Minggu, 29 Agustus 2010

31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37

"Alangkah hebatnya perkataan ini!"

(1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37)

 

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu" (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sadar atau tidak kwalitas pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita masing-masing sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang kita dengar atau dengarkan, sejak kita dilahirkan dari rahim ibu, atau bahkan sejak masih berada di rahim ibu. Kata-kata yang kita dengarkan dapat 'menghentak atau mempesona' hati, jiwa dan akal budi kita, sehingga mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita. Kepada seorang yang kerasukan setan Yesus berkata keras dan kiranya cukup menghentak dan menyakitkan, "Diam, keluarlah dari padanya!", sehingga setan yang merasuki orang tersebut keluar daripadanya. Sabda atau kata-kataNya sungguh berwibawa dan penuh kuasa, sehingga mereka yang menyaksikannya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar". Di antara saudara-saudari atau sesama kita kiranya juga ada yang sedang kerasukan setan alias cara hidup dan cara bertindaknya lebih dikuasai oleh roh jahat sehingga senang berbuat jahat, atau mungkin kita sendiri demikian adanya. Maka pertama-tama kami mengajak kita semua untuk tidak takut dan gentar mengusir roh jahat yang mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita, marilah kita peringatkan mereka dengan kata-kata keras disertai kerendahan hati. Sebaliknya jika kita diperingatkan dengan keras sehingga kita merasa sakit hati, hendaknya disadari dan dihayati bahwa kita perlu bertobat atau memperbaiki diri, berubah ke arah yang baik atau lebih baik dari yang ada sekarang ini. Jangan diabaikan kata-kata keras dan menyakitkan, tetapi renungkan dalam hati dan jadikan pemicu untuk mawas diri dan memperbaiki diri.

·   "Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita" (1Kor 2:12), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia atau anugerah Allah, inilah kebenaran iman. Jika kita berani menghayati kebenaran iman ini, maka cara hidup dan cara bertindak kita akan rendah hati dan lemah lembut, penuh syukur dan terima kasih. Cara hidup yang demikian akan memiliki kuasa dan wibawa untuk mempengaruhi suasana lingkungan hidup dan siapapun yang menyaksikan cara hidup kita, dan mereka akan berkata "Alangkah hebatnya cara hidup orang ini, sehingga siapapun yang bertemu dengannya atau menyaksikannya akan tergerak untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci". Roh atau jiwa yang dianugerahkan kepada kita dan menghidupi kita adalah berasal dari Allah, maka mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah alias senantiasa berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Kami mengajak anda sekalian, khususnya para orangtua, pemimpin atau atasan, untuk membina dan mendidik anak-anak, anggota atau bawahan hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, sebagai perwujudan bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyertainya adalah anugerah Allah. Para orangtua, pemimpin atau atasan kami harapkan dapat menjadi contoh  cara hidup yang rendah hati, penuh syukur dan terima kasih., jauhkan aneka macam bentuk kesombongan. Hidup dan bertindak dengan penuh terima kasih antara lain berarti menyikapi segala sesuatu yang terarah pada diri kita, entah itu kata-kata, perbuatan atau barang, sebagai wujud kasih orang lain kepada kita.

 

"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya" (Mzm 145:8-13)

Jakarta, 31 Agustus 2010


30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30

"Bukankah Ia ini anak Yusuf?"

 (1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30)

 

"Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya."(Luk 4:16-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Barangsiapa tidak mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka sikap terhadap yang lain dan jauh pasti akan menindas atau melecehkan. Sebaliknya barangsiapa mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka terhadap yang lain/jauh pasti akan melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Orang-orang yang telah kenal Yesus pada masa kecilNya tidak percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Dunia yang mereka dambakan kedatanganNya, bahkan ketika Ia tampil di bait Allah untuk menyatakan Jati DiriNya, mereka berkata "Bukankah Ia ini anak Yusuf", dan kemudian mengusirNya. Kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah dengan rendah hati kita akui dan hayati apa yang baik, luhur, mulia, indah dalam diri saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja/belajar. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena jasa, kebaikan dan kasih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kini. Maka hendaknya dengan mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, kita senantiasa bersikap 'berterima kasih dan bersyukur', sehingga dalam hidup atau bekerja bersama kita saling berterima kasih dan bersyukur, saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Pengalaman berterima kasih dan bersyukur dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan yang handal untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada siapapun dan dimanapun.

·   "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1Kor 2:4-5), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk melihat, mengakui dan menghayati 'kekuatan Allah' dalam diri kita masing-masing atau saudara-saudari kita. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita dengan menganugerahi perkembangan dan pertumbuhan serta aneka macam keutamaan atau nilai kehidupan. Masing-masing dari kita setiap hari/saat berubah, dan marilah kita hayati bahwa perubahan ini merupakan karya Allah, terutama perubahan ke arah lebih baik, mulia, luhur dan terhormat. Sebagai orang beriman kita diharapkan tidak menggantungkan diri pada hikmat manusia, melainkan pada kekuatan Roh, dengan kata lain  hendaknya kita jangan bersikap mental materialistis, melainkan spiritual. Tidak berarti kita harus berdoa khusuk terus menerus, melainkan 'menghayati Tuhan dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Tuhan'. Hidup spiritual atau kerohanian sejati terjadi dengan mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk atau hal-ikhwal duniawi dalam atau dengan semangat iman. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk menghayati tugas bekerja atau belajar bagaikan sedang  beribadat, dengan kata lain sikap mental dalam belajar maupun bekerja seperti sikap mental dalam beribadat.

 

"Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali. Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku" (Mzm 119:96-102)

Jakarta, 30 Agustus 2010


Jumat, 27 Agustus 2010

29 Agustus - Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14

"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14

 

Dalam amplop undangan untuk pesta, seminar atau rapat sering tertulis 'maaf kalau salah menulis nama' di bawah nama dan alamat yang dituju, lebih-lebih terkait dengan gelar atau pangkat yang bersangkutan. Memang ada orang yang merasa bangga dan terhormat ketika gelar atau pangkat dengan lengkap tertulis dalam namanya, misalnya 'Prof', 'Dr', 'Ir' MPH, MBA, dst… atau 'Raden'dst.. Jika yang bersangkutan sungguh menghayati gelar atau pangkat yang tertulis pada namanya mungkin baik-baik saja atau bahkan ada orang yang malu mencantumkan gelar atau pangkat pada namanya, karena merasa dirinya tak layak mengenakan gelar atau pangkat tersebut. Ada pejabat atau petinggi ketika kurang dihormati merasa tersinggung dan marah. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, maka marilah kita renungkan dan hayati sabda Yesus tersebut.

