. Kami percaya sebagai orang beriman kita semua juga memiliki sifat kenabian, antara lain menggeja dalam aneka kehendak baik, maka baiklah kita saling mendengarkan dan menanggapi kehendak baik saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun, tanpa pandang bulu atau SARA. Kita belajar dari Naaman yang tidak malu melakukan tugas yang sederhana, maka baiklah meskipun kehendak baik saudara-saudari kita hendaknya segera ditanggapi secara positif. Dengan kata lain kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak malu melakukan tugas atau pekerjaan yang sederhana, misalnya menyapu atau mengepel lantai, mencuci pakaian sendiri, mengatur kamar tidur sendiri, dst.. Kami percaya ketika kita terbiasa dan terampil mengerjakan apa yang sederhana tersebut, maka kita memiliki modal atau kekuatan untuk melakukan apa yang sulit dan berbelit-belit. Ingatlah dan sadari bahwa apa yang sulit dan berbelit-belit sebenarnya belajar dari apa yang sederhana, misalnya pesawat terbang meniru dan belajar dari burung yang terbang, maka pesawat terbang sering disebut burung baja. Kami berharap hendaknya anak-anak di dalam keluarga dibiasakan dan dididik untuk melakukan apa yang sederhana, yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari, dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua/bapak-ibu.

"Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah" (Mzm 42:2-3)

Jakarta, 28 Maret 2011



27 Maret-Mg Prapaskah III : Kel 17:3-7; Rm 5:1-2.5-8; Yoh 4:5-42

"Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air."

Mg Prapaskah III : Kel 17:3-7; Rm 5:1-2.5-8; Yoh 4:5-42


Orang yang kawin-cerai berkali-kali memang tidak menjadi jelas siapa suami atau isteri yang sebenarnya, karena ada kemungkinan pasangan hidupnya hanya sekedar pemuas nafsu seksual belaka bukan panggilan atau rahmat Allah. Itulah yang terjadi dengan wanita Samaria yang berdialog dengan Yesus di pinggir sumur. Dengan susah payah wanita Samaria mengusahakan air demi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan ketika Yesus berkata kepadanya bahwa Ia dapat memberi air sejati yang tidak akan membuat haus selamanya, maka dengan bergairah sang wanita berkata: "Tuhan berikanlah kepada saya air itu!".  Menanggapi permintaan tersebut Yesus menjawab: "Panggillah suami untuk bersama-sama menerima air kehidupan". "Saya, tidak bersuami", begitulah jawaban sang wanita dengan cepat. : "Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar." (Yoh 4:17-8), demikian tanggapan Yesus selanjutnya. Mendengar tanggapan Yesus tersebut sang wanita pun menjadi sadar dan kemudian mengimani bahwa Yesus adalah Mesias, Sang Penyelamat Dunia, yang telah datang dan dinantikan kedatanganNya oleh banyak orang. Baiklah di masa Prapaskah ini kita mawas diri dengan cermin dialog Yesus dengan wanita Samaria tersebut, siapa tahu bahwa kita pun tak terlalu jauh seperti wanita Samaria tersebut.

 

"Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini." (Yoh 4:16) 

Perintah Yesus untuk pergi memanggil suami berarti perintah untuk mengurus atau mengelola 'harta-milik' pribadi, misalnya suami atau isterinya sendiri yang syah, panggilan, tugas pengutusan, pekerjaan, kewajiban dst.., dengan mengesampingkan aneka sambilan atau hobby yang mengganggu. Memang untuk mengurus atau mengelola apa-apa yang syah menjadi milik pribadi dapat membosankan dan melelahkan, karena setiap hari/saat yang diurus atau dikelola itu-itu saja, tak pernah berganti. Apalagi yang diurus adalah manusia, seperti suami atau isterinya sendiri, yang pada umumnya semakin lama semakin sering berkumpul berarti juga semakin rewel. Demikian juga tugas rutin setiap hari, entah di rumah atau di kantor/tempat kerja juga dapat membosankan. Sementara itu mengurus atau mengerjakan yang sambilan sungguh menghibur dan menyenangkan.

 

Mengapa mengurus atau mengerjakan yang sambilan terrasa lebih enak, nikmat dan menyenangkan? Karena tidak menuntut tanggungjawab, itulah jawabannya. Apalagi yang sambilan pelayanannya sungguh enak dan nikmat, misalnya pelayanan para perempuan pelacur kepada para lelaki hidung belang. Sabda Yesus di atas memang menuntut dan memanggil kita untuk menjadi pribadi manusia yang bertanggungjawab. "Bertanggung jawab adalah sikap perilaku yang berani menanggung segala akibat dari perbuatan atau tindakan yang telah dilakukannya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 14).

 

Bertanggung jawab erat kaitannya dengan atau pasangannya adalah kebebasan, artinya kita dapat menuntut tanggung jawab seseorang jika kita juga memberi kebebasan kepadanya sepenuhnya, sebaliknya ketika kita diberi kebebasan hendaknya bertanggung jawab. Saya kira hidup terpanggil sebagai suam-isteri, imam, bruder, suster, pekerja dst.. dipilih dan ditanggapi dalam kebebasan. Bukankah anda dengan bebas memilih pacar? Bukankah anda dengan bebas mendaftarkan diri masuk ke seminari, novisiat dst.. Maka selayaknya selanjutnya kita sungguh bertanggung jawab atas pilihan atau tindakan yang telah kita ambil atau lakukan. Kami berharap keutamaan tanggung jawab dan kebebasan ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dalam asuhan atau bimbingan orangtua/bapak – ibu. Berbagai kekhawatiran atau ketakutan orangtua atau bapak-ibu sering  memenjarakan anak-anaknya. Anak-anak yang di dalam keluarga kurang dibina tanggung jawab dan kebebasannya hemat kami kelak kemudian hari ketika menjadi dewasa akan mudah menyeleweng atau berselingkuh. Mengapa? Karena ketika menjadi dewasa secara phisik dan umur tidak ada tekanan dari orangtua lagi alias dapat bebas seenaknya, dan dengan demikian akan bertindak seenaknya mengikuti selera atau keinginan pribadi tanpa tanggung jawab. Setia pada panggilan, tugas pengutusan, pekerjaan atau kewajiban memang harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah, namun akan berbuahkan kebahagiaan sejati sampai mati. Hati dan jiwa kita akan selamat dan bahagia selamanya.

