Rabu, 29 September 2010

1 Okt - Sir 66:10-14c; Mat 18:1-5

"Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga"

(Sir 66:10-14c; Mat 18:1-5)

 

"Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." (Mat 18:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Teresia dari Kanak-kanak Yesus, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   St.Teresia yang kita kenangkan hari ini terkenal karena ketaatan dan kerendahan hatinya. Ia begitu mempersembahkan diri seutuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi atau kehendak Tuhan, siap sedia dengan jiwa besar dan rela berkorban untuk melaksanakan kehendak Tuhan dalam situasi atau kondisi apapun, sebagaimana seorang anak kecil yang siap sedia diperlakukan apapun oleh orangtuanya, khususnya oleh ibunya. Ia juga sebagai pujangga Gereja karena mensharingkan pengalaman iman, ketaatan dan kerendahan hatinya kepada sesamanya dimanapun dan kapanpun. Ia sungguh meneladan kerendahan hati Yesus sebagaimana dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Fil 2:5-8). Maka marilah sebagai umat beriman di dalam hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun kita hidup dan bertindak dijiwai oleh ketaatan dan kerendahan hati. Dengan taat dan rendah hati kita hayati atau laksanakan aneka tatanan dan aturan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Hari ini kita juga memasuki bulan Oktober, yang oleh Gereja Katolik dijadikan bulan rosario, dimana kita diajak untuk berdevosi kepada Bunda Maria, teladan umat beriman, dengan berdoa rosario serta meneladan ketaatan dan kerendahan hatinya.


·   "Yesus di kayu salib yang haus, saya akan memberikan air padaMu. Saya akan menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat" (Ensiklopedi Orang Kudus, CLC – Jakarta 1985, hal 292), demikian salah satu doa St.Teresia. Apa yang ia doakan ini juga dihayati dalam hidup sehari-hari, antara lain Teresia hidup sederhana, ketika kena marah atau diejek ia tetap tersenyum dan ceria, tidak membalas kemarahan atau ejekan tersebut, bahkan kiranya ia berdoa sebagaimana Yesus di puncak kayu salib, puncak penderitaanNya, mendoakan mereka yang menyalibkanNya "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."(Luk 23:34). Kiranya masing-masing dari kita juga sering dimarahi atau diejek orang lain, disakiti atau dilecehkan, maka baiklah jika kita mengalami hal itu dihayati sebagai anugerah atau rahmat Allah, kesempatan untuk menyatukan diri pada Yang Tersalib, sebagaimana kita sering membuat tanda salib sambil menepuk dahi/otak, dada/hati, dan bahu, yang berarti kita berkehendak atau berhasrat untuk bersatu dan bersama dengan Yang Tersalib dalam hidup dan cara bertindak kita. Kami berharap kepada siapapun yang dalam hidup bersama cukup berpengaruh, entah sebagai atasan atau pemimpin, untuk menjadi teladan dalam hal ketaatan maupun kerendahan hati, "merendahkan diri dan menjadi seperti anak kacil", hidup dan bertindak untuk melayani bukan dilayani dengan tetap senyum dan ceria ketika harus menghadapi tekanan, masalah maupun beban berat atau dilecehkan dan direndahkan. Ketaatan dan kerendahan hati merupakan keutamaan utama dan pertama, yang menjadi nyata dalam hidup dan bertindak saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Marilah kita dukung para gembala kita, Paus dan para Uskup, yang senantiasa berusaha untuk rendah hati dan melayani dengan sepenuh hati.

 

"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" (Mzm 131)

 

Jakarta, 1 Oktober 2010


Selasa, 28 September 2010

29 Sept - Why 12:7-12a; Yoh 1:47-51

"Malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia."

(Why 12:7-12a; Yoh 1:47-51)

 

"Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!"Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:47-51),demikian kutipan Warta Genbira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Mikael, St.Grabriel, St.Rafael, para malaikat agung hari ini, saya sampaikan catatnn-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Malaikat adalah ciptaan Allah yang ditugasi untuk mendampingi perjalanan hidup manusia, ciptaan termulia dan terluhur di bumi ini, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Pada hari ini kita kenangkan para 'komandan malaikat': Mikael adalah komandan perang melawan setan, Gabriel adalah komandan mewartakan kabar gembira, sedangkan Rafael adalah komandan penyembuhan yang sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi maupun sakit tubuh. Marilah masing-masing dari kita mawas diri: apa yang menjadi kebutuhan mendesak bagi kita demi keselamatan dan kebahagiaan kita. Kita imani dengan rendah hati bahwa para malaikat akan membantu kita dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Bantuan malaikat antara lain secara spiritual dapat kita hayati dalam hati kita masing-masing, sedangkan secara phisik terjadi melalui saudara-saudari kita yang berbaik hati. Ingat dan hayati bahwa 'malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia, Yesus, Penyelamat Dunia serta kita semua orang beriman'. Dengan kata lain jika kita sungguh beriman berarti isi kepala atau otak kita adalah apa-apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, sehingga kita senanitiasa berpikiran positif terhadap sesama dan  lingkungan hidup kita. Apa yang akan kita kerjakan atau lakukan tergantung dari apa yang sedang kita pikirkan, maka marilah, sebagai tanda bahwa malaikat Allah menyertai kita, kita senantiasa memikirkan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan dan kebahagiaan jiwa.

 

·   "Timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu  dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga" (Why 12:7-8). Naga atau ular sering menjadi symbol kejahatan atau setan, karena kelicikannya, namun kelicikan setan dapat dikalahkan oleh malaikat. Dalam hidup dan kerja kita di dunia ini kiranya kita juga sering menghadapi orang-orang yang licik untuk mencari keuntungan atau kebahagiaan diri sendiri atau kelompoknya/keluarganya. Ketika anda menghadapi orang yang licik, hendaknya ditanggapi dan disikapi dengan halus, lemah lembut, rendah hati serta tulus hati. Percayalah orang licik disikapi atau dihadapi dengan keutamaan-keutamaan macam itu secara perlahan-lahan mereka akan mundur teratur alias kalah. Kelicikan orang dalam rangka mencari keuntungan diri sendiri memang sering bersifat halus, antara lain dengan kata-kata manis, sikap sopan dan hormat, namun jika kita cermat dan sabar serta tidak materialistis kiranya kita dapat mengenali kelicikan mereka, sebaliknya jika kita bersikap materialistis pasti dengan mudah terperangkap oleh kelicakan orang lain. Pengamatan dan pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang bersikap mental materialistis dengan mudah menjadi korban kelicikan orang lain. Hidup bersama atau percaya kepada malaikat, utusan Allah, yang setia mendampingi kita berarti memang harus hidup suci dan tulus hati serta sederhana alias tidak materialistis. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati dan jujur mengusahakan hidup suci, tulus hati dan sederhana. Jauhkan aneka macam nafsu serakah akan harta benda atau hal-hal atau kenikmatan duniawi, agar anda tidak mudah terjebak pada tipu daya setan berupa kelicikan, rayuan manis untuk melakukan kejahatan. Marilah kita perangi aneka macam kelicikan dan rayuan manis penipuan yang marak di sana-sini. Bersama dengan dan beriman kepada malaikat yang mendampingi hidup dan perjalanan panggilan serta tugas pengutusan kita, hendaknya tidak takut dan gentar dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan.