 

"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:11)

"Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (2Kor 4:7), demikian kesaksian iman Paulus, rasul agung yang rendah hati. Mereka yang kita nilai agung atau besar di dalam Gereja Katolik ini senantiasa menyatakan diri dan berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati: Para Uskup atau Gembala kita senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, sedangkan Paus/Bapa Suci menyatakan diri sebagai hamba dari para hamba yang hina dina. Maka marilah kita dukung dambaan para gembala kita ini dengan mendoakannya serta berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam dimanapun dan kapanpun.

 

"Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). "Menenggang perasaan orang lain" dan "dapat menahan diri" itulah kiranya yang baik kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun, untuk itu kiranya dibutuhkan matiraga yang dijiwai dengan pengorbanan-pengorbanan diri. Hari-hari ini saudara-saudari kita, umat Islam, masih dalam perjalanan berpuasa selama tiga puluh hari, maka baiklah kita bertenggang rasa dengan mereka sekaligus mawas diri perihah keutamaan 'matiraga' yang sangat dibutuhkan untuk hidup dan bertindak rendah hati.

 

Secara harafiah 'matiraga' berarti mematikan raga atau tubuh, sedangkan yang dimaksudkan adalah mengendalikan gejolak dan nafsu tubuh/raga agar bergerak atau berfungsi sesuai dengan kehendak Allah. Gejolak nafsu yang merayu kita antara lain nafsu akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan, kehormatan duniawi dan seksual. Bermatiraga dalam hal-hal itu berarti memfungsikan harta benda atau uang, menghayati pangkat atau kedudukan serta kehormatan dunia maupun hubungan seksual demi keselamatan atau kebahagiaan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Ketika kita mampu melaksanakan hal itu kiranya kita akan hidup dan bertindak dengan rendah hati, 'merendahkan diri' di hadapan orang lain. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau petinggi dapat menjadi contoh atau teladan dalam hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Semakin kaya akan harta benda/uang, jabatan atau kedudukan, kehormatan duniawi, tambah usia dan pengalaman, dst.. hendaknya semakin rendah hati, sebagaimana dikatakan oleh pepatah "Bulir padi semakin berisi semakin menunduk, sedangkan bulir padi yang tak berisi akan menengadah ke atas".

 

"Kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru," (Ibr 12:22-24a)

 

Kutipan di atas ini mengindikasikan suatu ingatan bahwa ketika kita sedang memasuki atau berada di dalam tempat ibadat (gereja/kapel, masjid, kuil, pura, dst..) pada umumnya bersikap rendah hati, penuh hormat, hening serta merasa damai dan tenteram dalam persaudaraan dengan Tuhan maupun sesama  manusia. Hendaknya pengalaman tersebut tidak dipisahkan dari pengalaman atau cara hidup dan cara bertindak sehari-hari dimanapun dan kapanpun. "Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati", demikian kata Yakobus dalam suratnya. Sikap hidup terhadap Tuhan dan sikap hidup terhadap sesama manusia serta ciptaan lainnya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan.

 

Marilah kita hidup bersama dalam kemeriahan sebagai anak-anak Allah, orang-orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sebagai orang-orang 'yang namanya terdaftar di sorga'.  Harap disadari dan dihayati baru dalam status 'terdaftar', belum 'diakui', apalagi 'disamakan', hidup kita di dunia ini belum atau tidak sama di sorga. Panggilan atau tugas pengutusan kita semua adalah berusaha agar hidup dan  bertindak kita di dunia ini sama seperti di sorga, sebagaimana setiap kali kita doadakan dalam doa Bapa Kami "Jadilah kehendakMu di dunia ini seperti di dalam sorga".  Cara untuk itu antara lain senantiasa setia pada dan melaksanakan sepenuhnya janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji atau sumpah pegawai atau jabatan dst…

 

"Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan"(Sir 3:17-18). Kutipan ini kiranya semakin menegaskan dan meneguhkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Marilah kita lakukan pekerjaan kita apapun dengan sopan. Sopan berarti menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak melecehkan atau merendahkan yang lain dan membuat orang lain semakin tergerak untuk semakin beriman atau semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kami harapkan kita senantiasa berpakaian sopan, jauhkan cara berpakaian yang merangsang orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Berpakaianlah sedemikian rupa sehingga orang yang melihat anda akan memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan.

 

"Orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita. Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia, tetapi pemberontak-pemberontak tinggal di tanah yang gundul"

(Mzm 68:4-7)

 

Jakarta, 29 Agustus 2010


28 Agustus - 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30

"Setiap orang yang mempunyai kepadanya diberi sehingga ia berkelimpahan"

(1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30)

 

"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya……Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Mat 25:14-18.29-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dari pengalaman dan pengamatan saya melihat bahwa mereka yang memiliki banyak bakat atau keterampilan alias anugerah, pada umumnya juga memiliki kesiap-sediaan mendalam, sehingga ketika yang bersangkutan dibebani aneka macam tugas tidak akan bermasalah, artinya semua tugas dapat diselesaikan pada waktunya. Sebaliknya mereka yang kurang memiliki bakat atau keterampilan tertentu diberi satu tugas yang mudah saja tak dapat diselesaikan dengan baik. Memang ada rumus bahwa 'mereka yang merasa kurang memiliki waktu pada umumnya dengan efisien, efektif, afektif memanfaatkan  waktu alias hemat waktu, sedangkan yang merasa memiliki banyak waktu akan boros waktu alias suka bermalas-malas'. "Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga berkelimpahan", demikian sabda Yesus. St.Agustinus yang kita rayakan hari ini pada masa mudanya memang dikenal dengan boros waktu,  berfoya-foya, namun karena bimbingan dan pendampingan ibunya, St.Monika, ia bertobat dan kemudian menjadi tokoh Gereja yang sangat berpengaruh. Agustinus membagikan anugerah Allah kepada sesamanya, antara lain melalui tulisan-tulisan (buku) yang tidak lain adalah buah refleksi imannya. Apa yang ia tulis atau ajarkan dalam hal filsafat dan teologi sampai kini masih berpengaruh dalam kehidupan Gereja. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua: marilah kita kembangkan bakat atau keterampilan kita, sekecil atau sebesar apapun, artinya kita fungsikan demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain, kita bagikan kepada sesama kita. Bakat dan keterampilan semakin dibagikan atau diberikan kepada orang lain tidak akan berkurang, melainkan semakin bertambah, mendalam dan handal.