 

"Kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." (Rm 5:1-2)      

 

 

Hidup berkeluarga sebagai suami-isteri, hidup sebagai imam, bruder atau suster, tugas bekerja atau belajar dst..hemat saya adalah kasih karunia Allah, maka marilah kita hayati ajakan Paulus kepada umat di Roma bahwa "Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah".  Pertama-tama marilah kita hayati suami atau isteri, panggilan, tugas atau pekerjaan sebagai kasih karunia Allah dan selanjutnya kita hayati atau lakukan/kerjakan dalam dan oleh kasih karunia Allah. Di dalam kasih karunia kita diharapkan tetap berdiri dan bermegah dalam pengharapan, artinya dengan sungguh-sungguh, kerja keras dan ceria serta bersemangat dalam menghayati panggilan atau melaksanakan tugas atau pekerjaan.

 

Di dalam kasih karunia Allah juga berarti hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Allah, dan hal ini secara konkret dapat kita hayati dengan setia dan melaksanakan aneka macam janji yang telah kita ikrarkan serta aneka macam tata tertib yang terkait dengan janji tersebut. Maka baiklah sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dan telah dibaptis, kita mawas diri perihal janji baptis yang telah kita ikrarkan: sejauh mana kita sampai kini setia pada janji baptis? Sebelum menerima rahmat pembaptisan kita berjanji untuk hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak aneka macam godaan setan di dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Godaan setan masa kini antara lain aneka macam sambilan di luar panggilan, tugas atau pekerjaan utama atau pokok. Para pegawai negeri, pejabat atau anggota lembaga  legislatif sering lebih senang dan bergairah mengerjakan tugas sambilan seperti aneka macam proyek, karena berarti akan menerima imbal jasa atau penghasilan tambahan, dan pada umumnya penghasilan tambahan sering lebih besar daripada gaji pokok. Maka kami berharap kepada mereka untuk setia kepada tugas atau pekerjaan pokok, dan jika tugas atau  pekerjaan pokok atau utama telah diselesaikan dengan baik, baru kemudian jika masih tersedia waktu dan tenaga baik-baik saja melakukan tugas atau pekerjaan sambilan.

 

"Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun, pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku" (Mzm 95:6-9)

 

Jakarta, 27 Maret 2011


Kamis, 24 Maret 2011

25 Maret - Hari Raya KABAR SUKACITA: Yes 7:10-14; 8:10; Ibr 10_4-10; Luk 1:26-38

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

HR  KABAR  SUKACITA:  Yes 7:10-14; 8:10; Ibr 10_4-10; Luk 1:26-38

 

"Atas pengumuman bahwa ia, oleh kuasa Roh Kudus akan melahirkan 'Putera yang mahatinggi', tanpa mempunyai suami, Maria menjawab dalam 'ketaatan iman'(Rm 1:5) dalam kepastian bahwa 'untuk Allah tidak ada sesuatu pun yang mustahil': 'Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu' (Luk 1:37-38). Dengan memberikan persetujuannya kepada Sabda Allah, Maria menjadi Bunda Yesus. Dengan segenap hati, ia menerima kehendak Allah yang menyelamatkan, tanpa dihalangi satu dosa pun, dan menyerahkan diri seutuhnya sebagai abdi Tuhan kepada pribadi dan karya Puteranya. Di bawah Dia dan bersama  Dia dengan rahmat Allah yang mahakuasa, ia melayani misteri penebusan" (Katekismus Gereja Katolik, no 494). Bunda Maria adalah teladan umat beriman, maka marilah sebagai umat beriman pada pesta "Kabar Sukacita" ini kita mawas diri perihal keimanan kita dengan cermin Bunda Maria.

 

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:38)

 

"Ketaatan iman"  itulah kiranya yang pertama-tama baik kita renungkan.  Beriman berarti mempersem-bahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, demikian juga taat juga berarti mempersembahkan diri kepada mereka atau siapapun yang memberi perintah, nasihat atau saran, maka ketaatan iman berarti senantiasa mempersembahkan waktu dan tenaga kepada kehendak atau perintah Tuhan. Agar kita dapat taat kepada kehendak atau perintah Tuhan, hemat saya pertama-tama kita hendaknya taat pada aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita: suatu perintah yang cukup jelas. Maka baiklah kita senantiasa mentaati atau melaksanakan aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

 

Tuhan adalah maha kuasa atau maha segalanya, maka ketika kita berada di hadirat Tuhan mau tak mau pasti harus mentaati kehendak atau perintahNya. Kehendak atau perintah Tuhan antara lain dapat menggejala dalam kehendak baik, harapan, dambaan, seruan, teriakan, permintaan dst..dari saudara-saudari atau dalam aneka kebutuhan dan tuntutan ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya baik dalam binatang maupun tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Maka marilah kita dengarkan dengan rendah hati kehendak baik, harapan, dambaan, seruan, teriakan dan permintaan saudara-saudari kita serta kemudian kita tanggapi sesuai dengan kemungkinan dan kesempatan yang kita miliki, tentu saja juga perlu disertai dengan pengorbanan. Aneka tanaman dan binatang diciptakan oleh Tuhan untuk membantu manusia dalam mengejar tujuan diciptakan yaitu keselamatan jiwa manusia, maka hendaknya aneka tanaman dan binatang kita pelihara atau rawat dengan baik sesuai dengan ciri atau sifat masing-masing. Memang aneka tanaman dan binatang juga menjadi 'konsumsi' kita, maka hendaknya tidak dengan serakah mengkomsumsinya agar tidak menimbulkan celaka bagi jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain atau anak-cucu kita di masa depan.