 

"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku" (Mzm 138:1-3).

Jakarta, 29 September 2010   .   


Senin, 27 September 2010

28 Sept - Ayb 3:1-3.11-17.20-23; Luk 9:51-56

"Ia berpaling dan menegor mereka"

(Ayb 3:1-3.11-17.20-23; Luk 9:51-56)

 

"Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem, dan Ia mengirim beberapa utusan mendahului Dia. Mereka itu pergi, lalu masuk ke suatu desa orang Samaria untuk mempersiapkan segala sesuatu bagi-Nya. Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain"(Luk 9:51-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan  hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yerusalem adalah kota suci atau kota idaman, maka kalau Yesus mengarahkan pandanganNya berarti menatap atau menghadapi pemenuhan tugas pengutusanNya dan bagi kita berarti pemenuhan cita-cita atau dambaan yang baik dan suci alias menjadi suci. Untuk menjadi suci atau baik memang harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Ada  kecenderungan umum di antara kita ketika menghadapi tantangan, masalah atau hambatan dari ssorang bernafsu untuk membunuh atau memusnahkan orang tersebut, sebagaimana dimohonkan oleh Yakobus dan Yohanes "Tuhan apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka". Kita tidak baik membinakan orang yang menghambat atau mengganggu kita, melainkan yang baik adalah dengan rendah hati mempertobatkan mereka. Maka baiklah kami mengingatkan dan mengajak kita semua: hendaknya jangan membinasakan atau membunuh para pendosa, melainkan ajaklah para pendosa untuk bertobat, jangan menyingkirkan mereka yang bodoh, bermasalah, dst.., melainkan didik dan dampingi mereka untuk mengatasi kebodohan dan permasalahan mereka. Hadapi masalah, tantangan dan hambatan sebagai wahana atau jalan untuk mendewasakan diri, sebagai bantuan bagi kita untuk semakin menjadi suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia dimanapun dan kapanpun. Mereka yang menghindari tantangan atau masalah akan menjadi pribadi yang kerdil dalam hal kepribadian alias tidak akan pernah menjadi dewasa. Mari kita belajar dari dunia wayang, yaitu Werkudoro atau Seno yang ttidak takut ancaman binatang buas di hutan belantara maupun gelombang samudera dalam mengusahakan untuk bertemu "Hyang Suci" di kedalaman samodra. Dengan begitu Werkudoro disebut sebagai 'penegak Pandowo', penegak saudara-saudaranya.

·   "Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati; yang menantikan maut, yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta terpendam; yang bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka menemukan kubur; kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah" (Ayb 3:20-23). "Terang diberikan kepada yang bersusah-payah,dan hidup kepada yang pedih hati" mungkin juga menjadi pertanyaan kita semua, namun hemat saya itulah kebenaran sejati. Yang sungguh membutuhkan terang adalah mereka yang bersusah-payah dan hidup adalah yang pedih hati. Jika kita mawas diri secara jujur kiranya masing-masing dari kita sedang dalam keadaan susah-payah dan pedih hati juga, maka baiklah kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah dengan rendah hati kita membuka diri terhadap aneka bantuan dari orang lain agar kita senantiasa dalam keadaan hidup bergairah serta terang-benderang terus menerus, sebaliknya ketika ada saudara-saudari kita yang menerima anugerah terang dan hidup alias hidup bahagia dan sejahtera hendaknya kita tidak iri hati, melainkan bersyukur. Marilah kita lihat dan cermati apakah di antara saudara-saudari kita ada yang sedang sangat bersusah-payah dan pedih hati, yang membutuhkan terang dan kegairahan hidup. Mereka kita doakan dan jika mungkin kita datangi dengan rendah hati guna membantu mereka terbebaskan dari susah-payah maupun pedih hati. Susah-payah dan pedih hati yang lahir dari kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh merupakan rahmat dan awal untuk hidup dalam terang sejati. Susah-payah dan pedih hati yang demikian itu merupakan hiburan rohani, karena dengan demikian kita menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa dan dipanggil oleh Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Dari susah-payah dan pedih hati yang demikian ini akan lahirlah nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan yang menyelematkan dan membahagiakan  jiwa.

 

"Ya TUHAN, Allah yang menyelamatkan aku, siang hari aku berseru-seru, pada waktu malam aku menghadap Engkau. Biarlah doaku datang ke hadapan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepada teriakku; sebab jiwaku kenyang dengan malapetaka, dan hidupku sudah dekat dunia orang mati. Aku telah dianggap termasuk orang-orang yang turun ke liang kubur; aku seperti orang yang tidak berkekuatan. Aku harus tinggal di antara orang-orang mati, seperti orang-orang yang mati dibunuh, terbaring dalam kubur, yang tidak Kauingat lagi, sebab mereka terputus dari kuasa-Mu"(Mzm 88:2-6).

Jakarta, 28 September 2010      


Minggu, 26 September 2010

27 Sept - Ayb 1:6-22; Luk 9:46-50)

"Timbullah pertengkaran di antara para murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka"

(Ayb 1:6-22; Luk 9:46-50)

 

"Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka.Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." Yohanes berkata: "Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."Yesus berkata kepadanya: "Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu." (Luk 9:46-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Vinsensius de Paul, imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Cekcok, pertengkaran, tawuran sampai saling membunuh masih terjadi di sana-sini dalam kehidupan sehari-hari, yang antara lain disebabkan oleh aneka perbedaan yang ada. Di bumi ini kiranya tidak ada manusia yang identik, sama persis satu sama lain, meskipun dilahirkan kembar pasti tetap ada perbedaan satu sama lain. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah laki-laki dan perempuan, yang diciptakan oleh Allah berbeda satu sama lain serta dianugerahi kerinduan, dambaan, gairah, nafsu untuk saling mendekat, mengenal dan  mengasihi, menjadi suami isteri. Dengan kata lain apa yang berbeda menjadi daya tarik, daya pikat, daya pesona untuk saling mendekat, mengenal dan mengasihi, maka baiklah hal ini kita hayati dalam hidup kita sehari-hari. Salah satu yang menyamakan kita yang berbeda satu sama lain adalah sama-sama berkehendak baik, namun ketika menjadi tindakan dapat berbeda. Maka baiklah kita saling mengkomunikasikan, menjelaskan dan membeberkan kehendak baik kita kepada saudara-saudari kita untuk diinerjikan sehingga kita bersama memiliki kehendak baik bersama. Memang untuk itu kita harus siap sedia untuk saling terbuka satu sama lain, tiada yang ditutupi sedikitpun di antara kita, bagaikan sepasang suami-isteri yang saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh dalam keadaan sama-sama telanjang bulat tidak malu dan tidak saling melecehkan. Hidup dalam dan oleh kasih memang tidak ada perbedaan sama sekali, karena kasih itu bebas, tak terbatas. Dalam warta gembira hari ini kita juga diingatkan bahwa "barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu",   maksudnya jika ada orang yang melakukan sama seperti apa yang kita lakukan, hendaknya tidak marah atau iri hati, melainkan berterima kasih dan bersyukurlah.