·   "Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah" (1Kor 1:27-29), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Paradigma Allah bertolak belakang dengan paradigma manusia. Dalam paradigma manusia apa yang kuat, terpandang dan berarti secara sosial atau duniawi pasti 'memegahkan diri' alias sombong. Kerajaan dunia memang berbeda dengan Kerajaan Allah, di dalam Kerajaan Allah, hidup beriman atau beragama yang utama, terpandang dan berarti ialah mereka yang suci, yang 100% menggantungkan diri pada Allah dan 100% menggantungkan diri pada dunia, sebagaimana Yesus tergantung di kayu salib, siap sedia dipandang sebagai yang bodoh, berdosa meskipun tiada noda dan dosa sedikitpun padaNya. Marilah kita sadari dan hayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai kini adalah anugerah Allah, sehingga kita dapat hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak sombong. Kami berharap kepada mereka yang terpandang dan berarti dalam kehidupan bersama, hidup  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, memfungsikan jabatan atau kedudukannya untuk melayani bukan menguasai, demi kebahagiaan atau kesejahteraan umum bukan demi diri sendiri, dst..  Kesejahteraan dan kebahagiaan umum atau rakyat merupakan tanda keberhasilan cara hidup dan cara bertindak dari mereka yang terpandang dan berarti dalam kehidupan bersama, para pejabat atau pemimpin. Jauhkan aneka macam bentuk egoisme yang mencelakakan diri sendiri maupun orang lain.

 

"Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri! TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia;.. Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya,  untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan"

 (Mzm 33:12-13.18-19)

  Jakarta, 28 Agustus 2010


Kamis, 26 Agustus 2010

27 Agt - 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13

"Gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka"

(1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13)


"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!  Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Mat  25:1-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Monika hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   St.Monika dikenal sebagai seorang isteri dan ibu yang penuh cintkasih dan dedikasi baik kepada suami maupun anak-anaknya. Baik suami maupun anak-anaknya tidak berkepribadian baik alias kurang bermoral, namun Monika dengan tabah dan penuh kasih serta kesabaran mendampingi dan mendoakan mereka agar bertobat. Dengan kata lain Monika sungguh menjadi contoh atau teladan bagi para ibu/isteri, dan bahkan pada saat ini ia menjadi pelindung bagi para janda, dan memang cukup lama Monika menjadi janda dalam mendampingi anak-anaknya, termasuk Agustinus, yang akhirnya bertobat dan menjadi orang suci. Menjadi janda pada masa kini, apalagi cantik dan tanpa anak, sering menjadi bahan pembicaraan atau gunjingan serta mudah jatuh ke dalam pencobaan, entah dengan menjual diri sebagai wanita simpanan atau pelacur, dst.. Warta Gembira hari ini serta cara hidup dan cara bertindak St.Monika kiranya mengajak kita semua, khususnya rekan-rekan perempuan atau gadis atau janda, untuk tetap bijaksana dalam menghadapi aneka tantangan, hambatan maupun godaan, "membawa pelita dan juga minyak dalam buli-buli", dengan kata lain senantiasa dalam keadaan terang benderang, transparan, terbuka, jujur, dst…  Ingat bahwa anda memiliki rahim, dimana buah kasih selama kurang lebih tumbub berkembang di dalam rahim dalam kasih; semoga anda tetap setia hidup dan bertindak seperti ketika di dalam rahim anda sedang tumbuh berkembang buah kasih alias sedang mengandung: keutamaan-keutamaan selama mengandung hendaknya terus dihayati dan dilaksanakan. .

·   "Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia. Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah" (1Kor 1:17-18), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua yang percaya kepada Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil artinya menyebarluaskan apa-apa yang menggembirakan, menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia. Di zaman, yang antara lain masih ditandai sikap mental materialistis yang menjiwai banyak orang saat ini, kiranya tugas panggilan untuk mengusahakan keselamatan atau kesejahteraan jiwa akan menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan alias siap siap sedia memberitakan 'salib'. Memberitakan 'salib' antara lain berarti berpikir tidak mengikuti pikiran sendiri melainkan mengikuti pikiran Tuhan, kaki dan tangan tidak bergerak seenaknya sendiri tanpa aturan, melainkan bergerak demi keselamatan jiwa dan untuk itu harus mentaati aneka tata tertib. Pengalaman Monika mendampingi suami dan anak-anaknya juga merupakan pemberitaan 'salib' yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa. Salib sungguh merupakan kekuatan Allah, maka hendaknya ketika anda akan menghadapi tantangan, hambatan, tugas pekerjaan berat dst.. hadapilah dengan memulai membuat tanda salib agar anda menghadapinya semuanya itu bersama dan bersatu dengan Yesus, yang tergantung di kayu salib demi keselamatan jiwa seluruh umat manusia. Mau marah buat tanda salib dahulu agar marah dalam Tuhan, mau menyakiti orang lain buat tanda salib dahulu agar menyakiti dalam Tuhan dst..

 

"Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar, dalam TUHAN! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur. Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN" (Mzm 33:1-2.4-5).