 

Kesanggupan Maria atas panggilan Tuhan untuk menjadi Bunda Penyelamat Dunia, hamil karena Roh Kudus bukan karena hubungan seksual dengan laki-laki, pasangan hidupnya, kiranya sungguh merupakan bentuk pengorbanan yang luar biasa. Anda rekan-rekan perempuan atau gadis dapat membayangkan betapa besar penderitaan atau pengorbanan yang akan dialami ketika mengandung di luar perkawinan atau nikah: aneka cemoohan atau ejekan akan dialami, dengan kata lain akan menanggung malu besar sekali. Dalam dan bersama Tuhan segala sesuatu menjadi mungkin, dan kita tahu dampak kesanggupan Maria juga tak terlepas dari aneka derita, namun hasilnya luar biasa, yaitu karya penyelamatan dunia seisinya segera menjadi nyata atau terwujud, karena yang dikandung dalam rahimnya dan dilahirkan adalah Penyelamat Dunia. Marilah kita meneladan ketaatan atau kesanggupan Maria, artinya ketika kita menerima tugas berat dan mulia, hendaknya tidak takut dan gentar bahwa akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Bersama dan bersatu dengan Tuhan segala sesuatu menjadi mungkin. Hadapi dan sikapi aneka tantangan, masalah atau hambatan yang lahir dari kesetiaan atau ketaatan pada kehendak Tuhan sebagai jalan atau wahana penyelamatan jiwa.

 

"Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr 10:9-10)     

 

Persembahan tubuh Yesus Kristus terjadi di kayu salib dan setiap kali kita kenangkan atau rayakan di dalam Perayaan Ekaristi, dimana kita juga diberi kesempatan untuk menerima tubuhNya, komuni suci, yang berarti kita disatukan denganNya. Dengan kata lain setiap kali kita menerima komuni kuci kita diingatkan dan diperbaharui persembahan diri kita ketika dibaptis, yaitu hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Dengan pembapisan masing-masing dari kita telah dikuduskan, maka baiklah kita menghayati ini :"Aku datang untuk melakukan kehendakMu".

 

Kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada hendaknya senantiasa melakukan kehendak Tuhan bukan keinginan atau kemauan pribadi. Maka hendaknya kita hidup dan bertindak tidak 'semau gue', seenaknya sendiri, mengikuti selera atau minat pribadi. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua atau bapak-ibu agar dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam "datang untuk melakukan kehendak Tuhan'.  Kami percaya bahwa dari anda masing-masing, baik suami maupun isteri atau laki-laki maupun perempuan, saling tertarik dan mendatangi dan kemudian menjadi suami-isteri diimani sebagai kehendak atau rahmat Tuhan. Dengan kata lain suami atau isteri memiliki pengalaman 'datang untuk melakukan kehendak Tuhan', maka hendaknya pengalaman di masa pacaran atau tunangan tersebut terus diperdalam dan diperkuat selama menjadi suami-isteri sampai mati.

 

Bunda Maria kedatangan atau keberadaannya telah menjadi perwujudan janji atau kehendak Tuhan, sebagaimana diramalkan oleh nabi Yeremia :"Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel."(Yes 7:14), dengan demikian kedatangan atau keberadaannya di dunia sungguh menjadi 'kabar gembira'. Kita semua dipanggil untuk meneladan Bunda Maria, yaitu kedatangan atau kehadiran serta keberadaan kita dimanapun dan kapanpun hendaknya menjadi 'kabar gembira' artinya menggembirakan atau menyelamatkan orang lain, terutama dan pertama-tama keselamatan jiwanya. Jika kita semua dapat menghayati panggilan ini, maka kehidupan bersama kita dimanapun dan kapanpun sungguh menggembirakan, menarik dan mempesona serta kita semua selamat, damai sejahtera baik jiwa maupun raga, phisik maupun spiritual.

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin."(Mzm 1:1-4)

 

Jakarta, 25 Maret 2011


Selasa, 22 Maret 2011

24 Maret - Yer 17:5-10; Luk 16:19-31

"Engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu"

(Yer 17:5-10; Luk 16:19-31)

 

"Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (Luk 16:24-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Apa yang telah kita nikmati selama hidup di dunia ini? Apa yang telah kita nikmati di dunia nanti ketika meninggal dunia alias hidup di akhirat tidak akan dapat menikmati lagi dan hanya boleh menikmati apa yang belum pernah kita nikmati selama hidup di dunia ini. Dengan kata lain apa yang akan dapat kita nikmati di akhirat nanti adalah kebalikan dari apa yang telah kita nikmati di dunia ini. Misalnya: ketika di dunia ini kita hidup disiplin, maka di akhirat dapat hidup seenaknya, semau gue, sebaliknya ketika di dunia kita tidak disiplin, maka di akhirat nanti terus menerus dilatih hidup disiplin; di dunia ini kita tidak jujur, maka di akhirat dilatih jujur, dst..  Maka baiklah kami mengajak anda sekalian selama hidup di dunia ini untuk hidup baik dan berbudi pekerti luhur alias sungguh menghayati keutamaan iman, harapan dan cinta. Dari ketiga keutamaan ini yang terbesar adalah cinta, maka marilah selama hidup di dunia kita saling mencintai satu sama lain, tanpa pandang bulu/SARA. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'yang terkasih' atau 'buah kasih', hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini karena cintakasih. Jika selama di dunia ini kita saling mengasihi satu sama lain, maka di akhirat nanti kita dapat hidup seenaknya. Mengasihi berarti memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dikasihi.

·   "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yer 17:5-7), demikian firman Tuhan melalui nabi Yeremia. Marilah kita renungkan apa yang difirmankan oleh Tuhan ini. Kita diharapkan untuk 'mengandalkan Tuhan, menaruh harapan pada Tuhan, bukan mengandalkan manusia atau kekuatan diri sendiri'. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan pada Tuhan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa diri kita maupun aneka kekuatan yang kita miliki saat ini adalah anugerah Tuhan, tanpa Tuhan kita tidak dapat hidup serta memiliki semuanya itu. Dengan kata lain hendaknya menyikapi sesama manusia maupun aneka kekuatan manusia sebagai 'sarana' untuk semakin beriman atau berbakti kepada Tuhan, yang utama adalah Tuhan bukan sarananya. Maka kepada orang kaya, pandai, cerdas, berkedudukan, tampan, cantik, dst.. kami harapkan tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati: ketika anda menerima pujian dan sorak-sorai dari banyak orang hendaknya dihayati sebagai 'tangan-tangan Tuhan' yang menuntun anda untuk semakin rendah hati atau berbakti kepada Tuhan. Kita semua dipanggil sampai tingkat spiritual, tidak hanya manusiawi apalagi hartawi. Memang ketika kita manusia maka ada kemungkinan atau kemudahan untuk meningkat ke spiritual, maka kepada mereka yang masih bersifat materialistis kami harapkan segera meningkatkan diri ke manusiawi. Marilah di masa Prapaskah ini kita perdalam dan tingkatkan hidup spiritual atau keimanan kita, sehingga dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mzm 1:1-3)