·   "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayb 1:8), demikian firman Tuhan kepada Iblis.  Kutipan ini mengingatkan kita akan Ayub 'yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan'. Kiranya Vinsensius de Paul yang kita kenangkan hari ini, sebagai seorang imam, berusaha hidup dan bertindak seperti Ayub tersebut. Maka baiklah dengan ini kami mengingatkan dan mengajak rekan-rekan imam khususnya maupun umat beriman pada umumnya, untuk meneladan sikap hidup Ayub sebagaimana difirmankan Tuhan di atas. Kita semua dipanggil untuk hidup suci, yang antara lain ditandai hidup saleh dan jujur serta tak pernah berbuat jahat sedikitpun. Sebagai orang yang telah dibaptis marilah kita hayati rahmat dan janji baptis, dimana kita pernah berjanji 'untuk hanya mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak semua godaan setan' dalam hidup sehari-hari. Jika rahmat dan janji baptis ini dapat kita hayati dengan baik, maka penghayatan janji-janji yang mengikutinya, seperti janji perkawinan atau imamat dan kaul, akan lebih mendalam dan handal. Sebaliknya jika rahmat dan janji  baptis tidak dihayati dengan baik, maka hidup terpanggil sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster pasti akan amburadul, kacau balau, dst.. Dengan kata lain jika ada suam-isteri katolik, imam,  bruder atau suster saling bertengkar atau bermusuhan, hendaknya yang bersangkutan ditanya dengan rendah hati "apakah anda pernah dibaptis?". Jika mendengar pertanyaan ini mereka semakin marah, berarti dengan jelas yang bersangkutan tidak menghayati rahmat baptisan, apalagi hidup terpanggil berikutnya. Keungulan hidup beriman atau beragama adalah dalam perilaku atau tindakan yang baik, berbudi pekerti luhur atau bermoral.

 

"Dengarkanlah, TUHAN, perkara yang benar, perhatikanlah seruanku; berilah telinga akan doaku, dari bibir yang tidak menipu. Dari pada-Mulah kiranya datang penghakiman: mata-Mu kiranya melihat apa yang benar. Bila Engkau menguji hatiku, memeriksanya pada waktu malam, dan menyelidiki aku, maka Engkau tidak akan menemui sesuatu kejahatan; mulutku tidak terlanjur." (Mzm 17:1-3)

Jakarta, 27 September 2010      


Jumat, 24 September 2010

Minggu Biasa XXVI - Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31

"Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita."

Mg Biasa XXVI: Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31


Dalam perjumpaan dengan Bapak Kardinal, Gus Dur (alm.) menyampaikan 'joke' sebagai berikut: "Bapak Kardinal ini nanti setelah dipanggil Tuhan dan di sorga enak sekali, lebih enak dan nikmat daripada saya". "Mengapa Gus", tanggapan Bapak Kardinal. "Selama di dunia ini kami sebagai orang Islam tidak boleh makan daging babi, sedangkan Bapak Kardinal, para pastor, bruder dan suster selama di dunia ini tidak boleh menikah. Di sorga nanti khan yang diperbolehkan oleh Tuhan untuk dikerjakan dan dinikmati apa yang tidak boleh dinikmati selama hidup di dunia ini. Maka di sorga nanti kami hanya boleh makan dan manikmati daging babi, sedangkan Bapak Kardinal dapat dengan bebas memilih dan menikmati hidup bersama dengan perempuan-perempuan cantik, bahenol sepuas-puasnya", demikian penjelasan Gus Dur. Apa yang dikatakan Gus Dur ini hemat kami sungguh merupakan permenungan yang mendalam dan sesuai dengan isi Warta Gembira hari ini, maka marilah kita renungkan Warta Gembira hari ini dan kita hayati makna dan maksudnya.

 

"Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita." (Luk 16:25)

Selama hidup di dunia, dalam panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing ada aneka tata tertib yang harus kita perhatikan, hayati dan sebarluaskan di dalam hidup sehari-hari. Kita juga telah menikmati berbagai macam jenis makanan, minuman, sentuhan, perlakuan dst.. yang kita terima dari mereka yang mengasihi kita. Bagaimana kita menyikapi aneka tata tertib ataupun segala sesuatu yang kita terima dari mereka yang mengasihi kita? Marilah kita mawas diri dengan jujur, terbuka dan rendah hati:

·  Hendaknya kita setia dalam mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing dimanapun dan kapanpun. Memang untuk setia dan taat pada tata tertib sungguh membutuhkan perjuangan, pengorbanan diri dan kerja keras, agar tata tertib dapat kita laksanakan dengan baik, sehingga kita selamat, damai dan bahagia. Jika selama hidup di bumi ini anda tidak setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan anda, maka setelah meninggal dunia nanti akan diajar dan dipaksa untuk melakukan tata tertib selamanya, sedangkan jika anda setia mentaati dan melaksanakan tata tertib selama hidup di bumi ini, maka setelah meninggal dunia nanti diperkenankan hidup bebas, seenaknya.

·  Dalam suratnya kepada umat di Galatia, Paulus antara lain mengetengahkan 'perbuatan daging dan buah Roh' yang saling bertolak belakang, yaitu "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. …Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:19-23). Kutipan ini kiranya dapat menjadi bahan mawas diri bagi kita semua: jika selama hidup di bumi  ini kita hanya mengikuti keinginan daging dan melakukan perbuatan daging, maka setelah meninggal dunia nanti kita akan dilatih dan diajar untuk bertindak sesuai dengan kehendak Roh, sebaliknya jika selama hidup di bumi ini kita senantiasa hidup sesuai dengan kehendak Roh sehingga menghasilkan buah-buah Roh, maka setelah meninggal dunia nanti kita diperkenakan melakukan perbuatan daging seenaknya dan sepuas mungkin. Kami berharap selama hidup di bumi ini senantiasa kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh, sehingga menghasilkan buah-buah Roh.

·  Hiburan dan menderita? Yang dimaksudkan disini kiranya lebih bersifat duniawi, artinya jika selama hidup di bumi ini kita siap sedia untuk menderita karena setia dan taat pada panggilan dan tugas pengutusan, maka setelah meninggal dunia nanti akan menikmati hiburan sejati bersama Tuhan di sorga untuk selamanya. Sebaliknya jika kita selama hidup di bumi ini enak-enak dan menikmati hiburan-hiburan duniawi melulu, seperti yang berhubungan dengan seks, makanan dan minuman, maka setelah meninggal dunia nanti akan menderita untuk selama-lamanya,

 

"Engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi " (1Tim 6:11-12)

 

Marilah pesan Paulus kepada Timoteus di atas ini kita hayati atau laksanakan bersama-sama, bekerja sama satu sama lain dalam rangka mengusahakan hidup kekal selamanya di sorga. Ada beberapa keutamaan yang hendaknya kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari, yaitu:

1). Keadilan. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat sepenuhnya terhadap harkat martabat setiap manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Maka hendaknya cara hidup dan cara bertindak maupun cara  bicara kita tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia.