 

Jakarta, 27 Agustus 2010


Selasa, 24 Agustus 2010

25 Agustus - 2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32

"Di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan"

(2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32)

 

"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu" (Mat 23:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Sandiwara kehidupan" rasanya masih menjiwai cara hidup dan cara bertindak banyak orang pada masa kini alias bersikap mental 'Farisi'. Dalam menghadirkan atau menampilkan diri nampak begitu baik, penuh senyum, dan mempesona, namun maksud penampilan yang demikian itu tidak lain adalah untuk bertindak jahat, mengelabui atau menipu orang lain. "Di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan", demikian sabda Yesus. Yang bersikap dan berperilaku demikian itu antara lain para pelacur/wanita penghibur asusila ataupun pria hidung belang, para korupsi, pencopet, penipu dst.. Marilah kita sebagai orang beriman menjauhkan diri dari aneka macam sikap dan perilaku munafik, sandiwara atau pura-pura. Salah satu cara untuk itu antara lain hidup dan bertindak sederhana: sederhana dalam cara bicara, sederhana dalam penampilan diri, dst.. Dengan kata lain hendaknya jangan membeli dan menambahi beban pada diri sendiri apa-apa yang tidak berguna. Pada masa kini terjadi pemborosan besar-besaran yang dilakukan oleh mereka yang tak mau hidup sederhana, misalnya: membeli sarana teknologi seperti HP atau 'computer/note-book', yang serba komplit dan berharga mahal, padahal tidak semuanya fisilitas yang ada dalam HP maupun computer tersebut digunakan. Juga ada orang yang setiap kali muncul model baru senantiasa dibeli, padahal yang ada sudah cukup dan memadai. Cara hidup yang demikian mau tidak mau akan memotivasi atau mendorong orang untuk bersikap mental 'Farisi' atau sandiwara, di sebelah luar nampak benar di mata orang, tetapi di dalamnya busuk, buruk dan menjijikkan. Sekali lagi marilah kita hidup dan bertindak sederhana saja, agar survival dalam berbagai keadaan atau perubahan dan perkembangan.

·   "Kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu." (2Tes 3:7-8), demikian kesaksian Paulus kepada umat di Tesalonika, kepada kita semua umat beriman."Kami tidak lalu bekerja di antara kamu dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payang siang malam, supaya jangan menjadi bean bagi siapapun di antara kamu", inilah yang baik kita hayati dalam diri kita masing-masing. Dengan kata lain marilah kita tidak seperti 'benalu', yang mencuri atau merampok hak orang lain tanpa mau bekerja keras sendiri. Marilah kita berusaha seoptimal mungkin agar kita tidak menjadi beban bagi orang lain, artinya kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun tidak menjadi beban atau membuat orang lain menderita. Secara khusus kepada yang sudah berkeluarga atau keluarga muda kami harapkan berusaha hidup mandiri, tidak menggantungkan hidup keluarga pada orangtua atau mertua. Jauhi sikap 5 M (Madep Mantep Mangan Melu Morotua= dengan mantap makan dan minum ikut mertua). Pada masa kini di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dst.. kiranya cukup banyak orang yang bersikap mental 'benalu'. Dengan keyakinan yang tanpa dasar orang pergi ke kota besar untuk mencari pekerjaan, tetapi yang terjadi menumpang hidup di tempat saudaranya (om, pakde dst..), sehingga menjadi beban bagi saudaranya tersebut. Maka kami berharap mereka yang tinggal dan hidup di kota besar hendaknya tidak menggoda bahkan mengajak saudara-saudarinya dari desa atau pelosok, jika mereka tiada memiliki kemungkinan atau kesempatan untuk hidup dan bekerja sendiri.

 

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu" (Mzm 128:1-2.4-5)

 

Jakarta, 25 Agustus 2010


Senin, 23 Agustus 2010

24 Agustus - Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51

"Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"

(Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51).

 

"Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:45-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Bartolomeus, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Curiga atau berprasangka buruk terhadap yang lain, lebih-lebih terhadap mereka yang telah mendapat 'cap buruk' dalam percaturan, rasanya marak di sana-sana, terutama dalam diri mereka yang berpedoman pada 'negative thinking'. Itulah kiranya yang dilakukan oleh Natanael atau Bartolomeus, ketika mendengar kata-kata Filipus "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret". Namun setelah ia bertemu dengan Yesus sendiri dengan tatap muka, ia menjadi percaya. Sifat Bartolomeus adalah jujur, ia jujur terhadap diri sendiri maupun sesamanya. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Bartomeus hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal keutamaan kejujuran. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17). Hidup dan bertindak jujur pada masa kini sungguh mendesak dan up to date , mengingat dan memperhatikan masih maraknya korupsi dan kebohongan serta kepalsuan di sana-sini. Salah satu cara mendidik dan membiasakan diri hidup jujur antara lain di sekolah-sekolah diberlakukan 'dilarang menyontek' baik dalam ulangan maupun ujian. Membiarkan dan memberi kesempatan para murid/peserta didik/mahasiswa untuk menyontek berarti menyuburkan korupsi dan kebohongan.


·   "Marilah ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba." (Why 21:9b). Kutipan ini merupakan symbol yang baik dan hendaknya kita tanggapi secara positif. Pengantin perempuan pada umumnya tampil dengan sangat cantik, mempesona, menarik serta ceria. Sedangkan yang dimaksudkan sebagai 'mempelai Anak Domba' adalah orang suci, yang bersatu erat dan mesra dengan Yesus alias menjadi 'sahabat-sahabat Yesus sejati'. Maka ajakan tersebut di atas dapat kita hayati dengan senantiasa berusaha melihat dan mengakui apa yang baik, indah, luhur, mulia serta mempesona dalam diri kita sendiri maupun sesama kita dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain senantiasa berpedoman pada prinsip "positive thinking". Kami percaya bahwa dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik daripada apa yang buruk, apa yang mulia daripada yang remeh, apa yang luhur daripada yang rendah, dst. Disamping itu masing-masing dari kita diharapkan senantiasa tampil atau menghadirkan diri bagaikan 'pengantin perempuan', yang mempesona, menarik dan ceria, gembira ria. Tidak ada alasan untuk tidak gembira jika kita sungguh beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Mereka yang sedang menjadi pengantin kiranya juga bersikap mempersembahkan diri kepada pasangannya maupun mereka yang hadir untuk berpartisipasi dalam pesta atau upacara  perkawinan. Pengantin senantiasa menjadi perhatian utama bagi mereka yang harus dalam pesta atau upacara perkawinan dan rasanya semuanya dalam keadaan menarik, mempesona dan ceria. Marilah kita jadikan hidup dan kerja sehari-hari bagaikan sedang dalam pesta perkawinan. Marilah kita hayati iman kita dengan menjadi pewarta-pewarta kabar gembira, menghayati dan menyebarluaskan apa-apa yang baik, indah, benar, mulia dan suci di dalam hidup sehari-hari. Kita semua memilih tugas perutusan atau rasuli untuk menyelamatkan dunia seisinya.