Jakarta, 24 Maret 2011

     


23 Maret - Yer 18:18-20; Mat 20:17-28

"Anak Manusia datang untuk melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang"
(Yer 18:18-20; Mat 20:17-28)

Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya." Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mat 20:21-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    "Datang untuk melayani dan memberikan nyawa menjadi tebusan bagi banyak orang" , inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Maka baiklah apapun tugas pekerjaan atau fungsi kita dalam hidup bersama, marilah kita hidup dan bertindak meneladan semangat Yesus tersebut. Untuk itu pertama-tama hendaknya apapun yang menjadi tugas pekerjaan atau kewajiban kita secara pribadi kita kerjakan sebaik mungkin, dengan kata lain bekerja keras dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. "Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan sesuatu" (Prof Dr Edi Setyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –Jakarta 1997, hal 10). Jika kita bekerja keras dalam melasknakan tugas atau kewajiban maka buah cara hidup dan cara bertindak kita akan membahagiakan atau menyelamatkan diri kita sendiri maupun mereka yang ikut menikmati buah kerja keras kita. Itulah kiranya artinya menjadi tebusan bagi banyak orang. Ketika kita semua bekerja keras dalam melaksanakan tugas atau kewajiban, maka kita semua secara otomatis tertebus, selamat dan damai sejahtera baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani. Para suami-isteri kiranya memiliki pengalaman konkret dalam melayani dan memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi orang lain, yaitu pasangan hidupnya, maka baiklah mereka membagikan pengalaman tersebut kepada anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka.
•    "Perhatikanlah aku, ya TUHAN, dan dengarkanlah suara pengaduanku! Akan dibalaskah kebaikan dengan kejahatan? Namun mereka telah menggali pelubang untuk aku! Ingatlah bahwa aku telah berdiri di hadapan-Mu, dan telah berbicara membela mereka, supaya amarah-Mu disurutkan dari mereka" (Yer 18:19-20), demikian doa keluh kesah Yeremia ketika ia memperoleh ancaman untuk disingkirkan atau dibunuh dalam menghayati panggilan kenabiannya. Hidup beriman juga memiliki dimensi kenabian, yaitu panggilan untuk menjadi saksi iman dengan berbuat baik, hidup jujur, disiplin dst.. Dalam menghayati panggilan kenabian ini ada kemungkinan kita memperoleh ancaman untuk disingkirkan atau dibunuh, sebagaimana pernah terjadi dalam diri Munir, pejuang dan penegak hak asasi, kebenaran dan kejujuran. Baiklah ketika memperoleh ancaman macam itu segera kita persembahkan kepada Tuhan apa yang kita rasakan, atau takutkan. Percayalah dalam lindungan Tuhan kita dapat mengatasi ancaman, dan seandainya kita sendiri sungguh disingkirkan atau dibunuh, maka akan muncullah pengganti-pengganti kita yang lebih handal dan tangguh. Maka kami berharap kepada kita semua orang beriman untuk tidak takut dan tidak gentar menjadi saksi iman dalam hidup sehari-hari, antara lain dengan hidup baik, jujur dan disiplin. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur , Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Orang jujur akan hancur untuk sementara, namun akan mulia dan bahagia serta damai sejahtera untuk selamanya.

"Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, -- ada kegentaran dari segala pihak! -- mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!" (Mzm 31:14-16)

Jakarta, 23 Maret 2011

Senin, 21 Maret 2011

22 Maret - Yes 1:10.16-20; Mat 23:1-12

"Barangsiapa terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu."
(Yes 1:10.16-20; Mat 23:1-12)

"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Cukup banyak mereka yang terbesar dalam kehidupan bersama, entah menjadi besar karena kekayaan, kepandaian/kecerdasan, fungsi/jabatan/kedudukan dst.. sering menjadi sombong, senang memerintah bawahannya, bahkan tanpa sadar dimanapun berada mereka juga dengan seenaknya memerintah dan minta dilayani. Sudah dilayani dengan baikpun mereka sering tetap rewel, mengeluh dan menuntut. Sabda Yesus hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua bahwa "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu". Menghayati sabda Yesus ini baiklah pertama-tama marilah kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai serta nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah yang telah kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita atau melayani kita tanpa kenal lelah. Jika kita berani menyadari dan menghayati hal itu, maka kita akan tergerak untuk hidup penuh syukur dan terima kasih serta kemudian mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut dengan melayani siapapun yang setiap hari hidup dan bekerja bersama kita. Kami berharap dan mendesak mereka yang `terbesar' atau paling berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama untuk senantiasa bersikap dan bertindak melayani. Jika anda menjadi pemimpin atau atasan hendaknya menghayati kepemimpinan partisipatif, antara lain dengan rendah hati mendengarkan keluh-keluh, dambaan, kesulitan, harapan dst, dari yang dipimpin, dan kemudian merenungkan apa yang didengarkan untuk selanjutnya diambil langkah atau tindakan yang menyelamatkan atau membahagiakan yang dipimpin, terutama dan pertama-tama adalah keselamatan atau kebahagiaan jiwa.
•    "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang." Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya" (Yes 1:18-20), demikian Firman Tuhan melalui nabi Yesaya.  Menjadi `penurut dan pendengar yang baik' itulah panggilan dan tugas pengutusan kita sebagai orang beriman kepada Allah. Marilah kita sadari dan hayati bahwa indera pendengaran merupakan indera yang pertama kali berfungsi dalam diri kita, serta perkembangan atau pertumbuhan kepribadian dan iman kita sangat dipengaruhi oleh apa yang kita dengarkan. Maka hendaknya pertama-tama kita dengarkan kehendak atau perintah Allah, antara lain tertulis di dalam Kitab Suci dan diusahakan untuk lebih operasional ke dalam aneka tata tertib hidup dan berkarya bersama. Firman Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci pertama-tama dan terutama untuk dibacakan dan didengarkan, maka baiklah setiap hari di dalam keluarga dibacakan dan didengarkan Firman Allah (mungkin perikop yang setiap hari saya kutip dapat digunakan). Untuk belajar menjadi `penurut atau pendengar yang baik' antara lain kita dapat mentaati dan melaksanakan tata tertib sekecil apapun yang terkait dengan hidup dan tugas pengutusan kita. Tentu saja kita sendiri harus dapat menertibkan atau mengatur diri sendiri dengan baik: makan dan minum teratur, istirahat/tidur teratur, bekerja atau belajar teratur dst.. Orang yang dapat mengatur diri serta melayani sesamanya sungguh dibutuhkan dalam kehidupan dan kerja bersama masa kini.

"Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu"  (Mzm 50:8-9)

Jakarta, 22 Maret 2011

21 Maret - Dan 9:4b-10

"Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati."

(Dan 9:4b-10)

 

"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.""Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Luk 6:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Murah hati" secara harafiah kiranya dapat diartikan 'hatinya dijual murah' alias memberi perhatian kepada siapapun dan dimanapun tanpa pandang bulu, sebagaimana Allah juga memperhatikan semua ciptaanNya di bumi ini. Masing-masing dari kita kiranya telah menerima perhatian dari Allah secara melimpah ruah melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, memperhatikan kita dengan atau melalui aneka cara dan bentuk. Entah telah berapa ribu orang yang telah memperhatikan kita, kita tak sempat atau tak mampu menghitung atau mengingatnya., maka selayaknya kita memperhatikan semua orang alias meneruskan kemurahan hati tersebut kepada saudara-saudari atau sesama kita. Maka baiklah kita perhatikan lebih-lebih atau terutama mereka yang kurang menerima perhatian, misalnya yang miskin dan menderita, sakit, terasing atau terpenjara atau tinggal di daerah terpencil, yang kesepian, dst.. Jika mungkin pertama-tama kita kurbankan waktu dan tenaga kita untuk mendatangi mereka yang harus diperhatikan, dan ketika melihat apa yang mereka butuhkan untuk hidup sehat dan sejahtera, baiklah kita menyisihkan sebagian harta benda atau uang kita guna membantu mereka. Namun jika tak mungkin memberi perhatian secara phisik, baiklah di masa Prapaskah ini kita mendoakan mereka yang harus atau minta kita doakan. Kami berharap keutamaan 'bermurah hati' ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan contoh atau teladan dari para orangtua, dan kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah. Tidak bermurah hati berarti tidak beriman atau tidak percaya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi. Para pemuka agama atau masyarakat dan Negara kami harapkan juga dapat menjadi teladan bermurah hati serta membina warganya untuk bermurah hati.

·   "Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya"(Dan 9:8-10), demikian pengakuan dosa Daniel. Masa Prapaskah adalah masa mawas diri, menyadari kelemahan, kerapuhan dan dosa serta kasih karunia atau pengampunan  Allah. "Dengan kata 'dosa' dimaksudkan bahwa yang diganggu adalah hubungan dengan Allah. Hubungan dengan Allah yang 'seharusnya' ada, ternyata tidak ada. Itu bisa kesalahan manusia sendiri, atau kesalahan oran lain" (KWI: IMAN KATOLIK: Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 282). Manusia sebagai ciptaan Allah tidak ada hubungan dengan Allah berarti berdosa, atau hubungan dengan Allah tidak mulus atau lancar. Memang kemesraan hubungan dengan Allah hemat saya juga menjadi nyata dalam kemesraan hubungan dengan sesama  manusia. Dengan kata lain mengakui diri sebagai orang beriman, yang berhubungan dengan Allah, seharusnya senantiasa berhubungan mesra dengan siapapun, alias tidak memusuhi orang lain, meskipun dirinya dimusuhi. Maka baiklah di masa Prapaskah ini kita mawas diri: apakah kita memusuhi orang lain dengan bentuk atau cara apapun. Jika kita memusuhi orang lain marilah dengan rendah hati mengakui dosa-dosa kita serta mohon kasih pengampunannya. Pada masa Prapaskah ini kiranya kita juga baik jika mawas diri perihal sikap kita terhadap aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita. Ingatlah dan sadarilah bahwa aneka macam tata tertib merupakan sarana bagi kita semua agar tetap setia berhubungan mesra dengan Allah maupun sesama atau saudara-saudari kita.

 

"Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh! Maka kami ini, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu, akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untuk-Mu turun-temurun "

(Mzm 79:8-9.11.13)    .

Jakarta, 21 Maret 2011


Sabtu, 19 Maret 2011

Minggu Prapaskah II - Kej 12:1-4c; 2Tim 1:8b-10; Mat 17:1-9

"Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."

Mg Prapaskah II: Kej 12:1-4c; 2Tim 1:8b-10; Mat 17:1-9


Setelah memasuki bahtera perkawinan atau tahbisan imamat, pada umumnya orang menikmati masa yang menarik dan mempesona, yaitu 'bulan madu'. Selama berbulan madu kiranya orang sungguh menikmati masa-masa indah dan mempesona, yang mendorong orang kemudian menjanjikan sesuatu yang luhur, mulia, tinggi dan menggiurkan, misalnya baik suami atau isteri akan setia saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, seorang imam berjanji untuk melayani umat dimanapun dan kapanpun dengan rendah hati. Ada kemungkinan orang menyebar-luaskan janji tersebut kepada siapapun tanpa perhitungan. Tiga rasul mengalami sesuatu yang indah dan mempesona, pengalaman penglihatan Yesus bersama dua nabi termashyur dalam perubahan rupa di bukit Tabor, namun Yesus berpesan kepada mereka "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati"  Selama memasuki masa Prapaskah ini ada kemungkinan kita juga menerima hiburan-hiburan rohani atau pencerahan dan kita tergerak untuk menceriterakannya kepada saudara-saudari kita. Namun baiklah dengan sabar kita membagikan pengalaman tersebut sampai di Hari Kemenangan, Hari Raya Paskah nanti.