2). Ibadah. Beribadah berarti senantiasa mempersembahkan dan mengandalkan diri seutuhnya kepada Tuhan, hidup penuh syukur dan terima kasih dimanapun dan kapanpun, karena kita telah menerima kasih dan anugerah Tuhan secara melimpah melalui saudara-saudari kita. Maka sebagai tanda bahwa kita sungguh beribadah antara lain kita saling bersyukur dan beterima kasih di dalam hidup sehari-hari.

3). Kesetiaan. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr.Edi Seedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita hayati aneka perjanjian yang telah kita ikrarkan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.   

4). Kasih. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7). Apa yang diajarkan perihal kasih ini kiranya cukup jelas, maka marilah saling membantu untuk menghayatinya. Kasih lebih untuk dihayati atau dilakukan daripada diomongkan atau didiskusikan.

5). Kesabaran. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr.Edi Sedyawati/edit: --ibid--).  Orang sabar disayang Tuhan dan sesamanya, maka marilah kita saling berlomba dalam hal kesabaran dalam sepak-sepak terjang maupun kesibukan kita setia hari dimanapun dan kapanpun.

6). Kelembutan. Orang yang lembut menunjukkan bahwa yang bersangkutan saleh ('sumeleh'), tidak pernah mengeluh, marah, menggerutu dalam menghadapi atau menerima apapun. Ia tidak serakah, tidak tergesa-gesa dan tidak khawatir.

 

"Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya.TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya!" (Mzm 146:7-10)

 

Jakarta, 26 September 2010


25 Sept - Pkh 11:9-12:8; Luk 9:43b-45

"Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."

(Pkh 11:9-12:8; Luk 9:43b-45)

 

"Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:"Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia." Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya" (Luk 9:43b-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Seorang pemimpin sejati selayaknya menyerahkan diri seutuhnya kepada yang dipimpin, demikian pula orangtua bagi anak-anaknya, guru bagi para peserta didiknya, suami bagi isteri dan sebaliknya,dst.. Pemimpin yang demikian ini masa kini sungguh dibutuhkan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak pemimpin hanya mengutamakan kepentingan sendiri, keluarga atau kelompoknya saja. Memang di era atau masa yang diwarnai sikap mental materialistis dan egoisme ini pemimpin yang bertindak demikian sering menjadi pertanyaan atau tak terpahami oleh kebanyakan orang. Hal senada juga masih terjadi ketika ada seseorang ingin menjadi imam, bruder atau suster. "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia", demikian sabda Yesus kepada para muridNya, kepada kita semua yang percaya kepadaNya untuk dicamkan dan diresapkan dalam hati sehingga menjiwai cara hidup dan cara bertindak. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk bersikap mental dan bertindak sosial, memiliki kepedulian besar terhadap orang lain, terutama bagi mereka yang miskin dan berkekurangan dalam berbagai hal. Maka marilah kita buka mata dan telinga hati, jiwa dan tubuh kita terhadap lingkungan di sekitar kita, dimana setiap hari kita memboroskan waktu dan tenaga kita. Adakah di antara sesama atau  saudara-saudari kita yang membutuhkan bantuan dan perhatian demi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka?  Kami percaya jika kita sungguh membuka mata dan telinga, pasti akan melihat dan mendengar bahwa ada saudara-saudari kita yang membutuhkan bantuan. Marilah kita wujudkan sila kelima dari Pancasila "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Dalam kenyataan belum semua rakyat menikmati keadilan sosial, maka berarti masih ada yang membutuhkan bantuan dan perhatian kita. Bukalah hati, jiwa, akal budi dan tenaga atau tubuh anda bagi mereka yang membutuhkan bantuan atau perhatian.

 

·   "Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!" (Pkh 12:1). Masa muda kita semua pada umumnya penuh keceriaan, kegairahan dan kebebasan sebagai anugerah Allah Pencipta. Karya penciptaan memang ditandai oleh keceriaan, kegairahan dan kebebasan. Kita semua diharapkan mengenangkan pengalaman tersebut, artinya pada masa kini dalam usia berapapun hendaknya tetap bergairah, ceria dan bebas, tentu saja dijiwai oleh cintakasih. Hidup sekali hendaknya jangan bersedih, mengeluh, menggerutu atau frustrasi, melainkan tetap gembira saja. Tidak ada alasan untuk tidak gembira karena Allah Pencipta senantiasa menganugerahi dan mendampingi hidup kita. Jika kita dapat hidup gembira, ceria, bergairah dan bebas dalam cintakasih, maka kita pasti senantiasa dalam keadaan sehat wal'afiat, segar bugar, tahan dan tabah dalam menghadapi aneka jenis virus penyakit yang menyerang. Kegembiraan, keceriaan, kegairahan dan kebebasan kita tidak karena kita dapat hidup bebas seenaknya alias semau gue, melainkan karena kita dapat dan boleh hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka kepada mereka yang merasa gembira dan bergairah hanya karena aneka kenikmatan duniawi, seperti makan-minum, tidur, seks dst,.. "ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!"(Pkh 11:9). Hendaknya jangan hanya mencari dan mengusahakan kenikmatan duniawi melulu, yang pada umumnya menghancurkan hidup anda, melainkan dalam hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi usahakan kesucian, semakin mendunia hendaknya juga semakin suci. Urus dan kelolalah seluk-beluk duniawi sesuai dengan kehendak Allah Pencipta, yaitu agar semua ciptaan di bumi ini senantiasa baik adanya.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:3-6)

 

Jakarta, 25 September 2010


Kamis, 23 September 2010

24 sept - Pkh 3:1-11; Luk 9:18-22)

"Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua"

(Pkh 3:1-11; Luk 9:18-22)

 

"Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Luk 9:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pengakuan atau penyataaan diri sebagai orang katolik atau pengikut Yesus Kristus secara terus terang, terbuka di hadapan umum bagi beberapa orang sering menakutkan, maka di hadapan umum sering menyembunyikan identitas dirinya sebagai pengikut Yesus Kristus. Ada ketakutan atau kekhawatiran ketika dirinya diketahui sebagai orang katolik atau pengikut Yesus Kristus akan menghadapi aneka ejekan, cemoohan, ancaman melalui berbagai cara, termasuk dikucilkan dari lingkungan hidup maupun kerjanya. Itulah kiranya yang juga masih dialami oleh Petrus dan teman-temannya ketika secara vokal ia mengakui Yesus sebagai "Mesias dari Allah", kemudian Yesus melarang mereka memberitahukan hal tersebut. Orang-orang Yahudi kiranya masih akan salah faham perihal Mesias: Mesias yang mereka dambakan adalah yang terhormat dan terkenal, sedangkan Yesus harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh. Mengimani Yesus sebagai Mesias atau Penyelamat Dunia memang berarti harus siap sedia untuk menderita, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak percaya kepadaNya. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan sekalian yang beriman kepada Yesus, untuk tidak takut dan gentar mengakui sebagai pengikut Yesus di muka umum. Percayalah dan imanilah bahwa jika kita tetap hidup baik dan berjalan di jalan yang benar, sesuai dengan kehendak Tuhan, kita pasti akan selamat dan berbahagia. Memang ada kemungkinan harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan, namun demikian ingat dan hayati bahwa tantangan dan hambatan yang muncul karena kesetiaan iman adalah jalan kebahagiaan atau keselamatan sejati.