 

"Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan"

 (Mzm 145:10-13a)

Jakarta, 24 Agustus 2010     


Minggu, 22 Agustus 2010

23 Agustus - 2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22

 "Apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?"

(2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22)

 

"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.] Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?"(Mat  23:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·  Setiap hari kiranya kita berdoa 'Bapa kami', jika tidak melupakan kebutuhan doa harian. Dalam doa Bapa kami antara lain kita berdoa/berkata "Dimuliakanlah namaMu…..di atas bumi seperti di dalam sorga". Dengan kata lain kita mendambakan cara hidup dan cara bertindak yang memuliakan Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun. Memuliakan Tuhan berarti menomorsatukan atau mengutamakan Tuhan di dalam segala sesuatu. Maka sabda atau pertanyaan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi "apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?"  baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua. Apakah yang lebih penting harta benda/uang atau kesucian hidup? Makanan dan pakaian atau manusia, tubuh atau jiwa? Sebagai orang beriman sejati tentu saja kita akan memilih dan mengutamakan kesucian hidup manusia alias keselamatan jiwa manusia. Maka marilah keselamatan jiwa manusia senantiasa kita jadikan acuan atau barometer keberhasilan cara hidup dan cara bertindak kita, bukan harta benda, uang atau aneka hal-hal duniawi. Sekiranya kita kaya akan harta benda atau uang hendaknya memfungsikannya untuk mengusahakan kesucian hidup atau keselamatan jiwa kita sendiri maupun mereka yang kena dampak hidup dan tindakan kita. Dalam dunia pendidikan hendaknya ledih diutamakan agar para peserta didik lebih tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik dan cerdas spiritual daripada kecerdasan intelektual atau kepandaian.

·   "Allah kita menganggap kamu layak bagi panggilan-Nya dan dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu, sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus." (2Tes 1:11b-12). Kita semua dipanggil untuk menyempurnakan kehendak untuk berbuat baik dan segala pekerjaan iman kita, maka marilah kita saling membantu dan mengingatkan dalam melaksanakan tugas panggilan ini. Dengan kata lain kita semua diharapkan semakin baik, yang antara lain ditandai senang berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sekali lagi saya katakan bahwa perbuatan baik adalah yang menyelamatkan jiwa manusia  Masing-masing dari kita kiranya telah menerima kebaikan Allah secara melimpah ruah melaui mereka yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita, sehingga kita dapat tumbuh berkembang dan hidup sebagai mana adanya pada saat ini. Maka untuk meningkatkan perbuatan baik berarti dengan suka rela berani menyalurkan atau meneruskan kebaikan-kebaikan yang ada pada diri kita masing-masing. Kami percaya bahwa dalam diri kita masing-masing apa yang baik lebih banyak daripada apa yang buruk, maka berikanlah apa yang baik kepada orang lain, lebih-lebih nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup. Nilai atau keutamaan hidup semakin dibagikan atau diberikan kepada orang lain tidak akan berkurang sedikitpun, bahkan semakin bertambah, semakin handal, kuat dan mendalam. "Ilmu iku kelakone kanthi laku" = nilai atau keutamaan kehidupan itu terjadi karena dihayati atau dilaksanakan, bukan dikatakan atau dijadikan bahan diskusi.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit." (Mzm 96:1-5)

 

Jakarta, 23 Agustus 2010

 


Sabtu, 21 Agustus 2010

22 Agustus - Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30

"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!"

 

Mg Biasa XXI : Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30



Kebiasaan menyontek di antara para murid/pelajar/mahasiswa di dalam ulangan umum atau ujian masih marak di dunia pendidikan Indonesia. Kebiasaan itu sering memperoleh dukungan atau bahkan dorongan dari para guru atau dosen. Kebiasaan jalan pintas atau 'budaya instant' itulah yang sungguh memprihatinkan dan merusak sikap mental atau kepribadian manusia Indonesia. Kebiasaan itu menggejala dalam bentuk lain antara lain: ingin cepat-cepat menikmati enaknya hubungan seksual di antara muda-mudi maupun mereka yang bernafsu seks besar, yang berakibat dengan pengguguran atau perpecahanan keluarga atau perceraian. Ada juga orang ingin ingin cepat-cepat kaya dan kemudian tergerak untuk melakukan korupsi atau mencuri/merampok,dst.. Mereka menelusuri 'jalan tol/bebas hambatan' yang leluasa dalam waktu singkat, dan dampaknya mereka akan menderita dalam waktu yang panjang atau bahkan seumur hidup. Memang untuk hidup baik, berbudi pekerti luhur, bermoral, dicintai oleh Tuhan dan sesama, harus menghadapi aneka tantangan, masalah maupun hambatan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk 13: 24). Maka sebagai umat beriman yang berhasrat untuk setia dalam penghayatan iman, marilah kita renungkan atau refleksikan sabda Yesus tersebut.

 

"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk 13:24).