 

"Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."(Mat 17:9)

 

Sabda Yesus ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak mengumbar atau menyebar-luaskan seenaknya apa yang baik dalam diri kita atau yang kita miliki, misalnya cita-cita, harapan, dambaan, niat-niat, dst… Kita diharapkan untuk mencecap dalam-dalam atau meresapkan semua itu ke dalam hati sanubari, sehingga merasuki seluruh anggota tubuh kita. Maka baiklah selama masa Prapaskah ini kita mawas diri perihal janji-janji yang telah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji pegawai atau pelajar, sumpah dst.. Ketika dalam mawas diri ada kemungkinan kita memperoleh pencerahan: suatu ajakan atau panggilan dan niat untuk memperbaharui janji, karena telah ingkar janji, hendaknya ajakan atau niat tersebut dicecap dalam-dalam dahulu dan di Trihari Suci nanti kita perbaharuilah dengan sepenuh hati.

 

Keutamaan kesabaran itulah yang hendaknya kita perdalam selama masa Prapaskah. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur , Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Gejolak dalam diri kita dapat bersifat baik atau buruk, bermoral atau amoral. Gejolak yang buruk dan amoral hendaknya dengan diam-diam ditahan seraya melakukan apa yang berlawanan alias yang baik dan bermoral. Ketika berbuat baik pun hendaknya juga dengan diam-diam, tak usah mencari muka, sebagaimana dipesankan oleh Yesus ketika memasuki masa Prapaskah, pada hari Rabu Abu :"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:1-4)      

 

Berbuat baik kepada sesama diharapkan tidak karena paksaan dalam bentuk apapun, melainkan merupakan kesaksian iman yang mendalam, meluap dari kedalaman hati sanubari. Maka baiklah kita renungkan sapaan atau peringatan Paulus kepada Timoteus di bawah ini. 

 

"Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah. Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2Tim 1:8-10)

 

"Ikutilah menderita bagi InjilNya oleh kekuatan Allah", inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Injil adalah kabar gembira atau kabar baik. Pada masa kini untuk berbuat baik atau mewartakan atau menyebarluaskan apa yang baik kiranya akan menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Marilah kita hadapai aneka tantangan, hambatan dan masalah dengan atau dalam kekuatan atau kasih karunia Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah kita pasti mampu mengatasi aneka hambatan, tantangan dan masalah.   

 

Kasih karunia atau kekuatan Allah antara lain berupa iman, harapan dan cintakasih,  maka baiklah aneka hambatan, tantangan dan masalah kita hadapi dengan atau dalam iman, harapan dan cintakasih. Dalam atau dengan iman berarti kita mempersembahkan diri seutuhnya dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/kekuatan menghadapi aneka hambatan, tantangan dan masalah, yang berarti bekerja keras melaksanakan aneka macam tugas atau pekerjaan kita. Maka bagi yang sedang bekerja hendaknya sungguh mengerjakan sepenuh hati pekerjaan yang diberikan kepadanya, demikian juga bagi yang sedang belajar, hendaknya sungguh belajar dengan giat. Dalam dan dengan harapan berarti melaksanakan aneka macam tugas atau menghadapi aneka hambatan, tantangan dan masalah dengan gembira serta ceria, penuh gairah dan semangat. Dalam kegairahan, keceriaan dan kegembiraan hati, jiwa aka budi dan anggota tubuh kita senantiasa terbuka terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan serta siap sedia memfungsikannya. Hadapilah aneka masalah, tantangan dan hambatan dengan gairah, semangat dan ceria.  Dalam dan dengan cintakasih berarti menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan secara positif serta menyikapinya sebagai wahana atau sarana untuk tumbuh dan berkembang. Cintakasih itu "sabar, murah hati,tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain,  tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran,  menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (lih 1Kor 13:4-7)

 

"Firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN  Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan"

 (Mzm 33:4-5.18-19)

 

Jakarta, 20 Maret 2011


Kamis, 17 Maret 2011

19 Maret - HR ST YUSUF SUAMI SP MARIA: 2Sam 7:4-5a,12-14a, 16; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a

"Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum"

HR ST YUSUF SUAMI SP MARIA:  2Sam 7:4-5a,12-14a, 16; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a

 

Sebut saja namanya "Roy" (nama samaran). Ia adalah seorang manajer muda yang cukup terkenal dan terhormat di tempat kerjanya, karena kesuksesan dalam tugas pekerjaannya. Ia sudah berkeluarga sejak lima tahun lalu, isterinya cukup cantik dan dianugerahi anak satu. Masa balita, entah balita anak-anak, balita suami-isteri, balita imam, bruder atau suster, balita pekerja, dst..adalah masa yang cukup rawan. Meskipun Roy memiliki isteri yang cukup cantik, ternyata sang isteri dirasakan kurang memuaskan baginya, lebih-lebih dalam hal pelayanan maupun urusan tempat tidur atau hubungan seksual. Hal itu cukup menyiksa dirinya: mau terus terang kepada isterinya tidak berani. Kebetulan di kantor, tempat kerja ia memiliki seorang sekretaris yang cukup cantik pula, ramah, cekatan dan ceria dalam membantu kerjanya atau melayaninya. Ia pun ketika diajak omong-omong juga dirasa enak dan nikmat adanya. Maka dari terbiasa omong-omong enak dengan sekretaris pribadinya, yang tidak hanya berbicara masalah pekerjaan saja, tetapi juga sana-sini, akhirnya pada suatu saat Roy curhat kepada sekretarisnya perihal relasi pribadi dengan isterinya yang tak membahagiakan.Ia menceriterakan kekurangan dan kelemahan pelayanan isterinya, termasuk urusan tempat tidur, dan dengan penuh hormat sang sekretaris mendengarkannya. Dampak berikutnya dapat diduga, yaitu Roy jatuh cinta kepada sang sekretaris, yang dirasa dapat mengobatinya ketidak-puasannya dan akhirnya mereka terjebak ke dalam huhungan seks  di ruang kerja Roy, tidak hanya sekali melainkan terjadi berkali-kali. Tak lama kemudian sang sekretaris pun hamil dan atas desakan Roy ia diminta untuk menggugurkan. Pendek kata sang sekretaris akhirnya menjadi 'wanita simpanan'nya, yang membantu tugas pekerjaan di kantor maupun urusan tempat tidur. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, demikian kata sebuah pepatah. Perselingkuhan Roy terbongkar, dan kemudian sang isteri minta diceraikan, serta Roy bersama dengan sekretarisnya pun dipecat dari tugas pekerjaannya alias kemudian harus menganggur. Musibah di atas terjadi karena suami 'mencemarkan  nama isterinya di muka umum'.  Maka baiklah pada pesta St.Yusuf, suami SP Maria, hari ini kami mengingatkan dan mengajak para suami untuk setia pada janji perkawinannya, dan marilah meneladan St.Yusuf.