·   "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." (Pkh 3:1). Kutipan ini kiranya merupakan penghiburan bagi kita umat beriman yang setia pada imannya. Ada waktu untuk berbuat baik dan ada waktu untuk berbuat jahat, itulah inti dari segala sesuatu ada waktunya. Kami percaya bahwa kebanyakan dari kita lebih menggunakan banyak waktu untuk berbuat baik atau melakukan apa yang baik dan menyelamatkan serta membahagiakan. Maka marilah kita manfaatkan waktu yang ada untuk senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudari kita. Kepada yang masih sering berbuat jahat, kami ingatkan manfaatkan waktu yang masih ada di depan untuk bertobat atau memperbaharui diri, tiada kata terlambat untuk berubah menjadi baik dan  berbudi pekerti luhur alias bertobat. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir"(Pkh 3:11) . Marilah kita mengerti, selami dan hayati karya Allah atau Penyelenggaraan Ilahi dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun, karena Allah berkarya terus menerus tiada henti. Karya-karyaNya antara lain membuat manusia lahir, menanam, menyembuhkan, membangun, tertawa, menari, mengasihi, dst.., dengan kata lain apa-apa saja yang membuat manusia selamat, gembira dan damai-sejahtera. Kita berpartisipasi dalam karya Allah atau Penyelenggaraan Ilahi jika kita melakukan apa-apa yang baik dan menyelamatkan tersebut. Marilah kita wujudkan iman kita kepada Allah dengan saling berbuat baik dan menyelamatkan serta membahagiakan. Apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan kiranya merupakan dambaan semua orang yang berkehendak baik, tanpa pandang bulu ata SARA.

 

"Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku! Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat." (Mzm 144:1-4)

 

Jakarta, 24 September 2010


Selasa, 21 September 2010

23 Sept - Pkh 1:2-11; Luk 9:7-9

"Siapa gerangan Dia ini yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?"

(Pkh 1:2-11; Luk 9:7-9)

 

"Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata: "Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?" Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus" (Luk 9:7-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Pius Padre Pio , imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup terpanggil secara khusus menjadi imam, bruder atau suster atau membujang sering menjadi pertanyaan bagi mereka yang tidak atau kurang memahaminya, apalagi jika yang bersangkutan memeperoleh rahmat khusus dari Allah sebagaimana dialami oleh Padre Pio, yang memperoleh anugaerah 'stigmata'. . Mereka yang tidak atau kurang memahami hidup terpanggil tersebut akan bertanya-tanya seperti Herodes mempertanyakan Yesus, "Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?". Hal senada kiranya juga menjadi pertanyaan ketika dalam hidup bersama ada orang baik, jujur, disiplin, tertib alias tidak melakukan korupsi di tempat kerja atau tugas pada masa yang masih sarat dengan tindakan korupsi saat ini. Maka kami berharap kepada siapapun yang terpanggil secara khusus maupun hidup baik dan berbudi pekerti luhur untuk tetap setia hidup dan bertindak sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusannya. Biarlah cara hidup dan cara bertindak yang demikian menjadi pertanyaan bagi mereka yang mendengar atau melihat. Jika yang bertanya-tanya tersebut berkehendak baik, percayalah bahwa mereka akan meniru apa yang kita hayati dan lakukan, sebaliknya jika mereka berkehendak jahat, percayalah bahwa mereka akan kecewa dan ada kemungkinan tergerak untuk menyingkirkan yang menimbulkan pertanyaaan tersebut. Hidup setia pada panggilan atau tugas pengutusan pada masa kini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang yang tidak atau kurang setia pada panggilan dan tugas pengutusan mereka. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).


·   "Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari" (Pkh 1:2-3). Apa yang dikatakan oleh kitab Pengkhotbah ini hemat kami merupakan suatu peringatan bagi kita semua bahwa apa yang ada di dunia ini bersifat sementara alias tidak abadi/tidak kekal. Dengan kata lain hendaknya jangan bersikap mental materialistis di dalam hidup sehari-hari, baik di dalam masyarakat maupun tempat kerja/tugas. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan bahwa mereka yang bersikap materialistis ketika terjadi musibah seperti kebakaran atau kebanjiran dimana harta kekayaannya musnah, maka yang bersangkutan stress, stroke, bahkan ada yang gila atau sinthing. "Segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?". Peringatan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup sederhana, karena dengan hidup sederhana pasti akan tetap tegar dan tak berubah dalam menghadapi aneka macam musibah maupun gejolak kehidupan seperti krisis moneter. Memang ketika segala sesuatu didekati dan disikapi dengan sikap mental bisnis, pada umumnya orang tak mungkin hidup sederhana, karena yang menjadi acuan atau pedoman hidup adalah untung-rugi dan dengan demikian senantiasa mengejar keuntungan kapan saja dan dimana saja tiada henti. Marilah kita sikapi segala sesuatu sebagai anugerah Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, karena dengan demikian kita akan tergerak untuk hidup sederhana. Mereka yang hidup sederhana di bumi ini pasti akan tahan terhadap aneka macam ancaman, krisis maupun godaan. Kami ingatkan juga bahwa orang yang pandai atau cerdas sejati pada umumnya dapat menyampaikan atau mengajarkan apa yang sulit dan berbelit-belit dengan sederhana dan dengan demikian dapat dimengerti oleh siapapun juga, demikian orang suci pada umumnya juga hidup sederhana.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:3-6)

 

Jakarta, 23 September 2010


22 Sept - Ams 30:5-9; Luk 9:1-6

"Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang"

(Ams 30:5-9; Luk 9:1-6)

 

"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ. Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka." Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat." (Luk 9:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rasul adalah seseorang yang diutus, hidup dan bertindak sesuai dengan perintah dari yang mengutus. Yesus memanggil kedua belas murid atau rasulNya dan "mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang". Sebagai orang beriman kita semua memiliki dimensi rasuli, dan dengan demikian kita juga memperoleh tugas pengutusan 'untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang'. Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja atau menguasai, maka memberitakan Kerajaan Allah antara lain berarti mengajak dan mendorong sesama kita agar siap sedia untuk dirajai atau dikuasai oleh Allah dan selanjutnya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup sehari-hari alias senantiasa berbuat baik kepada orang lain atau berbudi pekerti luhur. Hal itu hemat saya senada dengan 'menyembuhkan orang'  dari penyakit, entah sakit jiwa, sakit hati, sakit akal budi maupun sakit tubuh. Mereka yang sedang menderita sakit antara lain karena hidup dan bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan hanya mengikuti kemauan atau keinginan diri sendiri alias seenaknya sendiri, semau gue, 'sak penake dhewe'. Dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan ini kita diharapkan tidak mengandalkan  atau tergantung pada aneka macam sarana-prasarana, harta benda atau uang, melainkan mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi serta diri kita yang dirajai atau dikuasai oleh Allah. Dengan kata lain sebagai orang beriman yang memiliki dimensi rasuli kita diharapkan senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa berusaha untuk 'memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang dari aneka macam penyakit'.