Mengikuti atau menjadi murid-murid Yesus Kristus berarti harus menelusuri jalan salib untuk mendaki bukit Kalvari alias siap sedia untuk menderita bersamaNya. Dengan kata lain kita dipanggil untuk hidup dan bertindak mengikuti 'proses', sedikit-sedikit dan lama-lamaan menjadi bukit. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal panggilan dan tugas masing-masing, sejauh mana hidup dan bertindak mengikuti proses yang benar dan menuju ke keselamatan atau kebahagiaan sejati:

1)                  Peserta didik/pelajar/mahasiswa: Kami harapkan para peserta didik, pelajar dan mahasiswa dalam melaksanakan tugas utama belajar bersemangat mengikuti 'proses mengajar-belajar' dan 'eksplorasi'. Keutamaan mendengarkan dengan rendah hati yang mendalam sangat dibutuhkan di dalam belajar, yang disertai keterbukaan dan kesiap-sediaan akan segala kemungkinan dan kesempatan untuk belajar, tumbuh dan berkembang. Hendaknya minimal selama 8 (delapan) jam per hari secara efektif melaksanakan tugas belajar, entah di dalam sekolah maupun rumah. Maka ketika di sekolah kurang lebih selama 6(enam)jam efektif belajar, hendaknya di rumah belajar, entah mengulangi apa yang tadi diajarkan atau mempersiapkan pelajaran yang akan datang selama 2 (dua) jam efektif. Mengikuti proses berarti jujur dan disiplin serta tidak menyontek dalam ulangan atau ujian, sedang bersemangat 'eksplorasi' berarti senantiasa merasa haus dan lapar akan aneka pengetahuan dan dengan demikian belajar terus menerus, 'auto-didak'. Usahakan agar semakin terampil dalam belajar. 

2)                  Para pekerja: Kami berharap kepada para pekerja setia pada jati dirinya sebagai pekerja, dengan kata lain pertama-tama dan terutama manfaatkan waktu kerja untuk sungguh-sungguh bekerja dengan semangat belajar dan eksplorasi. Hendaknya berpegang pada ajaran Yesus bahwa seorang pekerja layak memperoleh upah atau imbal jasa yang memadai. Semangat belajar dalam dan selama bekerja berarti senantiasa siap sedia diberi tugas atau pekerjaan baru, sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan usaha dimana anda bekerja. Hendaknya bekerja keras dengan jujur dan disiplin, serta jauhkan menggunakan waktu kerja untuk urusan pribadi atau bercanda, ngobrol saja.   Usahakan agar anda semakin terampil bekerja.

3)                  Yang merasa terpanggil untuk hidup berkeluarga/menjadi suami-isteri: Kami berharap kepada para suami-isteri untuk menghayati 'sakramen perkawinan' atau 'janji perkawinan' sebagai 'SIM'/ Surat Izin Mengasihi, awal langkah untuk membuktikan bahwa anda berdua saling mengasihi. Maka baiklah ajaran Paulus perihal kasih ini menjadi pedoman atau pegangan dalam saling mengasihi, yaitu: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan" (1Kor 13:4-8a). Saling mengasihi harus dijiwai dengan saling berkorban dengan rendah hati, dan jika anda berdua sungguh saling mengasihi maka anda berdua semakin lama semakin nampak sebagai manusia kembar. Usahakan agar anda berdua terampil dalam mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. 

4)                  Yang merasa terpanggil untuk hidup sebagai imam, bruder atau suster: Sebagai yang terpanggil untuk 'hidup wadat atau tidak menikah demi Kerajaan Allah', kami harapkan semakin dikuasai atau dirajai oleh Allah dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dalam aneka kesibukan, pelayanan atau tugas pekerjaan, dengan kata lain semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama  manusia. Siapapun yang bertemu dengan atau melihat kita sebagai yang terpanggil tergerak untuk semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada. Tuhan. Kesaksian hidup dan kerja anda sebagai yang terpanggil merupakan cara utama dan pertama dalam rangka promosi panggilan.

 

"Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibr 12:5-6)

     

Kutipan dari surat Ibrani di atas ini kiranya baik menjadi permenungan dan pegangan kita semua sebagai orang beriman, orang-orang yang dikasihi Tuhan. Marilah kita menghayati diri sebagai anak yang sedang dididik agar tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman. Kita sadari dan hayati kebodohan dan kedegilan kita serta kebutuhan untuk dididik dan ditumbuh-kembangkan. Bentuk tindakan mendidik tidak semuanya enak di tubuh, hati, jiwa maupun akal budi, dan sering membuat kita kesakitan atau menderita. Sakit dan menderita karena setia pada panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka ketika anda harus sakit dan menderita hendaknya tidak menjadi putus asa, melainkan semakin berharap kepada atau menggantungkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi/Tuhan. Kita diingatkan bahwa 'janganlah anggap enteng didikan Tuhan'. Didikan Tuhan antara lain kita terima melalui arahan, nasihat, ajaran, petuah, ketedanan dst.. dari mereka atau siapapun yang mengasihi kita, maka hendaknya semuanya itu tidak disikapi bagaikan 'angin berlalu', melainkan sebagai peringatan yang memacu kita semua untuk terus melangkah maju. Dididik berarti dirubah dan siap sedia berubah, dan setiap perubahan membutuhkan pengorbanan dan perjuangan serta harapan. "Jer basuki mowo beyo" = untuk hidup mulia dan damai sejahtera, orang harus berjuang dan berkorban.

 

"Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!"

 (Mzm 117)

      

Jakarta, 22 Agustus 2010


21 Agustus - Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12

"Barangsiapa terbesar hendaklah ia menjadi pelayan".

(Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12)

"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Pius X, Paus, dengan ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para Uskup ketika mendoakan Doa Syukur Agung senantiasa menyatakan diri sebagai 'hamba yang hina dina', sedangkan Paus menyatakan diri sebagai 'hamba dari para hamba yang hina dina'. Dengan pernyataan tersebut baik para Uskup maupun Paus, yang terbesar di dalam Gereja Katolik, berhasrat untuk sungguh melayani umat Allah yang menjadi tanggungjawabnya, menghayati panggilan dengan semangat melayani dengan rendah hati yang mendalam. Sebagai umat Allah kita hendaknya mendukung para gembala kita tersebut, antara lain sering mendoakannya dan kita sendiri senantiasa juga berusaha untuk hidup dan bertindak yang dijiwai oleh semangat melayani yang rendah hati dan mendalam. Cirikhas seorang pelayan atau pembantu rumah tangga/ komunitas yang baik antara lain: tanggap terhadap yang harus dilayani, siap sedia melakukan apa saja demi kebahagiaan yang dilayani, sehat wal'afiat, ceria/gembira, kerja keras, hidup sederhana dst… Apa yang menjadi cirikhas pelayan yang baik tersebut hendaknya juga menjadi cirikhas kita sebagai umat Allah, umat yang percaya kepada Yesus Kristus, yang datang ke dunia untuk melayani bukan dilayani. Kami berharap semangat melayani ini sedini mungkin ditanamkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua. Demikian juga kami berharap kepada para pemimpin dalam bidang kehidupan atau pelayanan apapun untuk menghayati kepemimpinannya dengan semangat melayani yang rendah hati dan mendalam.