 

"Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam" (Mat 1:19)     

 

"Mencemarkan nama baik orang lain"  dilakukan oleh banyak orang, antara lain dengan 'ngrumpi/ ngrasani' atau secara terselubung terjadi diproses pengadilan maupun kampanye pemilu. Orang ngrumpi atau ngrasani pada umumnya membicarakan kekurangan dan kelemahan orang lain, sehingga kelemahan dan kekurangan orang yang dirasani diperbesar. Hemat saya entah laki-laki atau perempuan sama saja: laki-laki sekali menjelekkan orang lain dengan berteriak keras sehingga didengarkan banyak orang, sedangkan perempuan dengan diam-diam namun telaten dan tak henti-henti. Dalam relasi antar suami-isteri yang kemudian bercerai atau menikah lagi pada umumnya sang suami lebih dominan sebagai penyebab perceraian atau dorongan untuk menikah lagi alias beristeri lebih dari satu. Maka kami berseru kepada para suami untuk meneladan St.Yusuf, "yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum'.

 

Baiklah kami mengajak para suami untuk memuji isterinya, sebagaimana digambarkan dalam Kidung Agung ini: "Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Bagaikan merpati matamu di balik telekungmu. Rambutmu bagaikan kawanan kambing yang bergelombang turun dari pegunungan Gilead. Gigimu bagaikan kawanan domba yang baru saja dicukur, yang keluar dari tempat pembasuhan, yang beranak kembar semuanya, yang tak beranak tak ada. Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu, dan elok mulutmu. Bagaikan belahan buah delima pelipismu di balik telekungmu. Lehermu seperti menara Daud, dibangun untuk menyimpan senjata. Seribu perisai tergantung padanya dan gada para pahlawan semuanya. Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang yang tengah makan rumput di tengah-tengah bunga bakung. Sebelum angin senja berembus dan bayang-bayang menghilang, aku ingin pergi ke gunung mur dan ke bukit kemenyan. Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu." (Kid 4:1-7)     

 

"Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.  Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada" (Rm 4:13.16-17)

 

Para suami atau rekan-rekan laki-laki kami harapkan meneladan iman Abraham, bapa umat beriman: hidup dan bertindak berdasarkan iman. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dan secara konkret juga mempersembahkan diri seutuhnya kepada sesama manusia, terutama atau lebih-lebih kepada mereka yang hidup bersama setiap hari. Bagi para suami hal ini berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada isteri masing-masing, sebagaimana secara konkret antara lain terjadi dalam hubungan seksual. Masing-masing, baik suami maupun isteri, terbuka satu sama lain alias telanjang bulat, tiada sedikitpun yang ditutup-tutupi atau dirahasiakan. Pemberian diri sang suami kepada sang isteri antara lain terjadi ketika sang suami berejakulasi, memberi benih kehidupan kepada sang isteri dan dengan rendah hati sang isterinya menerimanya.

 

"Memberi benih kehidupan" itulah yang hendaknya senantiasa dilakukan oleh sang suami terhadap isterinya, artinya cara hidup dan cara bertindak atau segala sepak terjang atau perilaku suami senantiasa menggairahkan, menarik dan mempesona isteri, sehingga sang isteri pun dalam hati dan mungkin dengan kata-kata berseru sebagaimana digambarkan dalam Kidung Agung ini;" Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur, harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu, oleh sebab itu gadis-gadis cinta kepadamu! Tariklah aku di belakangmu, marilah kita cepat-cepat pergi! Sang raja telah membawa aku ke dalam maligai-maligainya. Kami akan bersorak-sorai dan bergembira karena engkau, kami akan memuji cintamu lebih dari pada anggur! Layaklah mereka cinta kepadamu! Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma. Janganlah kamu perhatikan bahwa aku hitam, karena terik matahari membakar aku. Putera-putera ibuku marah kepadaku, aku dijadikan mereka penjaga kebun-kebun anggur; kebun anggurku sendiri tak kujaga. Ceriterakanlah kepadaku, jantung hatiku, di mana kakanda menggembalakan domba, di mana kakanda membiarkan domba-domba berbaring pada petang hari. Karena mengapa aku akan jadi serupa pengembara dekat kawanan-kawanan domba teman-temanmu" (Kid 1:2-7)   

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)

 

Jakarta, 19 Maret 2011


18 Maret - Yeh 18:21-28; Mat 5:20-26

"Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli Taurat dan orang Farisi"
(Yeh 18:21-28; Mat 5:20-26)

"Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu
 itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas" (Mat 5:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Di dalam hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diberlakukan aneka tata tertib atau aturan tertulis. Apa yang tertulis pada umumnya cukup terbatas jika dibandingkan dengan maksud atau tujuan apa yang tertulis tersebut, dan menghayati apa yang tertulis saja sulit, apalagi yang menjadi maksud atau tujuan utama. Memang ketika kita mampu menghayati apa yang tertulis dengan baik, maka ada kemungkinan kita sampai pada penghayatan maksud atau tujuan utama. Sabda Yesus hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk menghayati maksud atau tujuan utama aneka tata tertib atau aturan. Hemat saya maksud atau tujuan utama aneka tata tertib atau aturan adalah agar orang hidup saling mengasihi satu sama lain. Orang yang marah, menjelek-jelekkan orang lain, memiliki musuh dst, adalah orang yang tidak hidup saling mengasihi. Semua agama hemat  saya mengajarkan agar semua penganutnya hidup dan bertindak saling mengasihi, maka marilah kita
 yang
 mengaku diri beragama hidup dan bertindak saling mengasihi. Aneka perbedaan yang ada di antara kita hendaknya menjadi daya tarik untuk saling mengenal, mendekat dan bersahabat, bukan menjadi alasan untuk saling menjelekkan atau melecehkan. Maka baiklah kita hayati secara mendalam apa yang sama di antara kita, agar apa yang berbeda fungsional untuk memperkuat persahabatan antar kita: yang sama di antara kita antara lain sama-sama beriman, sama-sama manusia ciptaan Allah, dst..
•    "Kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup, ia tidak akan mati" (Yeh 18:27-28), demikian peringatan Nabi Yeheskiel kepada umatnya, kepada kita semua orang beriman. Kita semua dipanggil untuk bertobat, menyesali dosa-dosa yang telah kita lakukan dan kemudian tidak melakukan lagi dosa-dosa yang sama, serta kemudian 'melakukan keadilan dan kebenaran'. Kita akan dapat melakukan keadilan dan kebenaran yang baik jika kita menghormati dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, menghargai dan menyikapi sesama manusia sebagai gambar atau citra Allah. Marilah kita lihat, temukan dan imani karya Allah dalam diri manusia, yang antara lain "memberi aku ada, hidup, berdayarasa dan berpikiran" (St.Ignatius Loyola, LR no 235). Hidup dan segala sesuatu yang dimiliki, dikuasai dan
 dinikmatui
 manusia adalah anugerah Allah. Kecantikan, ketampanan, kepandaian, kecerdasan, harta benda, uang dst. adalah anugerah Allah. Jika kita mampu menghargai dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia, maka hemat saya kita akan mampu menciptakan lingkungan hidup bersama yang enak, nikmat dan menarik serta mempesona, hidup bersama yang dijiwai oleh keadilan dan kebenaran. Keadilan secara konkret dapat diwujudkan oleh para pengusaha atau pemberi kerja dengan memberi imbal jasa atau gaji yang layak kepada para pegawai atau buruhnya. Maka kami berharap kepada para pengusaha atau pemberi kerja untuk sungguh adil dalam memperlakukan para pegawai atau buruhnya.

"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang." (Mzm 130:1-4)

Jakarta, 18 Maret 2011




Rabu, 16 Maret 2011

17 Maret - Est 4:10a,10c-12, 17-19; Mat 7:7-12

Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya."
(Est 4:10a,10c-12, 17-19; Mat 7:7-12)
 
"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat 7:7-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Allah adalah Maha Baik, Ia telah menciptakan semua yang ada di bumi/dunia ini dalam keadaan baik adanya, dan menghendaki agar semuanya tetap dalam keadaan baik sampai kemusnahan atau kematiannya. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menghayati iman kita dengan berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun tanpa pandang bulu atau SARA. Kita juga sering mohon sesuatu atau berdoa kepada Allah: ada orang yang kemudian malas atau tidak berdoa lagi karena merasa permohonannya tidak dikabulkan, karena ada kemungkinan yang kita mohon tidak baik untuk diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita. Yang terbaik untuk kita semua adalah keselamatan jiwa, maka marilah kita mohon keselamatan jiwa kita sendiri maupun saudara-saudari kita serta senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudari kita. "Segala sesuatu yang kamu  kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi", demikian sabda Yesus. Masa Prapaskah juga masa atau kesempatan untuk meningkatkan dan memperdalam perbuatan baik, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kami berharap kepada para orangtua atau pendidik untuk senantiasa memberi apa yang baik dan menyelamatkan jiwa anak-anak atau peserta didik. Dengan kata lain hendaknya jangan selalu dikabulkan permintaan anak-anak atau peserta diri, melainkan periksa dan cermati apakah yang diminta menyelamatkan jiwanya, dan jika tidak menyelamatkan jiwanya hendaknya ditolak atau tidak dikabulkan. Di dalam novena-novena atau doa-doa kita entah secara pribadi atau bersama , hendaknya senantiasa mohon keselamatan jiwa manusia.
·   "Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki-laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga puluh hari ini tidak dipanggil menghadap raja." (Est 4:11), demikian keluh kesah Ester untuk disampaikan kepada raja Mordekhai.  Mungkin kita semua memiliki pengalaman yang senada dengan pengalaman Ester, misalnya telah bertahun-tahun merasa kurang diperhatikan orang lain (pimpinan atau atasan atau sesama manusia). Jika terjadi demikian ada kemungkinan kita bersikap mental egois, hanya mencari kesenangan dan keinginan diri sendiri, tanpa memperhatikan orang lain sedikitpun. Maka marilah kita berantas aneka macam bentuk egois dalam diri kita masing-masing dan kemudian secara positif berbuat baik atau social kepada saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Pertama-tama kami mengajak mereka yang berpengaruh dalam kehidupan atau kerja bersama, misalnya para orangtua, pimpinan, manajer, direktur, atasan, pejabat tinggi, dst. untuk senantiasa berbuat baik dan bermurah hati kepada anak-anak, anggota, bawahan, rakyat, dst.. "Bermurah  hati" artinya hatinya dijual murah atau gratis kepada siapapun alias memberi perhatian kepada siapapun. Para pegawai atau buruh ketika menerima perhatian yang memadai dari para pengelola atau penanggungjawab usaha atau kegiatan, hemat kami mereka kemudian tidak akan bersikap pelit dan materialistis. Sebaliknya ketika pengelola atau penanggungjawab usaha begitu pelit dan materialistis, maka para pegawai atau buruh pasti akan lebih pelit dan materialistis. Kita semua dipanggil untuk saling mengasihi, dan hemat saya salah satu bentuk saling mengasihi yang tak tergantikan oleh cara apapun adalah 'saling memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih', dengan kata lain marilah kita saling memboroskan waktu dan tenaga bagi saudara-saudari kita.
 
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku." (Mzm 138:1-3)
       
Jakarta, 17 Maret 2011