·   " Semua firman Allah adalah murni. Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. Jangan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta" (Ams 30:5-6), demikian kutipan dari kitab Amsal. Seluruh firman Allah atau kehendak Allah kiranya dapat dipadatkan dalam perintah atau firmanNya untuk saling mengasihi satu sama lain dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh. Rasanya kita tak akan mungkin menambahi perintah saling mengasihi ini, dan mungkin malah terbiasa untuk mengurangi dan dengan demikian sering menderita sakit. Segenap berarti seutuhnya atau 100% (seratus persen), kurang dari 100% berarti tidak utuh atau tidak genap dan dengan demikian berarti sedang menderita sakit. Anda yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri kiranya memiliki pengalaman iman mendalam perihal saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, yang antara lain menjadi nyata dalam hubungan seksual. Maka kami berharap para suami-isteri atau orangtua dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal melaksanakan perintah atau firman Allah bagi anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka. Pengalaman konkret untuk senantiasa berlindung pada Allah alias saling mengasihi dalam hidup sehari-hari di dalam keluarga akan menjadi kekuatan atau modal luar biasa untuk hidup dan bertindak saling mengasihi dalam lingkungan hidup yang lebih  luas.  Marilah kita juga menjauhkan diri dari aneka dusta alias tidak pernah berdusta pada diri sendiri, sesama maupun Allah.  Jika kita melihat saudara-saudari kita berdusta hendaknya dengan segera dan rendah hati yang bersangkutan ditegor. Ingat dan sadari bahwa berdusta akan mencelakakan diri sendiri daripada orang lain.

 

"Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak. Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu " (Mzm 119:29.72.89.101)

 

Jakarta, 22 September 2010



Senin, 20 September 2010

21 Sept - Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13

"Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib tetapi orang sakit"

(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)

 

"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Matius, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kami yakin atau percaya bahwa kita semua sedang menderita sakit alias tidak 100% sehat wal'afiat, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Namun belum tentu kita semua merasa sakit dan merasa butuh pengobatan atau penyembuhan, mungkin karena sakitnya belum begitu parah dan baru 5% s/d 20% sakit, sehingga masih dengan bebas dapat kesana kemari mengkuti kemauan dan keinginan sendiri. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian dengan rendah hati untuk menyadari penyakit atau dosa pribadi masing-masing dan kemudian mohon bantuan penyembuhan kepada Tuhan serta melalui saudara-saudari kita yang baik hati. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang sakit dan berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Karena masing-masing dari kita sedang menderita sakit, maka marilah dengan rendah hati juga saling menyembuhkan, karena kami percaya jenis sakit yang kita alami berbeda satu sama lain. Kami juga mengingatkan kita semua untuk tidak dengan keras mengingatkan atau memerintahkan orang lain untuk berobat, bahkan sampai marah-marah, karena dengan demikian berarti anda sendiri yang sedang menderita sakit dan membuat orang lain semakin sakit juga. Penyakit yang kiranya paling banyak diderita adalah sakit jiwa, sebagai tanda atau gejalanya adalah mudah marah dan berselisih atau bermusuhan, membenci. Mereka yang mudah marah hemat saya sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati, dan jika mereka tidak menyadari serta mohon penyembuhan, maka penyakitnya akan dibawa sampai mati: detik-detik atau menit-menit menjelang kematiannya atau dipanggil Tuhan pasti marah-marah dan memberontak seperti salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus, yang menghina dan mencela Yesus.

·   "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Ef 4:1-2). Sebagai orang beriman kita diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar serta saling membantu dalam kasih. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan diri", sedangkan "sabar ialah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman  Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta  1997, hal 24). Keutamaan-keutamaan di atas hemat saya merupakan kekuatan untuk bertahan hidup sehat maupun untuk membantu penyembuhan bagi yang sedang menderita sakit. Sebagai contoh: hadapi mereka yang sedang marah dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar, dengan demikian akan berkurang amarah mereka atau bahwa mereka sembuh dari kemarahan. Sebaliknya bagaimana jika saya sendiri tergerak dan terdorong untuk marah? Baiklah kita marah dalam Tuhan, artinya sebelum mengungkapkan dan mewujudkan kemarahan hendaknya berdoa lebih dahulu kepada Tuhan dan diawali dengan membuat tanda salib. Kami percaya jika kita marah dalam Tuhan dan bersama dengan Yang Tersalib, kemarahan kita akan bermanfaat untuk mempertobatkan dan menyembuhkan orang lain, alias tidak semakin membuat parah penyakit.

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (MMzm 19:2-5)

 

Jakarta, 21 September 2010


Jumat, 17 September 2010

19 Sept - Mg Biasa XXV : Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar"

Mg Biasa XXV : Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13

 

"Small is beautiful" = Kecil itu indah, demikian sebuah motto yang menjadi pedoman atau pegangan cukup banyak orang, khususnya mereka yang sukses dan terhormat dalam karya, usaha maupun jabatan atau fungsinya. Para pengusaha besar yang sukses, berjaya dan berhasil sampai kini hemat kami adalah orang-orang yang mulai dengan usaha-usaha kecil dan sederhana. Berkat atau karena ketekunan, kesungguhan, keuletan serta kasihnya terhadap hal-hal atau perkara-perkara kecil, yang seiring dengan perjalanan waktu perkara yang diurus atau dikelola semakin besar, mereka tetap tegar dan bahagia mengurus atau mengelola perkara-perkara besar. Sebagai pengusaha atau pimpinan usaha yang sukses perhatian mereka terhadap yang kecil juga menjadi nyata dengan memperhatikan para pegawai atau pekerja kecil/rendah di perusahaan atau kantor mereka, misalnya para satpam, petugas kebersihan, pengemudi, pramuria dst.. Pemimpin Negara yang sukses alias sungguh melayani rakyat, berjuang dan berkorban demi rakyat dalam jabatan atau fungsinya, para umumnya juga berasal dari kalangan rakyat kecil, atau ketika masa kecil mereka telah terbiasa setia para perkara-perkara kecil dalam hidup sehari-hari mereka. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk sungguh berrefleksi serta menghayati sabda Yesus yang diwartakan pada hari ini.