·   "Kemuliaan TUHAN masuk di dalam Bait Suci melalui pintu gerbang yang menghadap ke sebelah timur, Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran dalam, sungguh, Bait Suci itu penuh kemuliaan TUHAN" (Yeh  43:4-5), demikian penglihatan yang dialami oleh Yeheskiel. "Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran yang penuh kemuliaan Tuhan", inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Apakah kita senantiasa dibawa ke tempat yang penuh dengan kemuliaan Tuhan, tempat Tuhan lebih dimuliakan dari segala sesuatu?  "Ad maiorem Dei gloriam" = Demi bertambah besarnya kemuliaan Tuhan, itulah salah satu spiritualitas St.Ignatius Loyola. Marilah kita senantiasa mengusahakan apapun yang kita kerjakan atau dimanapun kita berada guna bertambah besarnya kemuliaan Tuhan dan penghayatan diri kita sendiri yang  semakin kecil, tiada arti. Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk saling memuliakan dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Memuliakan berarti juga membahagiakan dan menyelamatkan, lebih-lebih atau terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa. Maka hendaknya kebahagiaan dan keselamatan jiwa senantiasa menjadi pedoman dan barometer keberhasilan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. Dimana semakin banyak jiwa diselamatkan dan dibahagiakan  ke situlah kita semua dipanggil, meskipun untuk itu kita harus bekerja keras, berjuang dan berkorban. Dalam dunia atau pelayanan pendidikan hal itu berarti lebih mengutamakan agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi baik, berbudi pekerti luhur, cerdas spiritual daripada pandai atau cerdas intelektual. Maka kami berharap kepada para pengurus, pengelola maupun pelaksana pelayanan pendidikan untuk senantiasa bekerjasama dalam rangka mendampingi para peserta diri agar tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman/spiritual. Kerjasama penting dan mutlak karena anak adalah 'korban kerjasama' dari bapak-ibu, orangtua masing-masing.

 

"Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."

 (Mzm 85:10-14)

   Jakarta, 21 Agustus 2010


Rabu, 18 Agustus 2010

20 Agustus - Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40

"Hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?".

(Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40)

 

"Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Mat 22:34-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di dalam kehidupan atau kerja bersama senantiasa ada aneka macam tata tertib yang harus dihayati atau dilakukan oleh siapapun yang ada di dalam kebersamaan tersebut. Aneka tata tertib hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan berdasarkan kasih akan Allah dan sesama  manusia, maka hendaknya disikapi dan dihayati dalam dan oleh kasih juga. Dalam sabda Yesus hari ini kita dipanggil untuk mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. "Segenap" berarti seutuhnya atau total, tidak kurang sedikitpun. Kalau kurang berarti sakit hati, sakit jiwa atau sakit akal budi, dan dengan demikian tidak mungkin dapat mengasihi dengan baik dan benar, sebagaimana diharapkan oleh Allah. Maka hendaknya kita sungguh menjaga dan mengusahakan agar hati, jiwa dan akal budi kita senantiasa dalam keadaan sehat, segar bugar, agar kita dapat mengasihi dengan benar. Kasih kepada Allah harus menjadi nyata dalam kasih terhadap sesama, dan yang kiranya dapat diinderai atau disaksikan adalah kasih terhadap sesama, maka marilah kita berusaha untuk hidup saling mengasihi dimanapun dan kapanpun juga. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'buah kasih' atau 'yang terkasih', buah kasih Allah melalui orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga. Jika kita dapat menghayati diri sebagai 'buah kasih' atau  'yang terkasih', maka panggilan untuk hidup saling mengasihi dengan mudah dapat kita laksanakan, karena bertemu dengan orang lain/sesama manusia berarti 'yang terkasih' bertemu dengan 'yang terkasih' dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi. Marilah kita perdalam penghayatan diri sebagai 'yang terkasih'.

·   "Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu. Dan kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya, demikianlah firman TUHAN." (Yeh  37:14), demikian firman Tuhan kepada kita semua melalui nabi Yeheskiel.  Dari firman ini kiranya kita dapat mengimani bahwa hidup kita adalah milik Tuhan yang dianugerahkan kepada kita melalui orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/ tenaga. Maka kita tak mungkin hidup hanya untuk diri sendiri, mengikuti kemauan dan keinginan pribadi, melainkan harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena hidup kita adalah anugerah Tuhan, maka segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki atau kuasainya sampai saat ini adalah anugerah Tuhan. Hendaknya kita memfungsikan segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai demi kemuliaan Tuhan dan kesucian hidup diri kita sendiri maupun sesama kita. Misalnya bagi para gadis atau perempuan yang dianugerahi tubuh seksi, kecantikan dan kesehatan yang baik serta mempesona, hendaknya senantiasa menghadirkan diri dimanapun dan kapanpun agar anda sendiri semakin suci, dan orang lain yang menyaksikan cara hidup dan cara bertindak anda juga semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui sesamanya. Bagi mereka yang kaya akan harta benda atau uang hendaknya memfungsikan harta atau uangnya sebagai 'jalan ke sorga', bukan 'jalan ke neraka'.. Bagi mereka yang dianugerahi kecerdasan atau keterampilan hendaknya senantiasa memfungsikan kecerdasan dan keterampilan demi keselamatan seluruh umat manusia. St.Bernardus yang kita kenangkan pada hari ini dikenal sebagai pribadi yang mempersembahkan seluruh hidup demi kemuliaan Tuhan, dengan hidup taat, murni dan miskin meneladan Yesus, yang meskipun kaya telah menjadi miskin guna memperkaya umat manusia yang miskin dan berkekurangan. Semoga apa yang dilakukan oleh St.Bernardus dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

 

"Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan, yang dikumpulkan-Nya dari negeri-negeri, dari timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan. Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka." (Mzm 107:2-5)

Jakarta, 20 Agustus 2010  


19 Agustus - Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14

"Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih"

(Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14)


"Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja.Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Mat 22:2-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Banyak yang melamar tetapi hanya beberapa yang dipilih, banyak yang berminat tetapi hanya satu dua yang dapat memenuhi tuntutan panggilan. Dalam menanggapi panggilan atau undangan memang beraneka ragam, dan ada yang atau mungkin kebanyakan merasa jika tiada keuntungan atau kenikmatan duniawi yang diperoleh maka tiada gunanya mendatangi panggilan atau undangan tersebut, apalagi jika harus bekerja keras, melayani dengan rendah hati dan lemah lembut. Sikap mental materialistis dan egois memang masih merasuki banyak orang masa kini, yang antara lain ditandai dengan kemerosotan hidup terpanggil, entah hidup berkeluarga, imam, bruder atau suster. Yang menjadi batu sandungan dan godaan saat ini pada umumnya adalah kenikmatan duniawi atau seksual. Karena rayuan kenikmatan tersebut orang enggan menanggapi panggilan secara positif, atau dengan mudah menyeleweng dari panggilan. Memang kesetiaan pada panggilan pada masa kini sungguh berat dan harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan atau godaan berat. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah  dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).

·   "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh 36:26-27). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan bagi kita semua: bagi yang setia pada panggilan dan perutusan, firman di atas dapat menjadi peneguh atau penguat kesetiaan yang telah dihayati, sedangkan bagi yang kurang atau tidak setia kiranya firman tersebut dapat menjadi ajakan untuk bertobat. Marilah kita lihat, baca dan fahami kembali aneka macam aturan dan tatanan hidup atau tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, dan kemudian kita hayati atau laksanakan dengan penuh kesetiaan, pengorbanan dan perjuangan. Kita resapkan ke dalam hati dan batin kita isi tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami percaya jika telah meresap dalam hati atau batin pasti akan mempengaruhi cara hidup atau cara bertindak kita. Baiklah jika isi utama dari tata tertib tersebut secara singkat kita tulis dengan huruf yang besar dan mudah dibaca, kemudian ditempelkan di daun pintu kamar atau ruangan yang setiap kali kita kunjungi, misalnya tempat tidur, kamar mandi/toilet, dst.. Kami yakin jika setiap hati mata kita melihat tulisan, yang tidak lain atau tata tertib, maka mau tidak mau pelan-pelan kita akan hidup dan bertindak sesuai dengan tata tertib tersebut. Kiranya di antara kita juga memiliki motto dengan kata-kata indah, padat berisi dan berkwalitas, maka baiklah motto tersebut kita resapkan dalam hati atau batin agar menjiwai cara hidup atau cara bertindak.

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu." (Mzm 51:12-15)

Jakarta, 19 Agustus 2010


18 Agustus - Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16

"Orang yg terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yg terakhir"

(Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16)


"Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya….. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:1-2.10-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Perumpamaan perihal "Kerajaan Sorga" ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi orang yang mudah irihati dan tidak tahu berterima kasih serta bermurah hati. Mereka merasa banyak berjasa dan berharap akan memperoleh imbalan, entah berupa pujian, harta benda/uang atau sanjungan yang lebih besar daripada mereka yang kurang atau tidak berjasa. Mereka yang dimaksudkan dalam perumpamaan ini adalah para tokoh/ pejabat pemuka hidup bermasyarakat dan beragama, mereka iri akan kemurahan hati Tuhan yang disampaikan kepada orang lain. Di Indonesia hal itu antara lain terjadi di antara para pegawai tetap yang menerima imbal jasa sesuai dengan peraturan sering merasa iri terhadap pendapatan para pedagang kaki lima, sedangkan para pejabat tinggi sering iri kepada para pengusaha. Warta Gembira hari ini juga mengingatkan kita semua penting 'bermurah hati' di dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun. Murah hati berarti hatinya dijual dengan harga murah, maksudnya dengan mudah memberi perhatian kepada siapapun, terutama bagi mereka yang terpinggirkan atau kurang memperoleh perhatian. Kami berharap keutaman 'bermurah hati' ini sedini mungkin ditanamkan dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari orangtua. Bermurah hatilah terhadap saudara-saudari kita yang kurang memperoleh perhatian. Ingat dan hayati bahwa kita semua telah menerima kemurahan hati Tuhan melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita, sehingga kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang seperti apa adanya saat ini.

·   "Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman" (Yeh 34:3-4), demikian firman Tuhan melalui nabi Yeheskiel kepada para tokoh atau pemimpin bangsa terpilih. Kutipan di atas ini memang baik untuk direnungkan oleh siapapun yang merasa dirinya menjadi pemimpin atau de facto menjadi pemimpin dalam hidup bersama di ranah apapun. Kami harapkan.para pemimpin dapat menjadi 'gembala yang baik bagi domba-dombanya' (orangtua bagi anak-anaknya, atasan bagi bawahannya, pemimpin bagi anggotanya), antara lain dengan menggembalakan mereka sedemikian rupa sehingga mereka senantiasa dalam keadaan sehat, segar bugar dan selamat. Mereka yang lemah dikuatkan, yang sakit diobati, yang luka dibalut, yang tersesat dibawa pulang, yang hilang dicari. Semoga rakyat atau pegawai/buruh tidak menjadi 'sapi perah' bagi para pejabat atau manejer/ direktur bersama stafnya. Semoga para orangtua, pemimpin atau atasan dalam melaksanakan fungsinya bersikap mental melayani dengan rendah hati dan lemah lembut, serta tidak dengan kekerasan atau 'tangan besi'. Mereka yang sering bertindak keras atau kejam kami harapkan bertobat, memperbaharui diri menjadi melayani dengan rendah hati dan lemah lembut. Kami juga berharap kepada para orangtua atau suami-isteri, antara lain tidak hanya berhenti dengan enak dan nikmatnya hubungan seksual, tetapi kasihilah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga 'buah kasih/kenikmatan' anda yaitu anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa."

(Mzm 23)

Jakarta, 18 Agustus 2010