 

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar   Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar" (Luk 16:10)

 

Apa yang sungguh kita butuhkan dalam kebutuhan hidup sehari-hari kita maupun kita kerjakan sebenarnya perkara-perkara atau hal-hal kecil dan sederhana, misalnya makan dan minum, berbicara dalam aneka pertemuan atau perjumpaan, tidur/istirahat alias meletakkan tubuh kita di tempat yang telah tersedia apa adanya, berjalan, dst.. ..Aneka macam peralatan elektronik yang canggih pada saat ini juga kecil. Perkara-perkara atau hal-hal kecil macam apa saja yang selayaknya dengan setia kita urus atau kelola? Perkenankan di sini saya mengajukan beberapa contoh, semoga membantu untuk berrefleksi:

1)      Anak kecil/bayi. Merawat atau mengurus anak kecil atau bayi memang tidak mudah, membutuhkan kasih pengorbanan, dedikasi, kesabaran, kelemah-lembutan, kerendahan hati dst… Maka tidak mengherankan ketika kami mendengar info bahwa ada ibu-ibu/keluarga muda dengan mudah menitipkan anak/bayinya kepada neneknya/baby-sitter-nya, entah karena demi karier atau karena malas, tak mau repot-repot. Dengan mudah bayi sampai usia balita perawatannya diserahkan kepada baby-sitter atau nenek. Memang bayi sampai usia balita masih dengan mudah ikut siapa saja, asal merasa dikasihi. Para ibu/orangtua yang dengan mudah meninggalkan bayinya sampai usia balita hemat saya akan menghadapi tantangan atau kesulitan besar ketika anak-anak mulai tumbuh sebagai remaja dalam mendidik atau mendampingi anak-anak. Maka dengan ini kami berharap kepada para ibu/orangtua muda untuk membiasakan setia merawat anak-anaknya sendiri sampai usia balita. Kesetiaan anda merawat anak-anak sampai usia balita akan menjadi dasar dan modal untuk mendampingi mereka atau sesama yang menghadapi masalah dan tantangan berat dalam kehidupan.           

2)      Tugas/pekerjaan kecil/sederhana. Tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana pada umumnya dilakukan oleh para pembantu rumah tangga/perkantoran, sedangkan di dalam keluarga-keluarga pada umumnya dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Tugas atau pekerjaan itu misalnya: menyapu, mengepel, membuka dan menutup pintu, mengatur tempat tidur, mencuci pakaian, dst.. Kami berharap tidak hanya para pembantu atau ibu rumah tangga saja yang melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana tersebut, melainkan kita semua, tanpa pandang bulu, hendaknya terbiasa juga melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana. Anak-anak di dalam keluarga hendaknya sedini mungkin dilatih dan dibiasakan melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana tersebut, antara lain dengan teladan konkret dari para orangtua/bapak-ibu. Jika kita setia dan sukses mengurus atau mengelola tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana, yang kelihatan tersebut, kiranya kita akan memperoleh kemudahan untuk mengurus dan memperhatikan yang spiritual, seperti nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan dan membahagiakan. 

3)      Sesama yang kecil, miskin dan berkekurangan. Memperhatikan saudara-saudari kita yang kecil, miskin dan berkekurangan sungguh membutuhkan kasih dan pengorbanan. Secara material mungkin kita akan membantu mereka, entah dengan harta benda atau uang, namun secara spiritual sebenarnya kita dapat belajar dari mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan. Pengalaman dari putera-puteri dari beberapa sekolah katolik di Jakarta, yang mengadakan 'live in' di daerah miskin di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah memperlihatkan dan membenarkan hal tersebut. Dari keluarga kecil, miskin dan berkekurangan maupun anak-anak/remaja miskin dan berkekurangan mereka dapat belajar nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan yang tidak mereka temukan di Jakarta, baik di dalam keluarga mereka maupun masyarakat. Nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan itu misalnya: keuletan, kerja keras, ketahanan, syukur dan terima kasih, dst.. Sebenarnya di kota besar pun kita dapat melakukan hal itu, misalnya: silahkan berjalan kaki minimal dalam radius satu atau dua kilometer dari rumah atau kantor/tempat tugas anda, dan selama dalam perjalanan lihat apa yang ada di pinggir jalan dst.., secara khusus mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

"Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan. Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan rasul -- yang kukatakan ini benar, aku tidak berdusta -- dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran. Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan" (1Tim 2:5-8)  

      

Pesan Paulus kepada Timoteus, sebagaimana saya kutipkan di atas ini, rasanya lebih terarah kepada rekan laki-laki, yang diajak untuk 'berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan'.  Maklum pada umumnya kaum laki-laki malas berdoa, antara lain nampak dalam kegiatan doa bersama di lingkungan-lingkungan, yang mayoritas dihadiri oleh rekan perempuan. Berdoa berarti berwawancara atau berkomunikasi dengan Tuhan, dan karena Tuhan maha segalanya, maka mau tak mau berada di hadirat Tuhan kita akan bersembah-sujud dengan rendah hati seraya membuka diri terhadap sapaan dan sentuhanNya. Cukup menarik dan mengesan peringatan Paulus bahwa selama berdoa hendaknya tidak dalam keadaan marah atau berselisih. Maka jika anda masih dalam keadaan marah atau berselisih ketika akan berdoa kami harapkan untuk berdamai lebih dahulu dengan mereka yang menimbulkan kemarahan atau perselisihan. Pesan ini juga mengingatkan bahwa buah doa adalah persahabatan dan perdamaian, bukan kemarahan dan perselisihan. Berdamai dan bersahabat dengan Tuhan berarti berdamai dan bersahabat dengan sesama atau saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kami ajak dan ingatkan rekan-rekan laki-laki: "Marilah kita berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan"  setiap hari dalam kesibukan dan pelayanan kita. Kita awali dan akhiri kesibukan dan pelayanan kita dengan berdoa.

 

"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya" (Mzm 115:4-8)

 

Jakarta, 19 September 2010



Kamis, 16 September 2010

18 Sept - 1Kor 15:35-37.42-49; Luk 8:4-15

"Berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan"

(1Kor 15:35-37.42-49; Luk 8:4-15)

 

"Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: "Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti" (Luk 8:4-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. .

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sebagai seorang guru hemat saya Yesus adalah Guru yang baik. Ia mengajar dengan sederhana, antara lain dengan perumpamaan-perumpamaan yang sebenarnya terjadi di dalam hidup sehari-hari. Dalam pengajaran hari ini Ia mengumpamakan Kerajaan Allah atau Allah yang meraja dengan penabur benih. Sang Penabur menaburkan benih yang baik, ajaran, nasehat, tuntunan yang baik, namun perwujudan atau pelaksanaan ajaran tersebut tergantung dari para pendengarNya. Mereka yang dapat mendengarkan dengan baik, bukan mendengar, (to listen bukan to hear) , karena mendengarkan dengan baik berarti dengan rendah hati membuka diri, yang dijiwai pengorbanan dan kesiap-sediaan untuk berubah maupun dirubah. Entah sudah berapa kali masing-masing dari kita telah mendengar atau mendengarkan ajaran dari Tuhan melalui aneka macam cara seperti kotbah, pembacaan kitab suci, katekese, dst..,  kiranya tidak ada seorangpun di antara kita yang sempat mencatat. Pertanyaan refleksi bagi kita semua: sejauh mana saya dipengaruhi, dibina, dididik dan dirubah oleh apa yang kita dengarkan. Kita semua dipanggil untuk menjadi pendengar-pendengar sabda Tuhan yang baik, entah kita dengarkan melalui pembacaan kitab suci, kotbah dst.. Marilah kita hayati tanggapan kita setelah pembacaan Injil, yang berbunyi "Tanamkanlah sabdaMu ya Tuhan dalam hati kami". Jika sabda Tuhan sungguh tertanam di dalam hati, kami percaya pasti akan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah yang baik, yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa.

·   "Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga. Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi" (1Kor 15:47-49). Apa yang dikatakan oleh Paulus ini kiranya dipengaruhi oleh dualisme, jasmani/alamiah dan sorgawi. Dualisme macam ini kiranya untuk masa kini telah ditinggalkan. Yang benar adalah apa yang sorgawi, rohani atau spiritual menjiwai apa yang alamiah atau jasmani, sehingga kita sebagai manusia hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh serta hina dina ini. Kita mengusahakan kesucian hidup dengan membumi, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi, hal-ihwal duniawi, semakin membumi diharapkan semakin suci, itulah kebenaran ilahi. Segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini merupakan bantuan dari Tuhan sebagai sarana untuk semakin hidup dan bertindak dalam kasih dan karunia Tuhan. Dengan kata lain semakin kaya, semakin tambah usia, semakin pandai/cerdas, semakin banyak sahabat dan kenalan, semakin berkedudukan, dst… hendaknya semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kita adalah tanah atau lahan yang subur, maka ditaburi jenis benih apapun akan tumbuh berkembang dan menghasilkan buah yang diharapkan atau didambakan. Marilah kita jaga atau rawat kesuburan tanah kita, antara lain dengan berdoa dan senantiasa berusaha berbuat baik kepada sesama. Semakin kita berbuat baik dan berdoa berarti kita semakin terbuka dan siap sedia untuk terus tumbuh berkembang sesuai dengan kehendak Tuhan.

 

"Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku. Kepada Allah, firman-Nya kupuji, kepada TUHAN, firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku? Nazarku kepada-Mu, ya Allah, akan kulaksanakan, dan korban syukur akan kubayar kepada-Mu. Sebab Engkau telah meluputkan aku dari pada maut, bahkan menjaga kakiku, sehingga tidak tersandung; maka aku boleh berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan"

 (Mzm 56:10-14)

Jakarta, 18 September 2010



17 sept - 1Kor 15:12-20; Luk 8:1-3

"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka"

(1Kor 15:12-20; Luk 8:1-3)

 

"Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." (Luk 8:1-3), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam budaya patrialistis seperti mayoritas suku bangsa di dunia, termasuk Indonesia, pada umumnya kaum laki-laki lebih tampil di permukaan daripada kaum perempuan, namun ketika ada acara bersama seperti pesta atau pertemuan akbar kaum perempuan sungguh berpengaruh, sebagaimana diwartakan dalam kisah hari ini, yaitu "melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka". Tanpa pelayanan ini kiranya acara bersama dapat kacau balau atau berlangsung tidak lancar sebagaimana didambakan. Menjadi 'orang kedua' itulah yang terjadi. Ada orang yang merasa minder atau dilecehkan ketika menjadi 'orang ke dua' dan tidak menjadi 'orang pertama atau utama', padahal menurut pengamatan dan pengalaman kami menjadi 'orang kedua' sungguh membahagiakan dan memuaskan. Menjadi 'orang kedua' antara lain memiliki kesempatan untuk melihat dan mencermati segala sesuatu dengan tajam dan cermat, bagaikan menjadi 'intel', pergi ke sana kemari kurang diperhatikan. Pada umumnya masukan dari 'orang ke dua' kepada 'orang pertama/utama' akan didengarkan dan mempengaruhi kebijakan dan cara bertindak orang pertama beserta para pembantu lainnya maupun rombongannya. Sebagai contoh konkret: perhatikan saja beberapa kepala Negara seperti di Indonesia, dimana sang isteri begitu mempengaruhi kebijakan suaminya yang menjadi kepala Negara, dan tentu saja sebaliknya ketika yang menjadi kepala Negara adalah sang isteri. Menjadi 'orang kedua' pada umumnya dapat 'bermain' dengan bebas, tanpa beban. Maka dengan ini kami mengingatkan anda semua yang menjadi 'orang kedua, ketiga dan selanjutnya kami harapkan tidak minder atau kecil hati, melainkan berbahagialah dan berbangga karena boleh melayani, meneladan Yesus yang datang ke dunia untuk melayani bukan dilayani. Kami berteima kasih banyak kepada rekan-rekan perempuan yang sungguh berjasa dalam berbagai kegiatan bersama.

·   "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal" (1Kor 15:19-20), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian Paulus ini kiranya mengajak dan mengingatkan kita bahwa ketika kita dalam keadaan lesu, frustrasi, tak bergairah dst.., hendaknya tetap percaya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi alias masih memiliki harapan terhadap Tuhan. Ada kemungkinan bahwa harapan terhadap sesama manusia atau saudara-saudari kita tidak ada lagi atau tipis sekali. Harapan akan sungguh menjadi harapan ketika terjadi dalam ketidak-pastian, keraguan, kelesuan, frustrasi dst.. Ingat dan hayati bahwa ketika kita merasa kurang diperhatikan oleh orang lain yang berarti tiada harapan lagi dari mereka, kita masih hidup, meskipun kurang bergariah. Bukankah bahwa kita masih hidup ini merupakan Penyelenggaraan Ilahi, yang harus kita syukuri dan terimakasihi. Dia yang telah wafat di kayu salib telah menjadi pengharapan bagi banyak orang, maka percaya kepadaNya antara lain berarti ketika kita berada dalam penderitaan, sakit, lesu dan tak berdaya, hendaknya tetap percaya dan berharap kepada Tuhan, sehingga keberadaan kita dapat membangkitkan pengharapan bagi orang lain. Dengan kata lain usahakan tetap tampil dengan ceria dan cerah ketika kurang memperoleh perhatian dari orang lain, ketika sedang menderita, ketika dilecehkan atau direndahkan, dst.. Ajakan dan peringatan kami tujukan juga kepada mereka yang merasa bodoh: milikilah keteguhan hati bahwa anda dapat berubah alias bangkit dari kebodohan menuju ke kecerdasan. Maka hadapi dan fungsikan berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk berubah dan berkembang di dalam hidup sehari-hari, agar cara hidup dan cara bertindak anda selanjutnya dapat membangkitkan mereka yang kurang bergairah karena kebodohannya. 

 

"Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.Tunjukkanlah kasih setia-Mu yang ajaib, ya Engkau, yang menyelamatkan orang-orang yang berlindung pada tangan kanan-Mu terhadap pemberontak., .. sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu" (Mzm 17:6-7.8b)

 

Jakarta, 17 September 2010